Healing

7 6 0
                                    

Ansel bangun dan merasa pinggangnya terasa sangat sakit. Tapi dia sangat beruntung karena tulangnya hanya retak. Dia hanya butuh beberapa hari supaya bisa sembuh total.

Hanya saja bekas luka yang ada di lehernya belum hilang dan dia merasa kepanasan. Rasanya sangat panas seperti disulut api secara langsung.

Sebenarnya dia harus di rawat di rumah sakit, tapi kakeknya menolak. Lebih baik dia istirahat di rumah. Itulah tempat yang paling aman. Setidaknya di rumah tidak akan ada fayfiend yang muncul.

Dia berdiri di depan cermin dan melihat lehernya yang berubah seperti daging panggang. Dia memegang lehernya, “Ough… panas.” Meski merasa kepanasan, tapi dia menahan rasa panas itu.

Kemudian Ansel turun dan melihat kakeknya sedang menyiapkan sarapan. Sarapan kali ini adalah banana pancake.

“Sudah bangun? Kemari sarapanlah dulu.” Kakek langsung menyuruhnya makan setelah tahu Ansel sudah bangun.

Ansel mengambil sirup coklat dan menyiramnya ke atas pancake. “Kakek, apa yang harus aku lakukan selanjutnya.”

“Bunuhlah Heka secepat mungkin.”

Ansel terdiam dan terkejut dengan jawaban kakek. “Apa tidak ada cara lain selain membunuhnya?” Sebenarnya Ansel sudah tahu apa yang harus dia lakukan. Hanya saja dia sangat berharap bahwa dia bisa menyelamatkan Heka dari kematian.

“Pengorbanan memang harus dilakukan.”

“Tapi mengapa harus Heka? Mengapa bukan orang lain saja? Mungkin pelaku kriminal.”

“Entahlah, kakek sama sekali tidak tahu.” Kakek merasa curiga dengan identitas orang yang memukul Ansel, “Tapi saat bertemu lagi dengan Heka, sepertinya harus berhati-hati dengan orang yang memukulmu. Dia mungkin akan selalu bersama Heka.” 

“Ansel tahu. Tapi menurut kakek dia siapa? Mengapa dia menculik Heka?”

“Sepertinya dia bukan manusia.” Kakek menyuruh Ansel untuk menceritakannya lebih detail, “Bagaimana dia membawa Heka?”

“Dia seperti mengatakan sesuatu kepada Heka. Lalu mereka pergi begitu saja. Dia pasti memanipulasi Heka.”

Kakek justru beranggapan lain, “Kakek rasa semua yang kamu lihat tidak sepenuhnya bisa kamu mengerti.”

“Apa maksud kakek?”

“Bisa jadi dia tidak diculik, tapi dia sendiri yang telah memutuskan untuk dengan orang itu. Itu sangat mudah karena dia bukan manusia.”

“Bagaimana kakek bisa yakin bahwa dia bukan manusia?”

Kakek memegang tangan Ansel. Tangannya berwarna merah menyala, “Lihat tanganmu yang terbakar. Bila ada yang memegangmu, lalu tanganmu terasa panas dan terbakar, itu artinya dia bukan manusia.”

“Lalu apa yang harus Ansel lakukan?”

“Jangan bersentuhan dengannya!!”

Ansel mengangguk.

“Kakek sudah membuatkan es batu. Kompreslah tangan dan lehermu.”

Ansel bangun dari kursi dan menuju ke kulkas. Isinya hanya ada es batu. Dia mengambil satu mangkuk es batu. Dia meletakkan tangannya tepat di atas es batu. Satu mangkuk es batu meleleh begitu saja hanya dalam satu menit. “Kakek lihat ini!!!”

Kakek terkejut dan merasa sedikit panik. “Berendamlah dengan air es…”

Ansel menatap kakeknya dengan rasa heran, “Apakah separah itu?”

“Hanya ini satu-satunya cara. Ini bukan musim salju, tapi musim panas. Kakek takut seluruh tubuhmu akan berubah menjadi abu.” Kakek memegang leher Ansel yang sudah mulai gosong. “Lihat saja lehermu, sudah mirip dengan arang.”

Soul Delivery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang