Soul Delivery Part 1

25 21 1
                                    

Ansel membuka pintu untuk memberitahu Heka untuk mempersiapkan diri. “Selama di sini, kamu menetap di kamar ini. Kalau butuh sesuatu bilang saja tidak perlu sungkan.”

Hari telah senja, ini waktu yang cukup tepat untuk mempersiapkan soul delivery. Dia membersihkan sebuah peralatan berupa alat suntik untuk membuat tubuh Heka menjadi lemas dan tidak berdaya.

Ansel pun memperhatikan Heka yang sedang memandangi kamar kakaknya. Dia juga mendapati Heka melihat fotonya bersama dengan Hansel. “Itu kakakku, Hansel.”

“Dimana dia?” Tanya Heka.

Sesuai dengan yang Ansel pikiran. Heka bertanya tentang keberadaan kakaknya. “Kakak telah meninggal.”

“Maaf.”

“Tidak apa-apa. Sini berbaringlah di tempat tidur.” Ansel menyuruhnya berbaring dan meraih tangan Heka. Dia mengolesi dengan alkohol terlebih dahulu. Lalu memasukan jarum ke pergelangan tangan Heka.

Kemudian dia memasang sebuah selang sebagai saluran darah yang akan mengalir keluar dari tubuh Heka. Darah yang keluar dari tubuh Heka dimasukkan ke dalam sebuah mangkuk besar.

Ansel belajar hal itu dari kakaknya. Hansel dulu bekerja sebagai perawat. Dia pun mengajari Ansel semua tentang ilmu perawat yang dia pelajari.

“Aku akan mengambil darahmu keluar. Anggap saja seperti donor darah. Ini satu-satunya cara cukup aman untuk membuat tubuhmu merasa lemas dan tidak berdaya. Ini tidak akan lama, mungkin sekitar setengah jam. Kemudian nanti malam akan ada seseorang yang akan mendatangimu dan dia akan memberikan sebuah jiwa manusia yang telah mati. Lalu tubuhmu akan menyerap jiwa itu. Insomnia akutmu akan berakhir.”

Ansel menjelaskan panjang lebar terhadap Heka. Tetapi Heka hanya mendengarkannya saja. Ansel tahu Heka sangat pendiam, tetapi setidaknya dia berharap ada satu atau dua kata yang keluar dari mulutnya.

“Nanti kalau sudah penuh, bilang saja. Kamu tidak perlu berteriak. Cukup saja meneleponku. Aku juga akan sering memeriksanya. Apa ada hal lain yang kamu butuhkan?”

“Tidak ada.”

Ansel cukup lega setelah mendengar satu kata yang keluar dari mulut Heka. “Baiklah kalau begitu aku keluar dulu.”

Ketika hendak menutup pintu kamar tiba-tiba Heka memanggilnya.

“Ansel!!!” Seru Heka.

“Ada apa?”

“Terima kasih.”

“Tidak perlu terima kasih. Aku tidak melakukan apapun.” Itu benar, Ansel sama sekali tidak melakukan apapun untuk Heka. Yang ada, dia hanya membawanya ke tempat yang gelap dan menyeramkan. Ansel bahkan tidak sanggup membayangkan rasa pedih yang akan Heka jalani.

****

Lima belas menit kemudian Ansel memeriksa Heka. “Darahmu yang keluar sudah sampai setengah mangkuk. Bagaimana dengan tubuhmu? Apa kamu baik-baik saja? Tanganmu pasti terasa pegal.”

“Aku tidak apa-apa, lagipula dari tadi aku hanya berbaring.”

Ansel ingin sekali membentak Heka, tapi itu sangat tidak mungkin melihat keadaan Heka yang sedang berbaring lemas. “Kamu tidak perlu berbohong. Bagaimana bisa seseorang yang kehilangan darah baik-baik saja.”

Heka pun hanya terdiam dan Ansel memperhatikan darah Heka yang keluar. Dia mencoba melihat darah apa yang keluar dari tubuh Heka, apakah itu hanya darah manusia atau akan ada hal lain yang muncul.

Tetapi Ansel tidak melihat apapun. “Baiklah kalau begitu aku keluar dulu. Lima belas menit lagi aku akan ke sini.”

Ansel keluar dari kamar Hansel dan mendatangi kakek. Kakek berada di teras belakang rumah sedang melukis. “Apa yang kakek lukis?”

Soul Delivery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang