Happy Reading!
~~~
Ilmi melangkah pelan menuruni anak tangga satu-persatu usai membantu nyokap Friska menenangkan gadis itu didalam kamarnya sendiri. Sehabis melempar vas bunga kearah Aira, Friska mengamuk dan menangis meraung-raung.
Tapi untung saja vas bunga itu tidak mengenai tubuh Aira.
Ilmi menghempaskan tubuhnya di samping Dion, ia melirik sekilas Dion yang sibuk bermain game pou diponselnya, lalu mentap Aira yang menunduk sambil memilin ujung bajunya.
"Friska gimana?" tanya Dion setelah mengakhiri permainannya.
"Tidur," jawab Ilmi.
"Ehem..." dehem Reza memusatkan perhatian mereka kearah cowo itu,"sorry atas kekacauan tadi, gue nggak bermaksud bawa Aira kesini buat ngacauin kalian," Reza menjedah ucapannya.
"Gue kesini sama Aira ingin memperbaiki semua masalah yang sudah terjadi, dan gue kesini ingin Aira meminta maaf kekalian."
Firdaus berdiri ingin menyelah perkataan Reza tetapi Haikal menahannya dan memaksanya untuk duduk kembali.
"Masalah ini bermula dari gue, salah gue nyeret Aira dalam hal ini," Reza melanjutkan ucapannya.
"Bang..." Aira menatap mata sepupunya seraya menggeleng tidak setuju.
Reza memutuskan kontak matanya dengan Aira,"gue tau perbuatan Aira nggak mudah buat kalian maafin, tapi gue tegasin sekali! Ini salah gue sepenuhnya bukan Aira!"
Reza menghela nafas sejenak.
"Maka dari itu gue mau kita semuanya berdamai dan lupain semuanya...."
Brak!
Firdaus menggebrak meja didepannya, ia tidak terima atas ucapan Reza barusan.
"GAMPANG LO NGOMONG KAYAK GITU! TANPA NGELIAT KEADAAN FRISKA UDAH KAYAK GINI!" geram Firdaus dengan mata yang menyorot tajam.
"Kata maaf lo aja nggak akan ngerubah apapun! Nggak akan pernah ngobatin orang yang udah terlanjur hancur! Nggak akan pernah!"
"Kecuali, perbuatan dibalas dengan tindakan yang udah lo lakuin!" lanjut Firdaus tajam seraya menunjuk Aira yang menunduk.
"Firdaus lo tenang dulu!" Haikal menyentuh pundak sahabatnya yang sudah hilang kendali.
Firdaus menepis kasar tangan Haikal,"apasih Kal! Dari tadi lo nyuruh gue diam!"
Sementara Ilmi dan Dion hanya diam sedari tadi mendengar Reza yang menjelaskan semuanya dan Firdaus yang tak terkendali, sejujurnya Ilmi ingin menyangkal tentang Reza yang ingin Aira dimaafkan begitu saja.
"Ilmi jangan pernah ketipu sama wajah bersalah Aira! Bisa saja hanya hari ini ia menyesal tapi, kita nggak tau rencana apa yang dia susun setelahnya!"
Ilmi menghela nafas mengingat ucapan Friska beberapa menit yang lalu sebelum gadis itu pinsang. Ia bimbang, antara memaafkan Aira atau tidak sama sekali.
"Maafin gue..."
Lirihan Aira membuat Ilmi tersadar dari kebimbangannya, ia menatap kembali Aira menununduk dalam. Lagi-lagi ia merasa bimbang, ia takut salah mengambil keputusan.
Tapi dipikir-pikir tidak ada salahnya ia memaafkan temannya dan memperbaiki semuanya, semoga keputusan yang ia ambil tidak menjadi sebuah masalah kedepannya.
"Kalau lo mau dimaafin, cukup lakuin sesuatu hal yang benar kedepannya." Ilmi menatap serius Aira yang juga menatapnya.
Firdaus meraup wajahnya kasar,"lo nggak usah aneh-aneh deh Ilmi!" peringatnya
"Nggak ada salahnya kita maafin Aira! Kak Reza udah jelasin semuanya jadi ayolah lupain semuanya, dan perbaiki kesalahan yang udah terjadi!" ucap Ilmi memberi pengertian kepada Firdaus.
"Ilmi benar! Biar gimana-pun Aira masih bagian dari kita." tambah Haikal dengan tenang.
Firdaus mengepalkan tangannya kuat.
"Terserah!" laki-laki itu segera beranjak, lalu keluar dari rumah Friska dengan pintu yang ditutup sangat kencang.
°•🐒•°
Dion mencoba memetik gitar miliknya setelah mengganti senar gitar yang baru. Sekali lagi ia mencobanya, merasa suara alunan gitar miliknya sudah pas, ia kemudian menyimpan gitarnya disamping kursi kayu yang ia duduki sekarang.
Pemuda itu meraih sebungkus rokok diatas meja, mengeluarka satu batang dan mengapit rokok itu dibibinya. Ia menyalakan pemantik lalu membakar ujung rokok itu, mengisapnya dalam-dalam dan menghembuskannya melalui mulutnya.
"Gimana ya kalau Ilmi tau kalau gue ngerokok lagi?" menolognya sendiri seraya terkekeh geli.
Ia menatap benda nikotin itu ditangannya. Jika diingat-ingat, penyebab dirinya mengenal benda ini bermula dari Ilmi yang tiba-tiba menjauhinya tanpa sebab dan mendakati Danang saat itu. Jelas saja ia tidak suka! Ia cemburu melihat kedekatan Ilmi dan Danang beberapa minggu lalu.
Karena larut dalam fikirannya tanpa sadar rokok yang ia hisap hanya tinggal setengah, Dion memejamkan matanya menikmati rasa manis di rokok itu, menghisapnya berulang kali lalu menghembuskan asap yang kaluar dari hidungnya.
"DION!"
"Uhuk! Uhuk..."
Saking terkejutnya Dion berakhir terbatuk-batuk karena tersedak asap rokoknya sendiri, refleks Dion membuang sisa rokoknya, laki-laki itu masih saja terbatuk melirik Sinis pelaku didepannya yang berdiri sambil menatapnya garang.
"N-ngapain lo keluar malam-malam?" demi menghilangkan rasa gugupnya saat mata tajam Ilmi menuju kearahnya, ia memberanikan diri untuk bertanya.
"Kuping lo disimpan dimana? Dikaki huh?" bukannya menjawab pertanyaan Dion gadis itu malah melayangkan pertanyaan sinis.
"Loh, kuping gue disini Ay." dengan polosnya Dion berucap dan menunjukkan telinganya ke Ilmi.
"DION!"
"Apasih Ay! Teriak mulu, emang tenggorokan lo nggak sakit?" cibir Dion.
Ilmi mendelik tajam semakin hari laki-laki yang berdiri didepannya ini semakin membuat emosinya terkuras saja, karena teramat kesal gadis itu melayang cubitan bertubi-tubi ke perut Dion.
"Adaw... A-ay sakit akhh!"
Pekik Dion, ia tidak bohong cubitan Ilmi tidaklah main-main. Ia terus merintih seraya berusaha menghindari cubitan milik Ilmi.
"Ay udah dong, sakit tau!" rengek Dion yang sudah jauh dari jangkauan Ilmi.
Kali ini Ilmi berhenti setelah mendengar rengekan Dion, tapi mata gadis itu menghunus tajam menatap sengit Dion yang berdiri dekat pohon.
"Lo milih opsi pertama, lo milih rokok lo atau opsi kedua hubungan ini berakhir begitu aja?"
Dion menggeleng cepat dengan mata yang membulat sempurna, ia berjalan cepat menghampiri Ilmi. Laki-laki itu menelisik pakaian yang dikenakan Ilmi, dalam hatinya ia terkekeh geli melihat Hoodie miliknya menenggelamkan tubuh pendek gadis dihadapannya. Dion berdehem pelan dan menatap Ilmi serius mungkin.
Ilmi menyerngit menatap Dion yang sedang menatapnya serius, melihat reaksi Dion saat mengucapkan kalimat ancaman itu membuatnya berpikir jika Dion tidak mau, lalu sekarang laki-laki dihadapannya ini kenapa?
"Jelas gue milih opsi pertama!"
Deg!
To Be Continue
——
KAMU SEDANG MEMBACA
Boo&Ay [TAMAT]
Teen FictionIni bukan sekedar cerita cinta yang penuh kebahagiaan melainkan, persahabatan, kekeluargaan, obsesi dan dendam yang begitu mendalam. Ilmi dan Dion harus bersabar menerima berbagai rintangan yang ada dalam hubungan mereka, melalui segala hal untuk m...