titik temu, ungkapan sebuah rasa

16 1 0
                                    

Bukan embun  yang membasahi bumi di pagi itu. melainkan rintik hujan yang turun sejak  subuh. Pagi tidak akan berubah, sekalipun hujan mengusiknya.

Pukul delapan pagi waktu Indonesia bagian barat. Om iwan duduk di kursi joglo rumahnya. Menumpang Kan sebelah kaki, sambil membaca koran. Om iwan absen bekerja, alasannya tidak enak badan. Padahal lagi males aja.

Danu melintas di hadapan dengan pakaian  rapih. Kepala Bertopi, memakai switer, serta bercelana levi's. Meski berpakaian rapi,  aslinya belum mandi.

    "Mau kemana, nu?" Penampilan rapihnya  menimbulkan pertanyaan dari om iwan. Dia tahu, kalau udah dandan rapih kayak gitu, pasti mau pergi.

    "Mau ke rumah leni, om!" Jawab danu sambil memandangi air hujan yang lebat.

    "Jangan hujan-hujanan! Nanti sakit lagi."

Danu duduk di kursi samping om iwan. Niatnya akan pergi nanti, setelah hujannya reda.
Berhubung danu melihat om iwan membaca koran, dia jadi ingin tahu perkembangan berita ibunya reymon.

    "Om, berita perselingkuhan pengacara dan hakim itu, masih santer di beritakan, apa enggak, om?"

    "Udah gak masuk Headline news lagi sekarang mah. Kalah sama berita kiamat 2012."

    "Oh.. " Danu merasa lega, akhirnya pemberitaan perselingkuhan ibunya reymon hilang dari publik.

Danu menatap langit, rasa-rasanya hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Sementara waktu terus bergulir.

    "Om, mobil om, mau di pake apa enggak?"

    "Kenapa?" Jawab om iwan curiga.

    "Kalau enggak di pake, danu pinjam dulu yah! mau ke rumah leni bentar."

Berhubung om iwan orangnya baik, langsung main kasih aja. "Pakai aja! Om gak ada rencana keluar nih."

    "Ada bensinnya enggak om?"

    "Gak tahu, tuh! Ya kalau mogok mah, kamu dorong aja!"

    "Beneran om! Ada bensinnya apa enggak?"

    "Ada.. Ada. Khawatir banget sih, kehabisan bensin? Kalau habis, kan tinggal beli!"

    "Masalahnya, duit buat belinya enggak punya om."

    "Hems.. Mangkanya kerja pengen punya duit mah!"

    "Hah. Ujung-ujungnya nyindir juga. Udahlah, danu berangkat dulu om.!"

Tak menunggu hujan reda, daripada meladeni omongan om iwan yang bikin nyesek ke ulu hati, mending langsung meluncur ke rumah leni.

Tiba di rumah leni, danu di sambut oleh ce Romlah. Ce Romlah merupakan asisten rumah tangga yang sudah bekerja selama 20 tahun di rumah leni.

    "Eh..... Rupanya si aa kasep yang datang." Ucap ce Romlah gegeran tat kala membuka pintu yang di lihatnya danu.

Danu tersenyum mengembang. "Assalamu'alaikum, ce! Apa kabar?" Ucapnya memberi salam sambil menanyakan kabar. Setelah itu danu menyalami tangan ce Romlah.

    "Alhamdulillah, baik." Jawab ce Romlah segera.

    "mentang-mentang ada non leni di rumah, baru deh, main ke sini lagi. Kalau enggak ada mah, mana ingat!?" Sambung ce Romlah nyeletuk.

Celetukan ce Romlah memang benar. danu akan berkunjung ke rumah itu kalau ada leni saja. Kalau tidak ada mah, enggak pernah ingat. Apalagi danu masih minder ketemu ayahnya leni, soalnya malu telah menolak tawaran kuliah dari ayah leni.

Tirakat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang