Hari di Senin pagi, Danu yang terbaring di rumah sakit perlahan-lahan mulai membuka matanya. Puji syukur Alhamdulillah senantiasa ia panjatkan kehadirat Allah SWT, yang masih menampakkan mataharinya pagi itu.
Handuk kecil yang melekat pada jidatnya bekas kompresan semalam mulai disingkirkan. Kabel infusan yang terhubung ke tangannya membatasi pergerakan membuatnya kesulitan menyingkirkan selimut tebal yang menutupi sekujur tubuh.
"Ssttt haruh.. dimana ini?" Ringkihnya mengeluh kesakitan. Ia tak ingat kalau semalam dilarikan ke rumah sakit oleh om Iwan untuk diberikan perawatan intensif karena kondisi tubuhnya yang lemah. Ia harus menjalani rawat inap selama beberapa hari.
Tubuhnya terbaring lemah diatas kasur, kepalanya masih terasa pusing, mau duduk saja pun rasanya sangat sulit. Di ruangan itu ia tidak menemukan siapa-siapa lagi selain dirinya sendiri. Tante Lisa yang menemani kebetulan lagi keluar sejenak. Om Iwan sudah berangkat kerja. Delisa berangkat sekolah. Sedangkan Mira sudah balik ke ponpesnya.
Sejurus kemudian Tante Lisa datang membawakan semangkuk bubur ayam dan segelas teh hangat. Melihat keponakannya yang sudah siuman ia merasa lega. "Alhamdulillah, kamu udah siuman."
"Dimana ini tan?" Tanya Danu.
"Di akhirat." Sahut Tante Lisa bergurau. "Atuh di rumah sakit lah, dimana lagi? Semalam kamu jatuh pingsan." Imbuhnya membenarkan.
"Kenapa dibawah kerumah sakit segala sih? Bukan dirumah saja. Nanti juga sembuh kok."
"E.... Kamu ini apa-apa sih a? Semalam kita semua panik tahu. Takut aa kenapa-kenapa. Saking paniknya om kamu buru-buru membawa kesini."
"Om udah berangkat kerja Tah?"
"Iya, katanya ada meeting, kalau tidak ada meeting mah gak bakal masuk dia, mau jagain kamu disini. Delisa berangkat sekolah. Mira juga udah balik ke ponpesnya."
"Balik ke ponpes sama siapa dia?"
"Kayaknya diantar sama om kamu deh, sekalian nganterin Delisa ke sekolah. Semalam dia gak tidur lho, jagain aa disini. Pake ngompresin segala lagi. Dia juga nangis tahu, sedih liat aa kayak gini. Sepertinya dia tuh sayang banget sama aa."
Danu jadi kepikiran sama Mira, apalagi pas mendengarnya tidak tidur semalaman. Dia merasa bersalah, karenanya mira jadi tersiksa. Dia khawatir kalau Mira jatuh sakit. Siapa yang nanti akan merawatnya?
"Kok malah ngelamun sih? Mending sarapan dulu nih, supaya sehat dan bisa jalan-jalan lagi sama Mira sambil hujan-hujanan!" Ucap Tante Lisa sambil sedikit menyisipkan kata sindiran.
"Naon sih tan? Kemarin tuh aa dan Mira tidak hujan-hujanan. Hanya saja pas pulang masih gerimis. Mau nunggu hujannya sampai reda takut kemalaman. Atuh mau tidak mau kita maksain pulang."
"Aa kan tahu sendiri kalau daya tahan tubuh aa itu rentan terhadap air hujan. Kenapa masih memaksakan? Untung saja pingsannya dirumah, coba kalau dijalan? Gimana tuh?"
Danu menganggukan kepala mengakui kecerobohannya.
"Emangnya aa gak punya jas hujan?"
"Ada sih."
"Kenapa enggak dipakai?"
"Jas hujannya cuma satu. Gak enak sama Mira kalau cuma aa doang yang memakainya."
Tente Lisa juga bingung kalau sudah seperti itu.
Danu dibantu duduk oleh Tante Lisa. Ia bersandar di Ranjang yang sudah diganjal bantal di punggungnya. Tante Lisa juga menyuapinya makan bubur. Perhatian Tante Lisa terhadap Danu sangat besar. Itu karena dia menganggap Danu seperti anaknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tirakat Cinta
Storie d'amoreTerdengar suara percakapan dari kamar pasien. Rasanya seru untuk menyimak. Siapa tahu isi percakapannya membicarakan dirinya. Meera tidak langsung masuk, melainkan menguping pembicaraan dari balik kaca jendela. Di balik kaca jendela tak ber tirai m...