"Jungwon!"
"Oh tidak, tolong jangan ada insiden lagi."
Doa Jungwon dijawab begitu cepat. Saat tubuhnya melayang di udara, seekor phoenix api menyelamatkannya. Jungwon menyamankan dirinya di punggung phoenix itu dan bertemu mata dengan Taki yang keadaannya berantakan.
Phoenix itu berhenti di depan Taki. Setelah Jungwon turun, tubuh besar phoenix itu mengecil, lalu kakinya hinggap di pundak anak Eden yang Jungwon kalahkan beberapa menit sebelumnya itu.
"Spiritmu adalah phoenix," ujar Jungwon takjub. "Ah, benar, terima kasih telah menyelamatkanku, Taki."
"Sama-sama."
"Kita tidak punya waktu lagi, sepertinya akan ada gempa susulan." Jo berjalan sedikit sempoyongan setelah dihajar Minji tadi. "Gelombang yang ku rasakan sedikit aneh, kira-kira sepuluh menit sebelum gempa susulan."
Tangan Niki bergerak cepat menggambar di buku gambarnya. Kemudian, tiga ekor griffin muncul di hadapan mereka. Niki memberitahu, "Energi sihirku terbatas, aku hanya bisa buat tiga."
Jungwon menghitung semua orang; ada delapan. "Kalau satu griffin bisa ditumpangi dua orang saja, bagaimana dengan sisanya?"
"Phoenix-ku bisa membantu." Taki mengangkat tangan.
"Apa tidak ada peserta lain selain kita?" tanya Jungwon.
"Mereka yang kalungnya dihancurkan otomatis keluar. Satu anggota kami dikalahkan oleh seseorang dari Saint Lucia dan dia sudah pergi dari tadi," jawab Taki.
Belum sempat Minji menjawab, Taki menyambarnya duluan, "Dan siswi-siswi di Saint Lucia telah kalah oleh kami. Hanya sisa dia."
Minji melirik Taki kesal. Kalau saja sekarang bukan situasi genting, dia tidak akan segan meninju wajah siswa bernama Taki itu.
"Karena seluruh perwakilan Red Shore juga sudah kalah, berarti cuma sisa kita di sini." Jungwon mengangguk-angguk, kemudian beralih pada Jo. "Jo, bagaimana dengan rute pelariannya?"
Jo menggeleng. "Seluruh jalan sudah terblokir. Lorong-lorong tertutup oleh reruntuhan. Satu-satunya jalan adalah lewat atas, tapi aku tidak tahu bagaimana cara menembus atapnya."
"Biar aku yang tangani." Eunchae mengangkat stafnya ke atas. Cahaya berpusat di ujungnya yang berbentuk bulan sabit. Begitu cahaya terkumpul sangat terang, sebuah tembakan melesat dari sana dan melubangi langit-langit gua. Eunchae melakukannya beberapa kali hingga akhirnya mereka dapat melihat langit lagi.
Melalui lubang besar di atap, mereka terbang keluar.
Situasi di lapangan tidak tampak baik. Tribun penonton roboh dan ada sebuah lubang yang sangat besar di tengah-tengah.
"Harap jangan panik! Berjalan dengan tertib menuju pintu darurat! Bantuan akan segera datang, kita akan baik-baik saja."
Di tengah kekacauan itu, Jungwon benar-benar kagum pada anak-anak dari klub penyiaran. Mereka mengarahkan semua orang dengan kalimat yang tenang dan tertata, bahkan sempat memberikan kata-kata penghibur juga.
Sudut mata Jungwon menangkap Sunoo yang kelihatannya sedang terjebak reruntuhan. Tanpa menghiraukan peringatan Taki, Jungwon langsung menjatuhkan dirinya ke bawah.
Dengan floating, Jungwon dapat turun menuju tempat Sunoo dengan aman. "Sunoo, apa kau terluka?" tanyanya.
"Tidak ku rasa, tapi kakiku terjepit."
Jungwon membantu Sunoo menyingkirkan puing-puing yang menindih kaki Sunoo sampai paha.
"Terima kasih, Jungwon."
KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS: The Academy of Magic | ENHYPEN
FanfictionJungwon menghabiskan hari-hari dengan menghindari penagih hutang yang mencari ayah brengseknya. Ketika Jungwon mulai putus asa akan masa depan, ayahnya memberitahu Jungwon sesuatu yang tak masuk akal. "Ibumu adalah seorang penyihir." !baku!