Setelah dirinya gagal menghancurkan kota, Lotte tidak ingin membuang-buang tenaga untuk memusnahkan tempat yang tidak ia kenal. Oleh karena itu, Lotte pergi ke lokasi di mana dulunya desa penyihir berada. Sudut mata Lotte berkedut tak suka saat ia menyadari betapa lama waktu berlalu dan kini desa itu sudah tidak ada lagi berganti menjadi sebuah gedung besar dengan bangunan-bangunan lain yang menurutnya tidak boleh ada di sana.
Wajah Lotte berkerut. "Tidak bisa dimaafkan. Di manapun itu, mengapa semua orang seolah ingin merebut apa yang berharga bagiku? Memangnya apa salahku?"
Akademi Polaris dilindungi oleh sihir Crown Protection yang dapat meniadakan semua serangan dan juga mendeteksi bila ada penyusup. Tidak ada sihir yang mampu menembus kubah itu, kecuali tentu saja orang yang membuatnya.
Lotte meretakkan pelindung itu dengan ekspresi datar dan sama sekali tanpa kesulitan. Semua penyihir di Akademi Polaris baik siswa maupun guru menyadari bahwa ada bahaya yang mengintai mereka. Jadi, ketika pelindung itu pada akhirnya hancur berkeping-keping, mereka hanya bersiap untuk melindungi diri mereka masing-masing tanpa banyak melemparkan tanya.
Sunoo menatap ke langit, pada Lotte yang terlihat kecil dalam pandangannya. "Sepertinya mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan dari Jungwon."
Lotte mengangkat tangannya dan membuat satu lagi bola cahaya untuk memusnahkan apa pun itu yang berdiri di atas tanah yang ia cintai. "Eater."
Bola cahaya itu terus membesar hingga terlihat mampu menelan seluruh wilayah akademi. Para guru yang membuat pelindung pun hanya bisa pasrah melihat betapa besar sihir yang akan segera melahap mereka hidup-hidup. Akan tetapi, ketika bola itu dijatuhkan, sesuatu memotongnya dan memudarkannya sampai tak bersisa.
Heeseung datang dengan sebuah pedang hitam di tangannya. Itu adalah sebuah relik berbentuk pedang yang memiliki kemampuan untuk memotong semua sihir jenis apa pun.
Sambil meletakkan pedang itu di pundak, Heeseung berkata dengan ringan, "Setelah ini, aku akan dengan senang hati mengantarmu ke panti jompo. Mau pemandangan pantai atau pegunungan? Pilih saja mana pun yang kau suka."
"Black sword." Bukannya membalas perkataan Heeseung, Lotte justru fokus pada pedang yang ia bawa. "Pedang itu sepertinya buatan Ander, tapi aku tidak bisa mengingat kapan dia membuatnya."
"Tentu saja kau tidak bisa ingat," sahut Heeseung cepat. "Dirimu itu hanya berasal dari sepotong ingatan buruk yang penuh dendam. Mana mungkin kau mengingat hal-hal baik dan luar biasa yang kau dan saudara-saudaramu lakukan untuk membangun dunia ini? Kau yang tidak tahu apa-apa beraninya datang-datang berbuat kekacauan di dunia sihir."
Sebuah bola cahaya ditembakkan ke arah Heeseung, tapi Heeseung dengan cekatan memotongnya. Dia memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekati Lotte. Namun, Lotte menghilang begitu cepat.
Lotte mengayunkan tangannya pada Heeseung dan Heeseuung juga menghindarinya dengan berpindah ke posisi lain.
Mereka berdua seimbang dalam kecepatan karena mereka sama-sama dapat melakukan teleportasi.
Semua orang yang melihat pertarungan antara Heeseung dan Lotte merasa takjub. Itu adalah sebuah pertarungan yang bahkan mereka semua tak berani mimpikan karena perbedaan kekuatan yang sunggguh bak langit dan bumi.
Semua penyihir memiliki bakat dan kemampuan yang sudah ditentukan sedari mereka lahir. Mungkin hanya bila mereka terlahir kembali di kehidupan selanjutnya, barulah mereka boleh memimpikan pertarungan di langit yang menakjubkan seperti itu.
.
.
Jungwon dan yang lainnya sampai di akademi di waktu yang hampir sama dengan Federasi Kebebasan. Anggota federasi yang dibawa Ivarr begitu banyak jumlahnya, mungkin seratus atau bahkan dua ratus orang. Seharusnya sebagian besar dari organisasi itu sedang mengacau di Capitol. Mereka tidak punya keperluan di sini.
"Jungwon!"
Segera setelah turun dari griffin, Jungwon langsung bertemu dengan Niki dan Sunoo yang kebetulan juga melihat kedatangannya. Kedua anak itu tidak ingin bertanya bagaimana keadaan Jungwon sekarang karena jawabannya pasti dia tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja.
"Banyak sekali yang datang ke sini," kata Niki.
"Ku rasa hanya sedikit dari mereka yang betulan manusia."
Dugaan Sunoo benar. Ketika salah satu siswa berhasil melukai anggota federasi yang datang ke arahnya, lubang yang ia buat pada badan anggota itu menutup dengan sangat cepat.
"Mereka hanya boneka. Manusia buatan yang digerakkan dengan sihir," ujar Sunoo lagi. "Kita harus mencari Ivarr dan membunuhnya kalau mau menang."
Ketiga anak itu mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan Ivarr. Namun, sulit sekali menemukan seseorang di antara kekacauan seperti ini. Alih-alih, mereka justru menyaksikan betapa genting situasi yang sedang menimpa mereka sekarang.
Siswa-siswa bertarung sekuat yang mereka bisa. Beberapa yang tidak pandai bertarung memilih kabur atau membuat pelindung sambil berdoa untuk keselamatan mereka di dalamnya. Guru-guru memiliki beban yang lebih berat karena mereka harus bertarung sambil melindungi para siswa di waktu yang sama.
Yeonjun mengeluarkan begitu banyak golem hari ini dan semuanya adalah ciptaannya yang paling kuat. Sayangnya, tidak seperti homunculus Ivarr yang dapat dengan cepat memulihkan diri ketika dipotong atau dilubangi, golem-golem Yeonjun lebih rapuh dan mudah hancur meski kekuatannya lebih besar.
"Ini benar-benar menguras energi," kata Yeonjun dengan napas terengah-engah.
"Kak, kau mundurlah dulu." Jay menjauhkan Yeonjun dari pusat kekacauan sambil terus mengawasi sekitar.
Akademi Polaris tidak memiliki teknik bertarung dalam mata pelajarannya. Hanya sedikit siswa yang mampu menggunakan sihir mereka untuk melawan atau bahkan hanya sekedar untuk melindungi diri. Di waktu yang sulit seperti ini, mereka hanya bisa bergantung pada para guru atau murid-murid yang lebih kuat seperti Jay misalnya.
Jay membuat sebuah pelindung dari es yang keras dan tak tertembus di sekeliling Yeonjun. Jay bilang, "Ini akan sedikit dingin, tapi bersabarlah."
"Ini menggelikan karena aku justru dilindungi oleh muridku."
"Anggap saja sekarang posisimu adalah kakakku, bukan guru."
Setelah mengatakan itu, Jay pergi untuk membantu siswa yang lain. Yeonjun mengamati Jay yang melepaskan pisau-pisau angin dari posisinya dengan tatapan bangga. Anak kecil lusuh yang dia temui saat kunjungan mendadaknya ke panti asuhan sekarang telah tumbuh menjadi seseorang yang bisa diandalkan.
"Cepat sekali waktu berlalu."
Di tempat lain, Sunghoon nampak kesulitan menghadapi semua musuhnya sekaligus melindungi para siswa sendirian. Jake saat ini sedang berada dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk membantunya, justru dia yang harus melindungi Jake sekarang.
Sunghoon bisa saja membentak Jake sama seperti dia membentak bawahannya yang kadang menjadi emosional saat misi, tapi duka Jake sekarang mungkin terlalu berat untuk dia atasi. Terlebih lagi dengan semua tekanan yang ia hadapi akhir-akhir ini.
"Hei, Sunghoon awas!"
Seorang teman sekelas memperingatkan Sunghoon ketika salah satu homunculus menyerangnya dari belakang. Akan tetapi, saat ini rantai-rantai Sunghoon sudah sangat sibuk dan dia begitu ceroboh karena tidak menyisakan satu rantai pun untuk melindungi dirinya sendiri.
"Ah, sial."
Sunghoon sudah pasrah dan rela kalau ada satu bagian tubuhnya yang hilang dalam pertempuran ini. Namun, tepat sebelum ujung tajam pisau menyentuh kulit Sunghoon, homunculus itu terlempar jauh dan terjerembab ke atas tanah. Sebuah batu besar menindihnya dengan bunyi bum! yang keras. Tangan dan kakinya yang masih bergerak-gerak ditindih lagi dengan batu-batu lain hingga akhirnya benar-benar tidak terlihat.
"Jake?"
Sambil melepaskan magnetic stone ke udara, Jake melangkah dengan pijakan yang mantap dan dalam. Perburuannya dimulai dari sekarang.
"Untuk ayahku."
-to be continued-
Coba tebak siapa karakter favorit saya di Polaris :) Kalau ada yang benar, double update.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS: The Academy of Magic | ENHYPEN
FanficJungwon menghabiskan hari-hari dengan menghindari penagih hutang yang mencari ayah brengseknya. Ketika Jungwon mulai putus asa akan masa depan, ayahnya memberitahu Jungwon sesuatu yang tak masuk akal. "Ibumu adalah seorang penyihir." !baku!