BAB 102 ~ 🐞 KEPIK OH KEPIK 🐞

6 1 0
                                    

Ada yang takut sama kepik???

Kali ini, Debby dibuat histeris gara-gara lihat kepik!!! Papinya sama William sampai heran, masak sama kepik takut?? Betulkah kayak gitu???


Cari tahu jawabannya di bawah ini yuks....

Happy reading...


🐞🐞🐞


William tengah duduk di ruang kerjanya di apartemen pribadinya. Punggung dan kepalanya bersandar dengan santai di sandaran kursi. Salah satu tangannya tengah memegang ponsel yang diangkat cukup tinggi di atas kepala.

Tangannya yang lain memeluk ringan sebuah guling yang diletakkan di atas tubuhnya. Sebuah guling ukuran standar berwarna kuning dan oranye dengan salah satu ujungnya berbentuk kepala singa yang tampak imut. Bagian kepalanya berada di atas dada William, sedangkan ujung yang lain dijepit di antara kedua pahanya.

Meskipun tubuhnya santai, tidak demikian halnya dengan raut mukanya. Kerutan menghiasi wajah tampannya di antara kedua alisnya. Tatapannya juga terarah lurus pada ponselnya.

"Kamu kenapa, Baby? Kenapa aku merasa kalau kamu lagi menghindariku lagi? Rasanya seperti kembali ke awal lagi."

William mengembuskan napas panjang. Tangan yang memeluk guling mengusap-usap pelan kepala singa dan sesekali memainkan telinga maupun surai singa imut itu. Tangan kirinya menggulir layar ponsel ke bawah dengan perlahan.

"Pesan-pesanmu kembali jarang masuk," keluh William. "Dari kemarin, kutelepon gak diangkat, dikirimi pesan juga gak dibalas. Baru tadi pagi, ada pesan masuk. Itu pun cuma pesan pemberitahuan singkat. Hah. Memang sih ini sesuai harapanku, dia mau membagikan aktivitasnya tanpa kutanya. Tapi ... ck! Rasanya kok ada yang aneh, ya?"

Lelaki itu sudah menggulir layar ke atas lagi hingga percakapan terakhir dirinya dengan wanita itu terpampang di layar.

"Hari ini, aku mau ke rumah orang tuaku," ujar Debby melalui pesan percakapan.

William membalas dengan bertanya kapan dia bisa ikut ke sana. Emotikon senyum dengan pipi merona menyertai pesan tersebut.

Debby langsung membalas pesan itu di menit yang sama tadi pagi. "Belum tahu, Pak. Aku kan juga belum kasih jawaban apa-apa. Lagian aku ke sana tiap akhir pekan. Memangnya Bapak nggak ada acara kalau akhir pekan?"

"Gak ada, Baby. Kamu sudah tahu, 'kan? Biasanya akhir pekan khusus buat agenda pribadi. Kalaupun ada kerjaan yang harus diselesaikan di akhir pekan biasanya kulakukan dari rumah," balas William. "Makanya itu, kapan aku diajak main ke sana?"

Sayangnya, pesan itu tidak dibalas oleh Debby. Wanita itu hanya memberitahu kalau ia akan mengakhiri percakapan karena sudah siap untuk berangkat. Setelah itu, tidak ada berita apa-apa lagi dari Debby hingga sore ini. Pesan yang ia kirim tadi siang pun belum dibaca hingga kini.

William menghela napas sambil beranjak dari kursi. Ia membawa serta guling singa itu keluar dari ruang kerja. Langkah kakinya mengarah ke ruang tidur utama. Ia ingin menyegarkan diri dan pikiran di kolam renang.

Dengan hanya mengenakan celana renang jenis trunk warna biru dongker dengan corak heksagon di sisi paha yang panjangnya hanya beberapa senti di bawah pantat, William melangkah ke pintu kaca di sisi lain pintu kamar tidur dan menggesernya ke samping. Sinar matahari sore masih menyorot sedikit ke arah kolam renang luar ruangan hingga sebagian kamar tidurnya.

"Hah," desah William sambil meletakkan tangan di pinggang. Netra sipitnya memandang jauh ke cakrawala.

Sebelum masuk ke dalam air, William menyempatkan mengambil handuk kecil dari dalam lemari penyimpanan. Ia sengaja meletakkan lemari tersebut di dekat kolam supaya mudah mengaksesnya setelah ia berenang tanpa harus mengotori lantai kamar tidur. Ia lalu meletakkan handuk dan ponselnya di salah satu kursi di tepi kolam.

WANITA INCARAN CEO AROGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang