cukup langit saja yang menangis

35 5 0
                                        

Awalnya dia tidak mengerti, kenapa langit yang tadinya cerah bisa langsung berubah menjadi gelap. Ternyata ada bidadari yang sedang menangis di sana. Di halte traffic light alun-alun kota.

langit saja bisa berubah, apalagi hati manusia? Dia berharap awan hitam tidak menenggelamkan malamnya.

Danu menurunkan payung dan meletakkannya diatas trotoar jalan. Lalu membuka switer yang menutupi kepala. Dan mengusap rambutnya ke belakang supaya terlihat cool dan manly.

    "Da~nu?" Lirih Mira mengayun dengan tatapan mata yang tajam, tat kala melihat yang turun dari mobil sedan hitam itu adalah Danu. Hal itu cukup memberinya surprise. Selain datang tiba-tiba, juga tak menyangka bisa menemukannya di sana.

Kedatangannya membuat mira kikuk. Menjadikannya salah tingkah. Duduk pun dirasa tak nyaman. Ia bingung harus bagaimana? Ia memutarkan kepalanya kesamping. Mengusap pelipis mata dengan cepat. Memastikannya kering tak berair. Berharap Danu tidak tahu kalau dirinya habis menangis.

Meskipun begitu Danu tetap tahu kalau perempuan dihadapannya habis menangis. hal itu dapat dilihat dari bola matanya yang memerah. Pelipisnya yang bengkak. Serta suara inhalasi yang tersumbat.

    "Hai!" Sapa Danu melayang bersama senyum mengembang. Ia berjalan petantang-petenteng dihadapannya dengan ciri khas gayanya yang tengil, narsis, juga absurd.

Mira mendengus menunjukkan mimik wajah skeptis. Seolah tak menghiraukan keberadaannya.

Tanpa permisi Danu duduk begitu saja disampingnya. Bahkan body keduanya bersentuhan. Mira bergeser sedikit memberi jarak. Danu pun ikut bergeser tetap menempelnya.

    "Apaan sih deket-deket? Bangkunya kan masih lebar.?"

    "Lebih dekat itu lebih baik." Sahut Danu begitu ngeyel.

Danu memperhatikan penampilan Mira dari atas kepala sampai ujung kaki. Penampilannya sangat cantik dan natural. Baju kebaya dan jilbab syar'i masih jadi andalan. Danu yakin, Mira mempersiapkan dandanannya itu khusus untuk bertemu dengannya.

    "Rupanya seperti ini ya, kalau bidadari sedang kecewa?"

    "Enggak lucu." Jawab Mira dengan wajah bersungut-sungut.

    "Memang tidak ada yang lucu. Karena ini bukan sebuah lelucon. Hanya saja kedengarannya pengen ketawa. Datang tanpa permisi. pergi tanpa pamit. mendakwa tanpa bukti. memvonis tanpa penyebab. Mencemburui tanpa alasan. Dan menyimpulkan tanpa tahu kebenaran yang sesungguhnya."

Mira terdiam dan membisu. Selain belum ada bahan untuk membalasnya, juga belum mengerti apa maksudnya. Dia tidak tahu arah pembicaraan Danu kemana. Tapi rasa-rasanya seperti menyinggung.

Danu mengulum senyum Menatap nanar wajahnya. Sedangkan Mira berusaha menghindari tatapannya. Ia paling tak tahan jika di tatap terus-menerus seperti itu. Rasanya seperti diatas lain, dibawah bukan.

    "Saya mengajakmu ketemuan di pangkalan badak kulon! Bukan disini, di halte yang kosong. Saya ingin melihatmu tersenyum! Bukan bersedih. Saya ingin melihatmu tertawa! Bukan menangis. Tangisanmu terlalu mahal untuk lelaki yang Semenjana seperti diriku ini.  Cukup langit saja yang menangis malam ini. Kamu, jangan!"

Wajah Mira memerah mendengarnya. Andai kata ada cahaya yang terang, perubahan wajahnya itu akan tampak terlihat. Kata-kata Danu dianggap puitis. Mengandung harti yang menembus batas logika. Keindahannya membawa seni. Hatinya seketika merasa tentram. Seperti ada siraman rohani yang menggugah jiwa.

Mira jadi teringat pada kata-kata Risma beberapa hari lalu. Dimana Risma pernah meramalkan bahwa "siapapun perempuan yang mengenal Danu lebih dekat, maka 90% kemungkinan perempuan itu akan jatuh cinta kepadanya." Dan ramalannya itu hampir terbukti benar. Terutama untuk Mira pribadi.

Tirakat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang