41 - Dewan Pertimbangan

929 170 26
                                    

Disclaimer: Chapter ini bakalan cukup panjang dan membosankan.

Tak pernah sekali pun terlintas di benak Jay bahwa dia akan menghadiri sidang yang diadakan oleh Dewan Pertimbangan. Ruang sidang begitu besar dan kursi-kursi anggota dewan begitu tinggi dari lantai. Kursi-kursi itu diatur selang seling dengan tinggi yang berbeda-beda. Di antara kursi-kursi itu, terdapat sebuah kursi yang lebih besar dan luas, tempat di mana hakim sidang duduk.

Jay datang kemari sebagai saksi bersama Yeonjun. Awalnya, dia mengira kalau dia hanya akan diinterogasi saja, tapi siapa sangka kalau dia diharuskan untuk menghadiri sidang juga.

Jay dan Yeonjun masuk melalui pintu tengah. Di ruangan itu sudah ada kakek Jungwon –Joseph Alsteris bersama Nox, pelayannya. Kemudian, di sisi kiri terdapat barisan Rochephanta dan Niki yang berdiri di samping ayahnya. Sementara di dekat mereka, Sunghoon duduk dengan beberapa pengawal Verity berbaris di belakang.

"Suasananya tegang banget," bisik Yeonjun pada Jay.

"Tentu saja. Ini adalah sidang tingkat tinggi dan serangan kemarin skalanya sangat besar. Pantas kalau semua orang jadi tegang."

Daripada itu, Jay merasa sedikit kagum pada Sunghoon. Sepertinya Sunghoon sudah sering berada dalam situasi seperti ini, jadi dia terlihat sangat tenang. Sebelumnya, Jay menganggap Sunghoon hanyalah seorang siswa kaya yang tidak begitu pintar dan terkadang sedikit norak. Namun, Sunghoon yang sekarang benar-benar kelihatan berbeda. Dia terlihat sangat berwibawa.

Suara detik jam terdengar nyaring di ruangan besar itu. Tidak satu pun yang berani bicara, bahkan meneguk ludah saja ragu. Jay memeriksa jam tangannya. Seharusnya sidang sudah dimulai sejak lima belas menit yang lalu, entah apa yang mereka tunggu.

Saat itu, suara pintu yang dibuka kasar mengagetkan semua orang. Johan Anderson, kepala keluarga Anderson berjalan dengan langkah lebar. Jubahnya yang tebal dan panjang berkibar saat ia memasuki ruangan.

"Anda terlambat, Sir Johan," tegur hakim yang Jay ketahui sebagai Hanjo Lagrange. Seorang pria sudah tua renta, berjanggut dan berambut putih.

"Tentu saja saya terlambat," balas Johan. "Putra saya sedang dalam kondisi kritis, mana bisa saya meninggalkannya begitu saja. Seharusnya Anda sekalian merasa beruntung karena saya masih mau menghadiri sidang ini."

"Baiklah, mari kita mulai. Sidang ini akan membahas mengenai serangan pada kegiatan Walpurgis di Akademi Polaris dua hari lalu. Kronologinya–"

"Bagaimana kalau kita langsung saja pada pertanyaan untuk para saksi?" Joseph memotong kalimat hakim.

"Joseph Alsteris, ini peringatan!"

"Apa Anda semua akan membiarkan anak-anak muda ini terus menghadiri sidang yang bertele-tele? Selagi kita berumit-rumit di sini, musuh pasti sedang melancarkan rencana mereka yang selanjutnya."

"Joseph, bukan waktumu untuk bicara!"

"Beraninya kau  yang usianya bahkan tidak sampai setengah dari usiaku untuk bicara tak sopan padaku!"

Hanjo Lagrange berdehem canggung.

"Aku setuju dengannya. Kita percepat saja." Di salah satu meja, Heeseung duduk di atasnya sambil menyilangkan kaki. "Apa gunanya prosedur kalau tidak penting, bukan?"

Bukan hanya Rochephanta, tapi Verity dan Anderson begitu pula banyak dari anggota dewan menyetujuinya. Merasa kalau dia tidak bisa berkelit lagi, hakim pun langsung melanjutkannya ke sesi pertanyaan.

"Ini adalah pertanyaan untuk pihak Akademi Polaris." Hanjo melirik Yeonjun dari balik kacamata tipis yang menggantung di ujung hidungnya. "Saat mengetahui ada serangan dan para siswa sedang dalam bahaya, mengapa guru-guru Polaris tidak segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan mereka? Kami mengerti kalau sudah ada personil keamanan yang ditugaskan, tapi bukankah semuanya akan jadi lebih baik kalau saling membantu?"

POLARIS: The Academy of Magic | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang