bab 50 (dengar suara leni)

33 3 0
                                    

Ditanya Mira "sejak kapan berteman dengan Danu?" Leni malah tersenyum renjana, senyum yang menggambarkan perasaan berbunga-bunga. Rasa hati yang kuat untuk menyibak kembali cerita lama yang hampir tergerus waktu.

Jika dihitung-hitung Leni dan Danu sudah berteman cukup lama. Kurang lebih sudah sewindu. Tapi rasanya seperti baru kemarin. Bahkan masih segar dalam ingatan bagaimana prosesnya bisa berjalan sampai saat ini.

Setitik pena dalam kertas kosong ibarat kisah dalam kehidupan. Setiap goresannya dimulai dari titik terkecil dahulu sebelum membentuk huruf dan menjadi sebuah kalimat.

    "Kamu pengen tahu ceritanya seperti apa?" Tanya Leni menanggapi pertanyaan mira yang tadi.

    "Iya." Sahut Mira antusias.

    "Kamu siapa mendengarnya? Soalnya ceritanya sangat panjang lho."

    "Ceritakan saja! Aku akan mendengarkannya."

    "Baiklah kalau begitu, aku akan menceritakan semuanya."

    "Tahun 2004, aku masuk sekolah menengah pertama (SMP). masuk kelas A, kelas unggulan. Dimana para siswanya memiliki nilai diatas rata-rata 85 keatas. Aku duduk di bangku baris ketiga, sedang Danu duduk di bangku samping kananku.

    "Tidak ada yang spesial kala itu. Tidak ada ganteng dan cantik. Tidak ada cinta-cintaan. Yang ada hanya berusaha beradaptasi dengan lingkungan dan pokus pada pendidikan semata. Kala itu mimpi dan cita-cita masih menjadi prioritas utama. Aku bercita-cita ingin menjadi seorang dokter, sama seperti bundaku. Sedangkan Danu tidak jelas cita-citanya mau jadi apa. Tapi orangtuanya mengharapkan dia jadi seorang guru.

    "Sehari dua hari, seminggu dua Minggu, sebulan dua bulan, kami dikelas mulai saling mengenal satu sama lain. Mulai mengetahui karakternya masing-masing. Teman yang ini begini, teman yang itu begitu.

    "Yang aku tahu dari Danu kala itu ialah memiliki sindrom narkolepsi, mudah mengantuk di siang hari. Kami di kelas menjulukinya si pelor. Asal nempel langsung molor.
















Ditanya meera "sejak kapan berteman dengan danu?" Leni malah tersenyum renjana. Senyum yang menggambarkan perasaan senang, rasa hati yang kuat untuk menyibak kembali cerita lama yang hampir termakan waktu.

Leni dan danu sudah berteman selama sewindu, tapi rasanya seperti baru kemarin. Bahkan masih segar dalam ingatan  bagaimana prosesnya berjalan   sampai  sekarang ini.

Setitik pena dalam kertas kosong ibarat kisah dalam kehidupan, setiap coretan nya dimulai dari titik terkecil dahulu, sebelum kemudian di isi dengan beragama huruf dan bentuk sesuai karakter.

Leni sangat antusias menceritakannya pada meera, bahkan membawanya pada flashback 8 tahun yang lalu, dimana leni dan danu  masuk sekolah menengah pertama di SMP negeri 1 pandeglang.

      (Flashback)

Leni dan danu sama-sama masuk kelas A, bisa di bilang masuk kelas unggulan, dimana para siswanya memiliki nilai di atas rata-rata 85 keatas.
Leni duduk di kursi baris ketiga, sementara danu duduk di samping kirinya. Jadi, kursi mereka saling berdekatan.

Tidak ada yang spesial kala itu, tidak ada gateng dan cantik, tidak ada yang namanya cinta cintaan. Yang ada hanya beradaptasi dengan lingkungan, dan pokus pada pendidikan semata. Kala itu mimpi dan cita-cita masih berlaku untuk di capai. Bahkan ada yang  menjadikan prioritas utama dalam hidupnya. Tak terkecuali leni dan danu.

Leni bercita-cita ingan menjadi dokter, sama seperti ibunya. Sementara danu ingin menjadi PNS, seperti yang di harapkan ayahnya.

    Sehari dua hari, seminggu dua minggu, sebulan dua bulan di sekolah. Mereka mulai saling mengenal satu sama lain. Mengetahui Karakter masing-masing. teman yang ini begini, teman yang itu begitu.

Tirakat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang