Tidak akan berlebihan kalau dikatakan bahwa Walpurgis merupakan perayaan tahunan paling meriah di dunia sihir. Festival itu dihadiri oleh seluruh siswa tahun pertama dari empat puluh sekolah dan tidak jarang ada orang tua siswa yang ikut mendampingi juga.
Itulah kenapa selama lima puluh tahun, Walpurgis hanya diadakan di sekolah-sekolah besar yang punya cukup lahan untuk menampung semua pengunjungnya. Walpurgis diadakan di sekitar salah satu lapangan terbesar di akademi, tepatnya di dekat hutan yang sebelumnya dipakai untuk ujian. Seandainya tiket turnamen dijual untuk umum juga, mungkin Akademi Polaris tidak akan sanggup mengatasi semua orang bahkan bila mereka membuka akses sampai ke dalam hutan.
Berbagai klub dari setiap sekolah dapat mengajukan diri untuk membuka stan selama festival. Untuk sekolah yang tidak berhasil lolos ke tahap turnamen, stan-stan ini dianggap sebagai kesempatan bagi mereka untuk mempromosikan sekolah.
Kegiatan besar semacam ini tentunya memiliki pengamanan yang sangat ketat. Apalagi itu melibatkan anak-anak yang akan menjadi masa depan dunia sihir.
"Aku tidak ingat kalau Verity dipimpin oleh seorang anak SMA." Heeseung menatap sinis pada Sunghoon yang baru saja selesai mengarahkan pasukannya.
"Kalau begitu kau harus mengingatnya mulai dari sekarang," balas Sunghoon acuh.
"Dan apakah Anderson mengirim tuan mudanya juga?" Heeseung beralih pada Jake.
"Oh ayolah, memang apa yang bisa terjadi di festival anak-anak?"
Heeseung menatap Jake tidak suka. Tangannya terasa gatal untuk tidak menonjok muka anak itu sekarang juga, di tempat ini.
"Jake," tegur Sunghoon. "Kau tidak seharusnya berkata seperti itu."
Jake mendengus. "Aku tahu, aku tahu. Kau tidak perlu khawatir, Heeseung. Aku bisa menjamin keselamatan semua orang yang ada di sini."
"Ujar seseorang yang kalah dariku dalam waktu kurang dari satu menit."
Merasa kalau Jake bisa meledak sekarang, Sunghoon langsung berdiri di depannya. Dia menghadap Heeseung dengan wajah setenang yang ia bisa. Sudah banyak kabar beredar kalau Heeseung itu senang membuat orang lain naik pitam dengan mulut licinnya dan Sunghoon tidak ingin terjadi keributan di hari sibuk seperti ini.
"Tolong tenanglah," kata Sunghoon. "Kami memang tidak sekuat dirimu, tapi kami sudah bersumpah atas nama keluarga sebagai pelindung dunia sihir."
"Aku berani bertaruh kalau ini bukan tugas pertama kalian, tapi aku harap kalian tidak tinggi hati. Tolong lakukan semua hal yang kalian bisa. Semuanya." Heeseung menepuk pundak Sunghoon sebelum menghilang dari sana.
Di waktu yang sama, orang-orang dengan jubah berwarna merah memasuki wilayah akademi dalam sebuah rombongan besar. Ketika mereka melewati Sunghoon, Sunghoon menahan mereka.
"Siapa kalian?"
"Kami dari Red Apple," jawab salah satu dari mereka.
"Red Apple?"
"Guild pengawal."
Dahi Sunghoon berkerut. "Apa keperluan kalian ke sini? Festival ini terbatas untuk murid dan wali murid saja."
"Untuk apa lagi? Tentu saja kami datang karena diminta mengawal jalannya Walpurgis."
Sunghoon mengamati wajah di balik jubah merah itu. Pria yang bicara padanya tersenyum teduh dan entah mengapa itu tak terasa nyaman bagi Sunghoon.
Bukankah Heeseung sudah memperingatkan agar akademi tidak menambah personil dari yang sudah disetujui?
.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS: The Academy of Magic | ENHYPEN
Fiksi PenggemarJungwon menghabiskan hari-hari dengan menghindari penagih hutang yang mencari ayah brengseknya. Ketika Jungwon mulai putus asa akan masa depan, ayahnya memberitahu Jungwon sesuatu yang tak masuk akal. "Ibumu adalah seorang penyihir." !baku!