Waktu hampir pukul jam enam petang. Mobil yang di kendari danu melintasi jalan di pesisir pantai carita. Meera duduk di jok paling depan. Sementara ibu dan bapaknya duduk di belakang.
Dikala ibunya meera menatap senja di atas hamparan laut yang luas, ia tersenyum sambil berdoa. "Allahhumma bika amsaina wa bika nahya wa bika namuut wa ilaika nusuur. ya Alloh dengan memohon pertolongan-mu kami memasuki waktu senja dan dengan Kodo dan iradat-mu kami hidup dan dengan rahmat-mu kami meninggal dunia dan kepada-mu kami akan di himpun."
Satu keuntungan bagi orang yang selalu mengingat kematian ialah selalu dekat dan berusaha mendekatkan diri pada sang Pencipta. Mungkin karena merasa kematiannya sebentar lagi, ia selalu istikomah mengingat Alloh.
Hujan telah reda, langit di sore itu setengah gelap. Sesaat sebelum matahari tenggelam senja menyisakan cahayanya. Selalu menarik hati bagi siapa saja yang memandangnya. Waktu itu bisa di katakan sebagai waktu yang istimewa. Melihat kehadiran senja mampu menimbulkan rasa syukur atas ciptaan Alloh SWT. Waktu senja jadi titik balik dimana setiap manusia bisa merenungi apa yang telah di lakukannya seharian tadi. Beruntung bagi orang yang dapat menebar kebaikan untuk orang lain.
Ba'da magrib perjalanan mengantarnya baru sampai ke tempat tujuan. Mobil danu berhenti tepat di depan rumah meera. ia tidak menyangka akan kembali menginjakkan kaki di rumah itu lagi. Rumah yang menjadi titik awal pertemuannya dengan meera. Dimana ia masih ingat jelas dikala kebelet buang air besar. Untuk pertama kalinya ia melihat meera membukakan pintu. Ia masih ingat gimana juteknya, Gimana cerewetnya, Gimana galaknya meera saat itu. Dan sekarang telah menjadi kenangan yang lucu untuk di ingat.
"Gak nyangka banget bisa ke rumah ini lagi. Gak nyangka juga bisa deket sama mak Lampir. Dulu, pas pertama kali kesini boro-boro kepikiran jadi pacarnya. Ngebayangin jadi temannya aja udah ngeri."
Danu di persilahkan masuk oleh meera juga ibunya. Semua orang kompak menyuarakan untuk shalat maghrib terlebih dahulu mumpung waktunya masih ada. Satu persatu silih berganti memasuki kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Semuanya harus antri karena kamar mandi di rumah itu hanya ada satu. Yang lebih di utamakan masuk ialah lelaki. Di awali bapaknya meera, kemudian Danu setelah itu ibunya lalu meera yang terakhir masuk kamar mandi.
Shalat maghrib berjama'ah hanya di lakukan danu dan bapaknya meera saja. Sementara meera dan ibunya shalat sendiri sendiri.
Selepas menunaikan ibadah shalat maghrib. Meera dan ibunya pergi ke dapur untuk mempersiapkan hidangan makan malam.
Sementara danu yang sebelumnya duduk berdua dengan bapaknya meera di sofa ruang tengah berpindah ke teras depan setelah mendapatkan telpon dari om iwan.
"Halo om. Assalamu'alaikum." Ujar danu mengawali saat mengangkat telponnya.
"Waalaikumsalam. Nu, kamu dimana?" Jawab om iwan langsung menanyakan keberadaannya.
"Di rumahnya meera om. Di kampung susukan, desa suka rehe, kecamatan carita. Di kampung istrinya ilham."
"Lagi ngapain di rumah meera? Lagi nganjang tah?" Tanya om iwan curiga. Arti nganjang yang di maksud om iwan adalah ngapel dalam bahasa indonesianya.
"Bukan om. Cuman nganterin meera sama orang tuanya saja. Tadi siang ibunya meera udah check up ke RSUD berkah pandeglang. Danu juga nemenin disana. Pulangnya kasihan om kalau naik angkutan umum. Om tahu sendiri kan? gak ada angkutan umum yang bisa langsung sampai ke kampung ini. Jadi danu berinisiatif nganterin ke sini. Maaf ya om pinjam mobilnya lama."
"Enggak apa-apa. Cuman om khawatir saja, tadi pagi bilangnya mau kerumah leni doang sebentar. Tapi kok gak pulang-pulang sudah maghrib juga. Om cuman takut terjadi apa-apa saja sama kamu. Kalau tahu di rumah meera-mah ya enggak apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tirakat Cinta
RomanceTerdengar suara percakapan dari kamar pasien. Rasanya seru untuk menyimak. Siapa tahu isi percakapannya membicarakan dirinya. Meera tidak langsung masuk, melainkan menguping pembicaraan dari balik kaca jendela. Di balik kaca jendela tak ber tirai m...