Dibeberapa kelas tengah melakukan kegiatan belajar dan mengajar. Belajar fiqih, hadits, tauhid, tafsir jalalen, matematika, sastra Arab, bahasa Inggris, dan yang lainnya. Dari sekian banyaknya kelas yang ada, hampir seperempatnya sudah didatangi Danu, tapi anehnya dia belum menemukan keberadaan Mira.
Buliran keringatnya mulai menjalar membasahi tubuh. Jaketnya sampai dilepas karena gerah. Ia tak tahu lagi harus mencari Mira di kelas yang mana? Sedikit capek dan frustasi ia pun beristirahat di bawah tangga.
Terdengar suara langkah kaki sedang berjalan tapi tak tahu dimana, rasa-rasanya dari atas, dilantai satu. Semakin diperhatikan suaranya semakin jelas dan mendekati. Itu adalah suara langkah kaki seorang perempuan muda berkacamata tebal hendak turun.
Danu mendongakkan kepalanya keatas memperhatikan langkah perempuan itu menuruni anak tangga satu persatu. Terlihat dari penampilannya begitu syar'i, tapi agak modis. Danu yakin kalau perempuan itu adalah seorang ustadzah.
Perempuan itu tak menyadari adanya Danu dibawah. Dia hanya berfokus pada langkahnya yang takut terpeleset.
"Assalamualaikum." Danu bangkit mengucapkan salam ketika perempuan itu selesai melewati anak tangga yang terakhir. Suaranya yang berdengung secara tiba-tiba membuat perempuan itu tersentak kaget, "astaghfirullah hal adzim." Jantungnya seperti mau copot. Buku-buku tebal ditangannya sampai melayang hingga jatuh berserakan di lantai.
"Maaf maaf.!" Danu yang merasa bersalah langsung meminta maaf dan bergerak cepat mengambilkan bukunya. Danu tak bermaksud mengagetkan, juga tak menyangka akan membuatnya seterkejut itu.
Perempuan bermata sipit itu awalnya merasa kesal dan hampir murka, tapi lama kelamaan matanya berbinar menatap sosok Danu yang memesona. Jari jemarinya yang lentik tanpa disadari memainkan ujung kerudung. Dia agak salting dihadapannya. Wajahnya yang putih tidak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Ehem ehem." Danu mendehem melihat perempuan itu terpegun. Perempuan itu seperti sedang membayangkan sesuatu. Perempuan itu segera membuang pandangan kearah buku ditangan Danu.
"Maaf ya!" Sekali lagi Danu meminta maaf sambil menyerahkan bukunya.
"Iya, enggak apa-apa." Kata perempuan itu lembut sambil mengulum senyum dengan tatapan nanar nya.
"Ikhwan bukan santri disini 'kan?"
Danu terhenyak, tak tahu definisi dari kata Ikhwan. Tetapi ia tidak mau memperlihatkan kebegoannya. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya seolah memahami.
"Ada tujuan apa Ikhwan datang kemari?"
"Sedang mencari seseorang."
"Siapa?"
"Perempuan."
"Yang mana?"
"Yang cantik."
Perempuan itu tersenyum ringkas. Lawan bicara dihadapannya sangat bertele-tele. Tapi dia suka, dan akan tetap meladeninya, "semua perempuan itu cantik, tidak ada yang tampan. Tapi masing-masing perempuan ada namanya. Siapa perempuan cantik yang Ikhwan maksud itu?"
"Mira. Apa ukhti mengenalnya?"
"Mira?" Lirih perempuan itu mengulangi seperti menerka-nerka.
"Apa ukhti mengenalnya?" Tanya Danu sekali lagi.
Keceriaan perempuan itu mendadak sirna. Muka yang tadinya sumringah seketika berubah. Sorot matanya yang tajam memperhatikan kecemburuan terhadap wanita yang baru saja disebut namanya.
"Nama lengkapnya Firli Mira Damayanti. Dia juga seorang pengajar disini. Ukhti kenal apa tidak?" Untuk kesekian kalinya Danu menanyakan sosok Mira pada perempuan itu. Dan pada akhirnya perempuan itupun mengangguk mengisyaratkan bahwa dia mengenalnya.
