First Step

51 41 1
                                    

Pesan tadi siang yang dikirim oleh Ansel masih membuat Heka bimbang. Satu sisi dia ingin mengindari Ansel. Karena dia merasa Ansel akan mendatangkan kegelapan dalam hidupnya.

Sisi lainya, dalam hati kecilnya seolah menuntunnya untuk datang padanya. Sebab itu adalah takdir yang harus dia jalani. Sementara itu dia telah mendapat dukungan dari Clancy. Hal itu semakin membuat keyakinan menjadi tinggi untuk tidak mengindari Ansel.

Lalu saat tengah malam, akhirnya dia memutuskan untuk membalas pesan Ansel. Dia tidak begitu mengharapkannya segera membalas pesan. Karena dia tahu pasti Ansel telah tertidur pulas.

“Tidak ada salahnya mencoba, apapun itu resikonya.”

Dia mengambil smartphone dan mengetik pesan balasan,

Aku sibuk belum bisa bertemu denganmu

Mungkin minggu depan

Aku akan menghubungimu lagi

Pesan yang telah dia kirim adalah keputusannya dan pantang untuk diubah. Setidaknya dia telah mengulur waktu hingga minggu depan.

Sambil menunggu minggu depan, dia lebih memilih untuk mengalihkan pikiran untuk lebih fokus pada pekerjaannya dalam satu minggu ke depan. Dia menolak untuk memikirkan hal lain selain itu.

Sebenarnya besok dia tidak mempunyai apapun. Dia hanya tidak ingin meluangkan waktunya untuk Ansel besok ataupun lusa.

Hari demi hari instingnya menjadi sangat kuat. Sejak sulit untuk tidur heka memang merasa ada perubahan dalam dirinya. Seolah dia dapat membaca karakter asli orang lain.

Tetapi kali ini, untuk pertama kalinya dia membuat keputusan yang bertentangan dengan instingnya. Entah hal buruk apa yang akan terjadi padanya, dia menolaknya untuk membayangkannya.

Karena dia sama sekali tidak tahu apa itu. Namun satu hal yang pasti itu bukan hal yang membawa kebahagiaan, melainkan malapetaka.

****

Satu minggu telah berlalu, Heka masih sibuk dengan laptopnya. Dia menjadi seseorang yang gila kerja. Dia mengambil terlalu banyak task yang membuatnya kewalahan. Dia melihat jam, masih pukul 10.00 pagi.

Dia seolah melupakan sesuatu. Mendadak dia mengingat bahwa dia harus menemuinya Ansel.

Baginya itu hal yang cukup bagus. Dia berhasil untuk tidak memikirkan sesuatu yang sebaiknya dihiraukan.

Ini hanya suatu pengalihan. Karena dia tahu sebaiknya tidak menghiraukan Ansel begitu saja. Yang dia butuhkan hanya dapat bernapas dengan leluasa, sebelum bernapas terasa menyakitkan.

Kini dia merasa telah cukup ruang untuk bernapas, dan waktunya untuk menjalani apa yang telah digariskan. Dia hanya perlu membuatnya mudah cukup dengan mengikuti arus.

Lalu dia mengambil smartphone dan melepon Ansel. Sebelumnya itu dia membaca ulang pesan terakhir yang Ansel kirim. Matanya tertuju pada satu kata  soul delivery.

Tetapi dia hanya mendengar nada dering. Sembari menunggu Ansel menjawab teleponnya, dia menyelesaikan pekerjaannya.

Panggilan pertama, Ansel tidak menjawabnya. Lalu dia mencoba memanggilnya lagi. Hasilnya masih sama, Ansel tidak mengangkat teleponnya.

Karena tidak ada jawaban dia pun melemparkan smartphonenya ke ranjang begitu saja. Pikirannya menolak mencari tahu alasan mengapa Ansel tidak menjawab teleponnya.

Saat ini pekerjaannya jauh lebih penting dari apapun. Karena terlalu banyak task yang telah dia ambil, dia harus menerima konsekuensinya sesuai deadline.

Soul Delivery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang