The Hunting Vision Part 1

39 33 1
                                    

Ansel berdiri di tengah-tengah sebuah acara yang asing. Tidak seorang pun yang dia kenal.

Di samping kanan dan kiri penuh dengan orang-orang yang duduk di bangku. Mereka memakai pakaian yang sangat rapi dan cantik. Tepat di depannya berdiri sebuah gerbang karangan bunga lily dan mawar yang berwarna putih berbentuk hati dan nampak sebuah gerbang masuk. Lalu terdengar musik khas pernikahan.

Dari suasana itu Ansel sadar bahwa dia tengah berada di suatu pernikahan. Namun dia tidak tahu siapa yang menikah.

Dia hanya berdiri sambil memperhatikan suasana sekitar dengan teliti. Lalu dia membalikan badan ke arah altar pernikahan.

Sang pengantin tengah mengucapkan janji pernikahan di depan pendeta dan para tamu undangan. Setelah itu semua bertepuk tangan dan bersorak gembira.

Suara tepuk tangan semakin lama semakin terdengar nyaring dan sangat keras. Itu membuat telinga Ansel sakit. Sehingga dia menutupi telinga dengan kedua tangan sangat erat. Bahkan jari telunjuknya masuk ke dalam lubang telinga.

Namun suara tepuk tangan itu semakin keras dan sangat keras. Tangannya tidak mampu lagi menahan nyaringnya suara itu masuk ke telinga. Itu membuat Ansel merasa pusing.

Pandangan matanya perlahan melemah dan kabur. Tubuhnya mulai merasa lemah. Matanya pun seolah tidak sanggup terbuka dan tertutup perlahan. Dia merasa tubuhnya akan tumbang.

Tiba-tiba suara tepuk tangan itu berhenti. Suasana menjadi sangat hening.

Lalu dia melepaskan tangannya yang menempel di telinga. Dan dia membuka matanya dan melihat ke sekelilyng. Dia sangat terkejut dengan apa yang terjadi. Seolah-olah waktu tengah terhenti. Semuanya nampak seperti patung dan tidak bergerak sama sekali.

“Apa ini? Apa yang terjadi? Tidak… ini semua bukan aku, aku tidak melakukan apapun. Bukan aku.”

Ada sesuatu yang menetes di kepalanya. Dia mengusap kepalanya yang terkena tetesan itu. Ternyata itu darah. “Darah….”

Ansel mendongak ke atas untuk mencari tahu asal dari tetesan darah itu. Tetapi tidak ada apapun yang ada di atas kepalanya. Itu hanya langit yang sangat cerah. Matanya pun melihat ke sekelilyng, dan terhenti di gerbang karangan bunga.

Warna putih bunga itu perlahan memudar. Sedikit demi sedikit berubah menjadi warna merah hingga rata.

Kemudian ada suara langkah kaki yang berasal dari luar gerbang dan menuju ke arahnya. Orang itu adalah Heka.

“Heka, kamu…”

Heka hanya berhenti di pintu gerbang karangan bunga. Dia mengeluarkan tangannya yang tersembunyi di belakang badan. Dia memegang bunga mawar yang berwarna hitam dan mengarahkannya ke Ansel.

Tubuh Ansel merasa kaku seperti patung. Dia tidak bisa bergerak.

Dia sangat ingin berseru, tetapi suaranya menghilang di udara. Tapi dia mencoba berbicara.

“Suaraku? Aku sama sekali tidak bisa berbicara. Heka… jangan kemari, kamu sebaiknya pergi sejauh mungkin. Aku mohon…jangan lakukan itu…”

Heka sama sekali tidak bisa mendengarnya. Bahkan tidak menyadari keberadaannya.

Kelopak mawar yang dipegang Heka mulai berjatuhan satu per satu. Baik bunga mawar dan lily yang semula berwarna merah berubah menjadi hitam.

****

Ansel terbangun dari mimpinya. Mimpi itu terkesan sangat nyata dan terus menerus menghantuinya. Walau itu bukan tentangnya, bukan tentang hidupnya dan tidak ada hubungan dengannya sama sekali. Mimpi itu milik orang lain.

Dia melihat ke arah jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul 01.00 tengah malam. Lalu dia kembalinya berbaring dan menatap langit-langit kamar.

Meskipun itu mimpi tetapi baginya itu bukan mimpi. Sebelum dia memimpikannya, dia telah memiliki vision tentang itu terlebih dahulu. Kini vision itu muncul dalam mimpinya.

Dia telah memimpikan berkali-kali. Dan itu membuatnya merasa sangat gelisah dan tidak tenang serta menguras habis energi fisiknya.

Kepalanya terasa sangat pusing dan tubuhnya menjadi sangat lemah dan berkeringat dingin. Semua yang terlihat terasa bergunang seperti gempa bumi. Napasnya sangat berantakan.

Sebuah vision atau mimpi bagi shenmorta bukan hal yang mudah. Hal itu akan mengikuti dan menempel terus-menerus. Bukan hanya itu saja, kepala juga akan menjadi sangat sakit. Rasa sakit itu setara seperti rasa sakit yang dirasakan penderita kanker otak.

Namun rasa sakit yang dirasa Ansel jauh lebih parah, karena tidak ada obat yang dapat meredakan sakitnya. Bahkan satu strip obat paracetamol terkadang tidak dapat membantu sama sekali. Hanya saja dengan meminum itu jauh lebih baik daripada menahan rasa sakit.

Ansel beranjak dari ranjang menuju ke meja dan mengorak-arik laci untuk mencari obat sakit kepala. Tapi dia sama sekali tidak menemukannya.

“Oohh iya….obatnya sudah habis dan aku belum membelinya lagi.” Guman Ansel. “Apa yang harus lakukan?”

Ansel keluar dari kamar. Dia terus mencengkeram kepalanya yang masih terasa sakit. Dia menengok kakeknya dan telah kedapati tidur pulas. Dia berpikir lebih baik tidak mengganggu tidurnya. Lalu dia menuju ke dapur.

Dia mengambil air di dalam mangkuk dan memasukannya ke dalam microwave. Lima menit kemudian dia mengeluarkan manguk dan mengambil wash lap. Lalu mengompres kepalanya.

Ansel beranjak selalu melakukan itu, ketika stock obat sakit kepalanya habis. Mengompres kepala memang dapat mengurangi rasa sakitnya. Tetapi dia tidak bisa melakukan itu terus-menerus. Sebab itu dapat menimbulkan yang nampak seperti luka bakar di kepala.

Setelah rasa sakit di kepalanya mereda, dia seperti terlelap dan tertidur di meja begitu saja.

****

Ansel terbangun. Dia membuka mata perlahan. Dia sadar jika matahari telah terbit. Dia merasa tubuhnya terasa hangat, padahal semalam dia tertidur di meja dapur.

Dia memegang kepalanya untuk memastikan rasa sakitnya telah hilang. Dia menghela napas panjang sesudah mengetahui kepalanya tidak terasa sakit lagi. Tetapi itu hanya sementara, sewaktu-waktu rasa sakit itu pasti akan kembali saat visionnya tentang pernikahan muncul.

Semua itu akan berakhir hingga apa yang dia lihat menjadi nyata. Selama itu belum terjadi, selama itu pula tubuhnya tersiksa.

Dia sadar ada selimut di tubuhnya. Dia telah tahu dengan pasti bahwa kakek yang melakukannya. Namun dia sama sekali tidak melihat kakek di dapur.

Lalu dia berdiri dan mencari keberadaan kakek. “Kakek… Kakek…”Dia mencari di seluruh sudut rumah, namun kakek tidak ada di dalam rumah.

Ansel pun kembali ke dapur dan mengambilkan secangkir air putih untuk membuat tubuhnya segar. Dia mengambil selimut dan merapikannya.

Setelah bersantai di teras dan menunggu kakeknya pulang. Dia berusaha mengosongkan pikiran dan pandangannya tertuju pada satu objek, sebuah kupu-kupu yang menghinggap di atas bunga magnolia berwarna putih.

Pikirannya kembali pada bunga yang ada di dalam visionnya. Dia berpikir dan membayangkan bila bunga yang tepat di depannya berubah warna menjadi merah dan dipenuhi dengan darah. Itu sama seperti pernikahan darah yang ada pada visionnya.

Lalu dia merasa ada yang menepuk bahunya. Dia menoleh ke belakang, “Kakek.. Kakek sudah pulang. Kakek darimana?”

Keberadaan kakek membangunkannya dari lamunan. Dan membuatnya tidak lagi terhanyut dalam vision tentang pernikahan darah.

Soul Delivery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang