Golem Yeonjun sampai tepat waktu. Begitu Yeonjun merasakan hawa membunuh dari arah anak-anak didiknya, dia langsung memerintahkan dua golemnya untuk membawa mereka menjauh dari sana. Terlambat sedikit, mungkin anak-anak itu hanya akan sisa kaki dan tangannya saja.
Yeonjun langsung melompat pergi dari tempat itu dan berlari bersama golem-golem yang membawa ketiga muridnya.
"Sir!"
"Kita harus lari, tidak ada kesempatan bagi kita untuk melawan monster sepertinya."
Mereka sempat menoleh ke belakang di mana gedung-gedung menghilang dan hanya tersisa tanah lapang yang kosong. Serangan Lotte barusan pasti telah menghancurkan semuanya.
"Sihir keturunan Keluarga Charlotte adalah manipulasi ruang dan dimensi, sama seperti orang itu, kan?"
"Sir Yeonjun tahu tentang sihir Keluarga Charlotte?" tanya Jungwon.
"Tentu saja, aku tahu semua sihir milik anak didikku."
Sunghoon bersuara. "Jadi, yang barusan itu..."
"Dia membuat ruang secara sembarangan, lalu meniadakannya. Apa pun termasuk tubuh kalian, bila terjebak dalam ruang itu maka–"
"Itu akan terpotong," sambung Sunghoon yang diangguki oleh Yeonjun.
Yeonjun menambahkan, "Bukan hanya serangannya punya jangkauan yang luas, tapi jumlah energi sihir dalam tubuhnya juga mengerikan. Hanya mereka yang berada dalam tingkat mage yang bisa mengimbangi seseorang seperti dia."
Ketika mereka sedang berlari, tiba-tiba sesuatu menabrak atap dan jatuh di depan mereka. Itu adalah Jake yang terlempar kira-kira lebih dari tiga kilometer jauhnya dari tempatnya semula.
"Jake! Kau baik-baik saja!" Sunghoon buru-buru menghampiri Jake yang terkapar di jalanan.
Banyak luka di sekujur tubuh Jake, kepalanya mengeluarkan darah, dan kesadarannya tipis. Meskipun begitu, bukan Jake namanya kalau dia tidak bisa bangun lagi.
"Apa yang terjadi padamu?"
Tidak mendengarkan pertanyaan Sunghoon, Jake buru-buru bangkit dan berniat kembali ke tempat di mana ayahnya dan Ander sedang bertarung. Namun, Yeonjun dengan sigap menahannya.
"Lepaskan aku!" Jake memberontak. "Ayahku! Ayahku ada di sana bersama monster itu!"
Yeonjun tidak bodoh untuk menyadari bahwa Jake sengaja dilempar menjauhi medan pertempuran untuk menyelamatkannya.
"Saya harus membantu ayah saya! Tolong lepaskan saya, Sir!"
Jungwon tidak pernah membayangkan bahwa dia akan melihat seorang Jake Anderson menangis tersedu-sedu seperti itu. Saat Walpurgis, Jake bahkan masih bisa tersenyum meski di ambang kematian, tapi sekarang hanya ada ketakutan di wajahnya.
"Jake, ayahmu berusaha untuk menyelamatkanmu. Kau harus menghargai keputusannya." Yeonjun mengerahkan tenaganya untuk menahan tangan dan kepala Jake.
"Tapi kalau sampai ayah saya tidak ada lagi, apa yang harus saya lakukan?"
"Kau harus percaya padanya. Tuan Johan bukan penyihir lemah seperti yang kau pikirkan."
Setelah Jake sudah agak tenang, Yeonjun memanggil grifiinnya dengan bersiul. Tidak lama kemudian, tiga ekor griffin sampai di hadapan mereka. Ke mana pun itu, mereka harus segera melarikan diri ke tempat yang aman sampai para penyihir yang lebih kuat menyelesaikan semua masalah di sini.
"Kita mau ke mana, Sir?" tanya Jay.
"Ke mana saja, asal bukan di sini."
"Tapi..." Suara Jay terdengar bergetar. "Saya rasa kita tidak akan bisa lari."
Mereka mendongak ke langit di mana sebuah bola cahaya berukuran sangat besar terbuka seakan-akan hendak menelan seluruh Capitol. Lotte pasti berniat untuk menghancurkan semuanya dalam sekali serang.
Saat itu, Jungwon menyadari bahwa sebenarnya dulu Lotte bisa saja memusnahkan umat manusia dalam waktu singkat, tapi dia tidak melakukannya. Kenapa? Karena Lotte ingin manusia-manusia itu merasakan apa yang dia rasakan; ketakutan, kesakitan, dan kehilangan. Semua perasaan yang jauh lebih mengerikan ketimbang kematian yang instan.
"Kita berakhir di sini."
"Tidak. Tidak hari ini."
Tepat di bawah bola cahaya besar itu, sebuah lempengan kaca muncul dan terus menggandakan diri membentuk kubah yang melindungi seluruh kota. Capitol seolah-olah sedang dimasukkan ke dalam sebuah bola kaca raksasa yang keras dan berkilau.
Yeonjun menghembuskan napas lega. "Itu Heeseung."
Tabrakan antara kubah itu dengan bola cahaya menggetarkan tanah yang mereka pijak. Dengan gerakan pelan, kubah itu melengkung ke atas dan membungkus bola cahaya yang dibuat Lotte. Dalam sebuah ledakan cahaya yang menyilaukan, Capitol akhirnya selamat dari kehancuran.
Heeseung menjatuhkan staf yang barusan dia pakai untuk membuat sihir kubah itu ke dalam subspace, lalu mendekati Lotte yang melayang di hadapannya. "Sama sekali tidak mirip. Padahal kalau menilai dari sihirmu barusan, seharusnya kau adalah leluhurku, bukan?"
Lotte hanya mengikuti pergerakan Heeseung yang mengitari tubuhnya dengan pandangan mata. Dia sama sekali tidak menanggapi Heeseung dan menghilang begitu saja.
"Huh?" Heeseung menautkan alis.
"Kak Heeseung!"
Heeseung turun untuk menghampiri Jungwon dan yang lain di bawah sana. "Akhirnya kau tertangkap juga, ya, Jungwon?"
"Maafkan aku."
"Tidak, ini kesalahan kami," sahut Sunghoon cepat,
"Oke, oke, ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan. Ada masalah genting yang harus kita hadapi sekarang," lerai Heeseung.
"Tapi ke mana Lotte pergi? Kenapa dia tidak melawanmu?" tanya Yeonjun.
Heeseung menggeleng sebagai jawaban. "Saya juga ingin menanyakan hal yang sama."
Jungwon tiba-tiba teringat tentang desa penyihir di masa lalu dan dia menyadari ke mana Lotte akan pergi. "Akademi! Dia pergi ke akademi."
"Akademi?"
"Ya, karena mayat Solace berada di danau akademi maka seharusnya lokasi penyihir di masa lalu juga tidak jauh dari sana."
Heeseung menambahkan, "Dan mengetahui bahwa desanya telah digusur menjadi sebuah sekolah tidak akan membuat leluhur kita ini senang."
Tidak lama setelah Heeseung membereskan kalimatnya, menara paladin diserang. Beberapa tembakan hitam Ander terlihat menyasar menara paladin dan sekitarnya. Waktu itu, Heeseung terdiam kaku dan ragu-ragu.
Apa yang harus dia lakukan? Ke mana dia harus pergi?
Sementara Heeseung dihadapkan pada dua pilihan –melindungi akademi atau mempertahankan Capitol, kekacauan terus terjadi di sekitar mereka. Musuh mereka saat ini bukan hanya Lotte dan Ander, tetapi juga Federasi Kebebasan.
Sunghoon sudah menyiapkan pasukan Verity sejak awal untuk melindungi kota, tapi ternyata itu masih tidak cukup sehingga mengharuskan para penyihir untuk bertahan dengan kemampuan mereka sendiri. Mengetahui bahwa Ander telah mencapai menara paladin, sepertinya Johan telah kalah dan Jake terlihat semakin putus asa.
Saat satu lagi serangan sampai ke menara paladin, Jungwon memanggil Heeseung dengan suara pelan, "Kak?"
Jungwon memang tidak selalu suka dengan senyum Heeseung karena dia seringkali tersenyum untuk meremehkan orang lain. Akan tetapi, Jungwon lebih tidak suka lagi dengan senyum yang Heeseung berikan saat ini karena itu terlihat dipaksakan. "Beomgyu pasti akan mereset semua game yang ku simpan kalau aku pergi ke menara paladin sekarang."
Ketika Heeseung menghilang dari sana –menuju akademi, Jungwon merasakan kesedihan yang tidak bisa dia jelaskan alasannya.
-to be continued-
Mungkin kurang dari sepuluh chapter lagi, cerita ini akan berakhir.
![](https://img.wattpad.com/cover/348429128-288-k965560.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS: The Academy of Magic | ENHYPEN
FanfictionJungwon menghabiskan hari-hari dengan menghindari penagih hutang yang mencari ayah brengseknya. Ketika Jungwon mulai putus asa akan masa depan, ayahnya memberitahu Jungwon sesuatu yang tak masuk akal. "Ibumu adalah seorang penyihir." !baku!