Selepas meminta maaf dari rumah pak Hendarto, Danu memacu sepeda motornya begitu saja tanpa kompromi. Arah yang ditempuhnya bukan kearah semula, Melainkan kearah timur menuju alun-alun Pandeglang.
"Kita mau kemana?" Suara Mira sambil memandangi wajah danu dari kaca spion.
Danu tak bergeming, hanya cengar-cengir sendiri seperti orang sinting. Pikirannya entah sedang berada di-dimensi yang mana. Sehabis dicium Mira, kelakuannya jadi aneh. seperti disorientasi.
Beberapa saat yang lalu, dirumah pak Hendarto. danu sempat terlibat perseteruan dengannya. Lantaran Pak Hendarto masih menyimpan rasa dendam. Masih tak menerima perbuatan Danu yang telah menyebabkan dirinya kehilangan pekerjaan di ponpes modern al-itihad. Pak Hendarto menampar Danu. Hampir saja keduanya terlibat baku-hantam. Andai Danu tidak menahan amarahnya.
Karena tamparan itulah yang menimbulkan rasa iba Mira terhadap Danu. Ia menciumnya, tujuannya sebagai obat penawar rasa sakit. Supaya bekas tamparan pak Hendarto hilang teralihkan oleh ciumannya.
"kita mau kemana nu ?" Suara Mira menyadarkan Danu bahwa ia tidak sedang berjalan sendirian.
"Iya, kenapa?" Sahut Danu reflek seperti dikagetkan.
"Kita mau kemana?" Pertanyaan itu diulang sampai beberapa kali.
"Ee... Iya juga yah, Kita ini mau kemana?" Setelah kembali dari dunia fantasinya Danu jadi bingung sendiri. Dia juga tidak tahu akan mengendarai motornya kemana.
"Kebanyakan senyam-senyum Mulu sih, jadi gagal fokus 'kan? Lagian, kenapa cengar-cengir terus? Apa gara-gara aku cium barusan?"
Danu terhenyak, tak mengira akan mendapat pertanyaan seperti itu dari Mira. Tapi dia tidak menapiknya.
"Tidak tahu kenapa, sehabis kamu cium otak saya jadi disorientasi. Saya hanya tak habis pikir, kenapa kamu bisa se-nyosor itu? Lagi lupa diri, apa gimana?"
"Itu bentuk sebuah empati dariku. Soalnya aku kasihan melih pipimu ditampar pak sekuriti."
"Oo... Jadi itu bentuk empati? Gara-gara dicium kamu, saya seperti kehilangan jati diri. Sekarang saya minta dicium lagi Agar saya bisa kembali ke jati diri saya yang dulu."
Mira menggelengkan kepala. ogah, Jika harus menciumnya sekali lagi.
"Enggak mau. Itumah cuman akal-akalan kamu saja 'kan, supaya dapat lebih? Keenakan."
Danu senyum mengembang. ia sudah bersiap-siap akan menghentikan laju motornya jika Mira beneran mau menciumnya lagi. Namun sayangnya hal itu tidak sampai terjadi.
"Nanti mah kalau mau nyium kasih aba-aba dulu! Supaya saya ada persiapan. Nyium nya jangan di pipi! Tapi di bibir!"
"Ah, nawar saja kamu ini."
Ciuman itu adalah ciuman yang pertama untuknya dan untuk dia. Sebelumnya mereka belum pernah berciuman dengan siapapun. Meski ciuman itu terkesan amatir, tapi seenggaknya menjadi sejarah yang sangat berharga. Dan akan tetap dikenang sampai kapanpun.
"Kamu mah norak! Baru dikecup begitu saja sudah baperan. Ketahuan gak pernah ciuman sama cewek. Mangkanya jangan keseringan jomblo atuh! sekali-kali mah punya pacar, biar tahu gimana sensasinya berciuman."
"Hentikan omong kosong mu itu nona! Kayak dirimu pernah ciuman aja sebelumnya."
Mira tertawa, pernyataannya dibalikkan oleh Danu.
"aku akui aku juga belum pernah berciuman dengan siapapun. Karena apa? Karena itu pamali."
"Pamali pamali, terus yang tadi itu apa?"
