First Door

81 59 1
                                    

Seminggu setelah keluar dari rumah sakit, Heka telah membuat janji untuk bertemu dengan anak laki-laki itu. Anak itu bernama Ansel. Mereka telah membuat janji bertemu di sebuah restoran Jepang siang ini.

Dia sangat ragu untuk menemui Ansel. Karena lokasi restoran yang dia pilih tidak jauh dari pemakaman. Tetapi dia memberanikan diri untuk menemuinya.

Ansel masih berumur 22 tahun, sedangkan Heka berumur 26 tahun. Meskipun Ansel lebih muda dari Heka, namun pola pikirnya sangat dewasa. Seolah dia telah mengetahui semuanya.

Awalnya Heka bertemu dengan Ansel hanya untuk mengetahui tentang hal yang terjadi kemarin, tetapi semua itu berada di luar dugaan. Dia seolah diajak masuk ke dunia antah berantah.

"Heka, kamu ingin makan apa?" tanya Ansel ketika mereka telah sampai di restoran Jepang.

"Ramen seafood dan salmon salad." Jawab Heka dengan singkat.

"Okay, kalau begitu aku akan pesan menu yang sama."

Dengan melihat nada bicara Ansel, Heka berpikir dia memang mempunyai sifat yang sangat ramah. Itu menjadi kesan yang jauh berbeda di saat pertama kali mereka bertemu.

"Jika kamu bertemu dengan orang baru, jangan pernah percaya begitu saja dengan kesan pertama jumpa. Karena sifat dan kepribadian seseorang akan tertutup sempurna pada kesan pertama. Jadi jangan terkejut apabila ada perubahan besar yang terjadi pada pertemuan kedua dan seterusnya.

Jadi jangan terkejut jika seseorang yang nampak ramah berubah menjadi dingin dan acuh. Sebaliknya ketika seseorang terlihat pendiam dari awal, tetapi berubah menjadi orang yang banyak bicara.

Kamu harus berhati-hati dengan orang seperti itu. Karena mereka senang memakai topeng. Itu sangat berbahaya. Kamu harus menghindarinya."

Itu adalah sebuah pesan dari mendiang kakek Heka. Dia selalu mengingat pesan itu.

Kini dia berpikir apakah dia harus berhati-hati dengan Ansel atau tidak. Dia yang sekarang berada di depannya terlihat sangat ramah, berbeda jauh dengan saat pertama kali mereka bertemu.

Mungkin ini bukan pertama kali dia bertemu dengan Ansel. Namun ini pertama kalinya dia berhadapan dan mengenal secara langsung dengannya. Jika dia ingin mengetahui sifat aslinya, maka mereka harus bertemu untuk kedua kalinya dan seterusnya.

"Tentang yang kemarin, astral projection apa kamu benar-benar tidak tahu?" Tanya Ansel untuk memastikan Heka memang benar-benar tidak tahu apa itu astral projection. Mereka memulai percakapan dengan menikmati makanan yang telah dipesan.

"Tidak, ini pertama kali aku mendengar kata itu."

"Apa kamu benar-benar ingin tahu?"

Heka hanya mengangguk sebagai jawabnya.

Ansel pun mencoba menjelaskannya dengan penuh semangat. "Baiklah aku akan jelaskan apa itu astral projection."

"Jadi astral projection itu roh yang terpisah dari tubuh untuk sementara waktu. Saat itu tubuh manusia akan menjadi patung, tetapi bukan berarti mati. Karena tubuh masih terhubung dengan roh dan akan menyatu kembali. Bagaimana apa kami sudah paham?"

Heka teringat dengan penjelasan dari astral projection dari Google kemarin. Di situ memang dijelaskan jika astral projection yaitu keadaan roh yang keluar dari tubuh. Itu memang sulit dia mengerti.

Setelah mendengar dari Ansel kini mengerti tentang itu. Dia merasa firasatnya memang sangat nyata. Untuk mengetahui lebih pasti apa itu astral projection, dia harus bertanya langsung dengannya.

"Saat roh keluar dari tubuh akan bebas pergi kemana pun dan kapan pun, entah itu dunia manusia yang nyata dan juga Immortal realm. Lalu untuk kembali ke tubuhnya sangat sulit untuk dipastikan lamanya, bisa jadi hanya beberapa jam, beberapa hari." Lanjutnya.

Ansel merasa penasaran mengapa Heka ingin tahu apa itu astral projection. "Mengapa kamu sangat ingin tahu tentang astral projection."

Tetapi Heka masih bimbang, dia tidak tahu mengapa. Semua itu mengalir begitu saja. Dia hanya mengikuti arus yang dia sendiri tidak tahu kemana itu akan membawanya. "Hanya ingin tahu saja."

Lalu Ansel melanjutkan penjelasannya tentang astral projection. "It's okay. Tetapi jika roh pergi ke Immortal realm akan sangat berbahaya. Mungkin akan memakan waktu selama satu tahun untuk menyatu kembali dengan tubuh."

Heka merasa semua itu tidak ada hentinya. "Mungkin ini yang menjadi alasan mengapa dia tidak langsung memberi tahu pada waktu itu juga."

Ansel pun seolah sedang menakut-nakutinya, "Perbedaan waktu dunia nyata dan Immortal realm sangat jauh, mungkin satu banding sepuluh ribu. Saat roh kamu berada di Immortal realm selama satu detik, itu berarti kamu meninggalkan tubuhmu di dunia nyata hampir seharian penuh."

Dia pun hanya meresponnya dengan tersenyum. Baginya sama seperti anak kecil yang mencoba menakut-nakuti orang dewasa.

"Ini kenyataan aku tidak bercanda." Ansel terlihat kesal, dia meninggikan nada bicaranya karena dia tidak berhasil membuatnya takut.

Lalu Ansel melampiaskannya dengan diam dan tidak mau lagi berbicara. Karena itu dia memutuskan untuk menyudahinya dan hendak pergi. Lagi pula makanannya telah dia habiskan. "Iya, aku percaya. Kalau begitu aku pergi dulu."

Tetapi Ansel menahannya. "Tunggu!!"

Ansel menatap matanya dengan tatapan yang sangat tajam cukup lama dan membuatnya terpaku. "Aku bisa membantumu."

Dia kebingungan dengan dengan apa yang Ansel katakan. Dia hanya ingin mengetahui apa itu astral projection, tidak lebih dari itu. "Apa maksudnya? Bantu, bantu untuk apa? Apa dia bisa membaca pikiranku?"

"Bagaimana?" Tanya Ansel untuk memperjelas tentang maksudnya. "Aku tahu kamu sedang butuh bantuan. Aku bisa membantumu?"

Heka membalasnya dengan nada sinis. "Aku tidak butuh bantuan apapun."

"Kamu mungkin bisa menyembunyikan apa yang kamu alami kepada orang lain. Tapi tidak padaku."

Heka merasa terkejut dengan tatapan Ansel saat mengatakannya. Itu artinya Ansel bisa membaca pikiran orang lain. "Tidak perlu. Aku bisa mengatasi semua masalahku sendiri." Jawab Heka. Dia merasa bahwa dia memang harus menyudahinya dan tidak lagi menemuinya.

Namun Ansel pun memaksanya untuk masuk ke dalam hidupnya. "Aku penasaran, coba ceritakan dulu apa yang akan membebanimu."

"Tidak ada."

"Kamu tidak perlu khawatir, aku bisa kamu percaya." Desak Ansel.

Dan akhirnya dia menyerah dan menceritakannya kepada Ansel. Hanya saja dia tidak menceritakannya secara panjang lebar, sangat singkat. "Aku sedang mencari orang untuk menyembuhkan insomniaku."

Ansel pun tertawa, seolah tidak menyangka ternyata hal yang membebaninya sangat sepele. "Cuma itu, hmm...tapi sepertinya itu sangat serius. Sudah berapa lama?"

"Sekitar enam tahun. Apa kamu benar bisa membantuku?" Kata Heka. Dia seolah belum bisa percaya dengan Ansel.

"Tentu saja bisa." Jawab Ansel dengan tegas dan pasti.

Tetapi tiba-tiba dia menyangkal, "Tetapi bukan aku yang melakukannya, kakekku yang akan membantumu. Bagaimana insomniamu? Berapa hari kamu tidak tidur?"

"Mungkin sekitar seminggu tidak tidur."

Mendengar kata itu membuat Ansel sangat terkejut. Namun dia tahu pasti semua orang akan terkejut setelah mendengarnya berkata bahwa dia sempat tidak tidur selama seminggu. Jadi dia sangat tenang menghadapi berbagai macam reaksi orang.

Selepas itu semua ternyata firasatnya benar, dia hanya bicara omong kosong. Tetapi apakah dia akan menerima tawaran Ansel atau tidak. "Munginkah aku harus mencobanya? Tetapi dia sepertinya tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Tetapi mungkin aku harus mencobanya, karena aku telah sangat lelah dengan semua ini."

Ansel menjentikan jari untuk membangunkan Heka dari lamunannya. "Bagaimana? Kamu tenang saja, kakekku sangat hebat."

"Maaf aku benar-benar harus pergi. Nanti aku akan menghubungimu lagi." Heka pun meninggalnya begitu saja. Dia berjalan lurus tanpa menengok ke belakang.

Sementara Ansel hanya memandang Heka hingga hilang dari pandangan.

Soul Delivery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang