Astral Projection

21 19 1
                                    

Heka berhasil keluar dari cahaya putih yang mengelilinginya. Dia melihat ada sebuah titik yang gelap. Dia berjalan menuju ke arah titik itu.

Ternyata titik gelap itu sebuah pintu. Dia membuka pintu itu. Ada taman kecil di balik pintu itu. Meskipun baru pertama kalinya mengunjungi rumah Ansel, tapi dia bisa mengenali taman yang ada di halaman belakang.

“Mengapa aku bisa ada di sini? Apa aku baru saja melewati pintu kemana saja? Tidak ini tidak mungkin.” Hal yang lebih aneh lagi, bahwa matahari telah terbit.

Heka duduk di bangku. Dia merasa bahwa saat ini dia sedang bermimpi. Karena itu dia pejamkan matanya dan berharap bahwa dia akan terbangun dari mimpinya.

Yang terjadi justru dia sama sekali tidak bisa tertidur. Dia merasa bahwa semua rasa kantuk telah hilang seolah seperti baru bangun tidur.

Memikirkan itu semua membuat kepalanya pusing.

Dia bangun dari kursi, kepalanya sangat sakit dan merasa sangat pusing. Dia berjalan perlahan dan perpegangan, supaya tidak terjatuh. Badannya terasa sangat lemah.

Saat tiba di kamar, dia melihat Ansel keluar dari kamar kakaknya. Heka merasa bahwa Ansel pasti sedang mencarinya.

Keberadaan Ansel membuat dia bertanya-tanya, “Apa ini? Bukannya aku sedang bermimpi? Tapi mengapa aku seolah tidak sedang tidur?”

Karena itu dia memilih untuk bersembunyi dan memastikan bahwa Ansel tidak melihatnya. Setelah Ansel kembali ke kamarnya, Heka pun lanjut berjalan.

Sakit kepalanya sangat tidak tertahankan. Tenaganya seolah berkuras. Bahkan dia merasa seperti tidak mempunyai tenaga hanya untuk sekedar bernapas.

“Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa aku baru saja melintasi waktu?”

Setelah sampai di pintu kamar Hansel, Heka melihat tubuhnya sedang terbaring di ranjang. Itu membuatnya merasa sangat lemas. “Berarti aku sudah meninggal? Apa mereka diam-diam membunuhku?”

Dia memperhatikan tangannya. Tangannya tembus pandang. Dia bisa melihat lantai dengan jelas dari telapak tangannya.

Heka mendengar langkah kaki. Dia menoleh ke belakang. Dia melihat Ansel berjalan ke arahnya. Ansel melewatinya begitu saja. Seolah dia tidak ada.

Lalu Ansel masuk, dia mendekati tubuh Heka. Dia merapikan selimut.

Heka mencoba untuk memanggilnya, “Ansel!!! Ansel!!! Ansel!!!”

Namun itu sia-sia dan Ansel sama sekali tidak mendengarnya. Dia mendekati Ansel dan mencoba menyentuhnya. Namun Heka sama sekali tidak bisa menyentuhnya.

Lalu Ansel pergi meninggalnya. Itu membuat Heka terpuruk. Tidak ada yang dapat dia lakukan. Dia hanya berdiri dan memandangi tubuhnya selama beberapa saat.

Heka mencoba menyentuh tubuhnya sendiri. Tetapi tubuhnya menolak dan membuatnya terpental.

“Apa yang terjadi padaku?” Dia mencoba untuk menangis. Tapi matanya tidak bisa mengeluarkan air mata. Seolah air matanya mengering.

Tapi satu hal yang dia syukuri, dia belum meninggal. “Setidaknya aku belum meninggal. Bila aku sudah meninggal, meraka pasti sudah menutupi tubuhku seutuhnya. Tapi Ansel hanya menyelimutiku.”

Dia melihat ada tangan yang menawarkan bantuan untuk berdiri. Tangan itu cukup mengerikan dengan kuku panjang, lancing dan tajam seperti cakar. Baginya itu sangat menakutkan, tapi Heka memberanikan diri menengok ke atas.

“Apa dia Lexus?” Itulah yang dipikirkan oleh Heka. Dia sangat ingat nanti akan seseorang yang akan mendatangimu, dia adalah Lexus. Dia akan memberikanmu soul delivery.

Soul Delivery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang