Pintu kamar Jungwon diketuk di malam hari. Dengan langkah yang sempoyongan karena masih mengantuk, Jungwon berjalan ke arah pintu dan bertemu dengan wajah Heeseung setelah ia membukanya.
"Ada yang ingin ku bicarakan denganmu. Sebentar saja."
Jungwon sempat menoleh pada Niki dan Sunoo yang masih terlelap sebelum akhirnya mengikuti Heeseung keluar. "Ada apa?"
"Kami bisa melindungimu di semua tempat, tapi akademi adalah masalah lain. Tidak sembarang orang bisa masuk ke akademi selama akademi memiliki Crown Protection. Terlebih lagi, operasi untuk melindungimu adalah sesuatu yang dirahasiakan dari Dewan Pertimbangan, jadi kami mencari cara lain," jelas Heeseung.
Heeseung memberi Jungwon sebuah kalung dengan liontin kristal berwarna biru dongker. Ada sebuah bunga yang menghubungkan bandul kristal itu dengan rantai kalungnya yang terbuat dari perak.
"Kalung?" tanya Jungwon.
"Ada pelacak dalam kalung itu. Semua orang yang hadir dalam pertemuan ini memiliki akses untuk mengetahui lokasimu lewat ponsel. Namun, bila situasimu tidak memungkinkan, kau juga bisa memutar bunganya dan kau akan langsung diteleportasi ke menara paladin."
Jungwon memperhatikan kalung itu. Samar-samar, kristalnya mengeluarkan cahaya berkelap-kelip seperti halnya langit berbintang. "Terima kasih, Kak. Ini cantik sekali."
"Hmm..." Heeseung diam sesaat. "Itu Beomgyu yang buat."
"Ah, kalau begitu sampaikan terima kasihku padanya."
Heeseung mengangguk. "Jaga dirimu, Jungwon."
"Apa lagi yang kau inginkan dariku, Rico?"
Rico tidak memberi Jungwon jawaban. Dia justru memberi isyarat pada anak-anak yang mengikutinya untuk menyerang Jungwon bersama-sama. Mereka bahkan telah bersiap dengan peredam telinga seolah-olah mereka sudah merencanakan serangan ini dengan sangat matang.
Jungwon menyadari sejak Heeseung mengatakannya saat dia diserang tempo hari lalu bahwa Jungwon tidak butuh lawannya untuk mendengar perintahnya hanya dengan telinga. "Berhenti!"
Satu anak yang ditatap Jungwon benar-benar berhenti. Namun, sayangnya ada lebih banyak anak yang datang kepadanya dari berbagai arah dan Jungwon masih belum sampai ke tahap di mana dia bisa mengendalikan banyak orang sekaligus. Yah, setidaknya dalam keadaan sadar seperti ini.
Tangan dan kaki Jungwon ditahan oleh akar-akar kuat. Jungwon mengeluarkan api untuk membakarnya, tapi dia langsung disambut oleh sihir pengerasan Rico.
Aku ini anak yang mau jadi seorang mage! batin Jungwon pantang menyerah.
"Alternate."
Tekad Jungwon membentuk gelangnya menjadi sebuah palu besar yang ia gunakan untuk menghancurkan batu yang memerangkap kakinya. Dia gunakan pula palu itu untuk menghantam wajah anak-anak yang menyerangnya.
Rico tidak mungkin berani menyerang di siang bolong, terlebih lagi di sebuah tempat terbuka seperti ini. Jawaban dari keanehan itu Jungwon temukan saat dia melihat seorang siswa berdiri agak jauh dari mereka sambil memegang sebuah prisma kaca.
"Itu penghalang," gumam Jungwon.
Sihir penghalang baru diajarkan di tahun kedua. Itu artinya, saat ini Rico pasti tidak hanya membawa antek-anteknya di kelas satu, melainkan juga dari kelas dua. Jungwon bukannya takut dihajar kakak kelas, tapi melawan mereka sendirian akan sangat merepotkan.
Jungwon mengeluarkan kalungnya dan berencana kabur ke menara paladin. Akan tetapi, seseorang menendang tangan Jungwon. Kalungnya ditarik paksa, kemudian dibuang jauh-jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS: The Academy of Magic | ENHYPEN
FanfictionJungwon menghabiskan hari-hari dengan menghindari penagih hutang yang mencari ayah brengseknya. Ketika Jungwon mulai putus asa akan masa depan, ayahnya memberitahu Jungwon sesuatu yang tak masuk akal. "Ibumu adalah seorang penyihir." !baku!