Jungwon bangun oleh dering alarm di ponselnya. Hari masih gelap dan tubuhnya lelah luar biasa, tapi Jungwon tidak boleh terlambat masuk kerja atau dia bisa dipecat.
Dengan mengayuh sepeda, Jungwon menyusuri komplek perumahan mewah sambil melempar koran melalui pagar-pagar. Pagi ini sangat dingin karena musim gugur sudah mau berakhir. Tangan Jungwon yang memegang setang sepeda sampai kaku rasanya.
Setelah matahari naik agak tinggi, Jungwon melanjutkan perjalanannya menuju minimarket. Dia memakan sarapannya –sebungkus kimbap segitiga sambil membereskan rak-rak dan mengepel lantai. Kalau dipikir-pikir, apakah ada anak seusia Jungwon yang bekerja lebih keras darinya di dunia ini?
Ayahnya yang brengsek itu kabur meninggalkan setumpuk hutang yang Jungwon tidak ingin sering-sering ingat berapa nominalnya. Berulang kali Jungwon ingin mengakhiri hidupnya karena merasa tak mampu, tapi jauh di sudut hatinya, Jungwon tahu bahwa ada hari indah yang akan datang padanya suatu saat nanti.
Sambil menunggu pembeli di balik meja kasir, Jungwon memainkan ponselnya. Dia mengecek jumlah pengeluaran bulan ini dan sepertinya dia hanya punya dua pilihan untuk bertahan hidup sambil membayar hutang; menambah pekerjaan atau mengurangi uang makan.
"Aku sudah benar-benar lelah, tapi kalau makan sehari sekali yang ada aku bakal mati," keluh Jungwon sambil mengusap wajah frustasi.
Denting notifikasi terdengar dari ponselnya. Itu adalah pesan dari salah satu teman SMP Jungwon yang sudah lama tak ia hubungi.
Kira-kira sudah setahun sejak Jungwon hidup sendirian di dunia ini. Tanpa teman atau keluarga.
Teman yang memang sempat dekat dengannya itu mengirimi Jungwon tautan untuk sebuah webnovel yang sepertinya temannya itu tulis sendiri. Dia meminta Jungwon untuk membacanya dan menulis ulasan agar ceritanya naik.
Jungwon mengedikkan bahu. Tidak ada salahnya untuk hiburan, toh gratis juga.
Namun, siapa yang menyangka kalau novel yang hanya sedikit pembacanya itu sekarang jadi semacam candu untuk Jungwon. Dia membacanya setiap malam sebelum tidur atau ketika dia ada waktu luang sambil jaga minimarket. Bila tidak ada chapter baru, maka Jungwon akan membaca ulang chapter sebelumnya sampai bosan.
Ceritanya sederhana saja, tentang seorang yatim piatu miskin yang akhirnya ditemukan oleh kakeknya yang kaya raya dan melanjutkan hidup sebagai tuan muda yang dicintai oleh semua orang. Dunia dalam novel itu punya sihir dan si peran utama merupakan seorang penyihir yang sangat kuat.
Tanpa sadar, Jungwon mulai memproyeksikan dirinya sebagai peran utama di novel itu. Jungwon pikir, bahagia sekali hidupnya bila dia punya nasib yang sama.
Saking tenggelamnya dia dalam cerita novel itu, tak jarang Jungwon bermimpi menjadi peran utama. Mimpi yang terasa sangat nyata. Mimpi yang begitu menyenangkan sampai Jungwon enggan bangun di pagi hari.
Aku akan melakukan apa pun untuk melindungi hidupku bila aku adalah tuan muda itu.
Begitulah salah satu komentar yang Jungwon tuliskan di salah satu chapternya. Hidup Jungwon terasa jadi lebih mudah sejak ia membaca novel itu. Dia merasa punya semangat baru untuk bertemu hari esok.
Akan tetapi, suatu kali kenyataan menamparnya ketika pria-pria berbadan besar datang ke rumahnya, menagih hutangnya, dan memukul Jungwon karena ia tak mampu membayarnya. Sambil bersandar lemah dengan lebam di sekujur tubuh, Jungwon menggulir layar ponselnya, membaca novel itu lagi dan lagi.
Air matanya perlahan turun. Seandainya dia adalah tuan muda dalam novel itu, dia tidak perlu kelaparan lagi, dia tidak akan merasa kesepian karena dia punya orang-orang yang peduli padanya. Bahkan bila kesedihan dan kemalangan menimpanya, Jungwon yakin dia akan baik-baik saja karena setidaknya tuan muda itu tidak sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS: The Academy of Magic | ENHYPEN
FanfictionJungwon menghabiskan hari-hari dengan menghindari penagih hutang yang mencari ayah brengseknya. Ketika Jungwon mulai putus asa akan masa depan, ayahnya memberitahu Jungwon sesuatu yang tak masuk akal. "Ibumu adalah seorang penyihir." !baku!