"Apa benar ini yang namanya Danu?" Pertanyaan perempuan paruh baya itu bukanlah sebuah intimidasi. Hanya sekedar memastikan saja antara benar atau tidaknya pria remaja dihadapannya bernama Danu. Seseorang yang sering diceritakan anaknya. Seseorang yang mampu membuat anaknya jatuh hati. Seseorang yang namanya selalu disebut dalam doa. Dan kedatangannya bagaikan jawaban dari doa itu. Sungguh ini bagaikan mimpi untuknya.
"Benar 'kan ini nak Danu?" Pertanyaan serupa diulang lagi dengan nada suara pilu. Tangis haru hampir pecah.
Danu membiarkan wajahnya dibelai-belai oleh perempuan itu. Belaiannya bagaikan cinta kasih murni seorang ibu terhadap anaknya. Pipi Danu yang merona melebar kesamping. Namun mulutnya terkatup. Ia mengangguk membenarkan bahwasanya dirinya memanglah bernama Danu. Si bocah labil yang baru merangkak remaja. Baru mengenal cinta hanya sebatas namanya saja. Belum dengan artinya.
"Wajahmu begitu tampan dan rupawan. Pantas kalau anak kami menyukai mu." Sanjung perempuan itu pada Danu. Lalu ia menoleh kearah suaminya. "Iya 'kan pak, nak Danu ini sangat kasep dan gagah." Ia mencari dukungan dari suaminya untuk menguatkan pernyataannya. Suaminya menganggukan kepala. Setuju kalau Danu memang tampan.
Mendapat sanjungan dari orang tuanya Mira senyum Danu mengembang. Tapi ia tetap berusaha rendah diri. Tidak terbang saat dipuji. Tidak tumbang saat dicaci. Karena tampan bukanlah sebuah prestasi. Melainkan anugrah yang patut di syukuri.
Mira yang baru kembali sudah tak menemukan siapa-siapa lagi. Baik itu Danu maupun bapaknya.
"Pada kemana nih orang-orang?" Gumamnya sambil memandangi segala arah.
Terdengar suara percakapan dari kamar pasien. Rasanya seru untuk menyimak. Siapa tau saja isi percakapannya sedang membicarakan dirinya. Mira memutuskan tidak langsung masuk. Melainkan ingin menguping dahulu isi percakapannya.
Dibalik kaca jendela tak bertirai. Ia melihat Danu bersama kedua orangtuanya. Danu tengah duduk di kursi sambil berhadap-hadapan dengan ibunya.
"Ibu dan Danu lagi ngomongin apa tuh? Pasti lagi ngomongin aku."
Suara percakapan didalam memang terdengar, tapi samar. Tak jelas satu persatu nya. Mira mendorong pintunya sedikit agar suara percakapannya bisa terdengar dengan jelas. Dengan begitu ia biasa tau apa yang sedang dibicarakan.
"Nak Danu, ibu senang sekali bisa bertemu denganmu. Kamu jangan heran jika ibu sudah tau namamu. Mira yang ngasih tau. Dia juga sudah banyak menceritakan tentangmu."
"Senang juga bisa bertemu ibu dan bapaknya Mira. Hanya saja Danu tak menyangka diam-diam Mira suka ngomongin Danu. Ngomongin apa saja tuh Bu?"
"Huh pokoknya banyak. Dia bilang kalau kamu itu orangnya nyebelin. Jutek. Dan kurang perhatian. Emang bener?"
Danu tertawa mendengarnya.
"Danu tidak nyebelin kok Bu. Kalau ngangenin iya. He he. Anak ibu salah sangka tuh. terlalu negatif sama Danu. Danu enggak jutek-jutek amat kok. Kalau perhatian memang kurang. sengaja biar Mira penasaran."
Mira yang mendengarkan diluar sana menggerutu, "Boong Bu boong. Dia mah memang nyebelin. Jutek. Juga tidak peka."
"Menurut nak Danu, Mira itu gimana orangnya?" Gimana yang dimaksud ibunya Mira adalah sikapnya.
"Gimana apanya Bu?" Sahut Danu belum mengerti arahnya kemana.
"Penilaian kamu terhadap Mira bagaimana?" Timpal ibunya Mira lebih spesifik.
"Menurut Danu, anak ibu itu orangnya manja. Gampang mengeluh. Dan cengeng. Pas Danu lagi sakit aja dia nangis."
"Kalau dia nangis melihat kamu sakit, itu tandanya dia sayang. Dia Takut kehilangan." Wanita paruh baya itu menghela nafas sejenak. Meratapi nasib dan kenyataan. Ada banyak kata yang sebenarnya ingin ia ucapkan. Namun ia berusaha memilih kata mana yang harus diucapkan dan mana yang tak boleh diucapkan. Namanya lidah tak bertulang, sekali ngucap takut nyerocos kemana-mana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tirakat Cinta
Любовные романыTerdengar suara percakapan dari kamar pasien. Rasanya seru untuk menyimak. Siapa tahu isi percakapannya membicarakan dirinya. Meera tidak langsung masuk, melainkan menguping pembicaraan dari balik kaca jendela. Di balik kaca jendela tak ber tirai m...