Sunoo dirawat di ruangan lain tidak jauh dari tempat Jungwon. Setelah Jungwon puas menangis di pelukan kakeknya, dia pergi mengunjungi Sunoo.
Di sana, sudah ada Niki yang duduk di samping ranjang. Begitu ia melihat kedatangan Jungwon, Niki langsung memeluknya dengan erat. Tidak ada air mata, tapi Jungwon dapat merasakan emosi yang meluap dari eratnya pelukan Niki padanya.
Tidak banyak suara yang Niki keluarkan, dia hanya berkata, "Terima kasih."
Jungwon mengelus punggung Niki dengan senyuman di wajahnya. "Bagaimana dengan Sunoo?"
Niki melepaskan pelukannya, lalu menoleh ke arah satu-satunya ranjang di ruangan itu. Dari tingginya selimut, Jungwon hanya dapat melihat rambut merah Sunoo yang menyembul. Maka dari itu, dia berjalan mendekat.
Kaki Jungwon langsung lemas begitu ia bertemu dengan wajah Sunoo yang tersenyum padanya. Sunoo mengangkat satu tangan untuk menyapa Jungwon. "Hai, Jungwon."
"Syukurlah kau masih hidup," ujar Jungwon.
"Apa maksudmu? Tentu saja aku masih hidup!" sembur Sunoo dengan suara keras. "Aku bahkan bangun lebih cepat darimu."
Banyak hal baik yang terjadi begitu ia terbangun dari mimpi buruknya dan itu membuat Jungwon merasa sangat bahagia. Jungwon tidak suka mengingat keputusasaan yang dia rasakan di realita palsu yang ia tinggali sebelum ini. Namun, bila dia mengingat penderitaan itu, Jungwon merasa kebahagiaannya dikali seribu.
"Apa kau terluka, Jungwon?" tanya Niki. "Aku tidak bisa mengunjungimu sama sekali sebelum ini, jadi aku benar-benar tidak tahu bagaimana kondisimu."
Jungwon menunjukkan beberapa perban yang melilit tangan dan lehernya. "Hanya luka bakar kecil. Soobin bisa menyembuhkannya sampai tanpa bekas. Jangan khawatir."
"Kau yakin hanya itu?"
Jungwon dapat merasakan betapa frustasinya Niki selama ia tak ada. Itu pasti sangat berat baginya, jadi Jungwon pikir tatapan mata penuh ketidakpercayaan itu pantas Niki layangkan kepadanya.
Memang bukan hanya itu, tapi aku sudah baik-baik saja. Aku tidak bohong," jawab Jungwon mantap.
Setelah itu, mereka hanya bertanya dan berbicara tentang semua hal yang menyenangkan. Sama sekali menyingkirkan pembahasan mengenai Walpurgis dan penyerangan itu.
Sunoo bangun kira-kira seminggu yang lalu. Dia sudah jauh membaik meskipun masih sulit baginya untuk menggunakan sihir berskala besar.
"Kabarnya liburan kita akan diperpanjang," kata Niki.
"Sampai kapan?"
Niki menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Banyak yang harus dibenahi."
Tanpa sadar, Niki membuka pembahasan soal penyerangan Walpurgis. Begitu kalimatnya selesai, Niki langsung diam begitupun Jungwon dan Sunoo.
"Anu," Jungwon bersuara. "Aku minta maaf."
"Untuk apa?"
"Untuk semua yang sudah terjadi dan mungkin yang akan terjadi setelah ini."
Suasana di antara mereka tiba-tiba berubah. Hening yang menghampiri mereka membuat udara di ruangan jadi terasa berat.
Niki bilang, "Kau sama sekali tidak akan mendengarkan perkataanku, kan?"
"Makanya aku minta maaf." Jungwon menunduk. "Aku melukai banyak sekali orang hari itu. Kalau tidak ada Kak Sunghoon di sana, entah berapa orang yang mati di tanganku. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menebusnya."
Niki dan Sunoo mengerti kalau mereka adalah siswa sekolah biasa dan satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan di situasi sekarang hanyalah dengan mengandalkan orang dewasa. Akan tetapi, Jungwon punya beban lain yang berbeda dari mereka dan itu bukanlah sesuatu yang bisa mereka pahami sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS: The Academy of Magic | ENHYPEN
Fiksi PenggemarJungwon menghabiskan hari-hari dengan menghindari penagih hutang yang mencari ayah brengseknya. Ketika Jungwon mulai putus asa akan masa depan, ayahnya memberitahu Jungwon sesuatu yang tak masuk akal. "Ibumu adalah seorang penyihir." !baku!