Renacido

14 13 1
                                    

Sinar matahari masuk melalui pantulan kaca jendela hingga membuat mata Heka terasa hangat. Dia terbangun dan berjalan menuju jendela. Lalu membuka tirai untuk merasakan hangatnya sinar matahari pagi.

Tidak terasa sudah seminggu semenjak dia menerima soul delivery. Akhirnya dia merasa dapat menjalani kehidupan normal. Heka merasa dia terlahir kembali.

Rasa lelah akibat insomnia bertahun-tahun telah hilang begitu saja. Rasa sakit dan lemah kehilangan darah sudah tidak dia rasakan lagi.

Heka mengambil ponselnya, tetapi tidak ada pesan masuk dari Ansel sama sekali. Dia membanting tubuhnya ke ranjang.

Dia memang telah berjanji kepada dirinya sendiri, bahwa tidak tidak ingin terlihat apapun dengan Ansel setelah menerima soul delivery. Dia merasa Itulah yang terbaik baginya dan juga Ansel.

Namun kini dia berharap Ansel menghubunginya lagi. Tetapi semenjak dia pulang, sama sekali tidak ada kabar.

Ponselnya berdering, “Clancy…”

“Heka bisakah kamu membantuku?”

“Hari ini aku harus menemui Troy Cole untuk mengambil jam, tetapi aku tidak bisa. Aku harus pergi ke bandara menjemput orangtuaku. Bisakah kamu menemuinya untukku?”

“Oke!!!” Heka langsung mengiyakan begitu saja tanpa berpikir panjang.

“Terima kasih. Aku akan mengirim lokasinya.”

****

Heka telah sampai di Geiser Coffee and Market lebih awal pukul 3 sore. Sementara itu Troy Cole akan sampai pukul 4 sore. Di samping laptopnya dia telah memesan croissant dan secangkir red velvet latte.

Meskipun datang lebih awal itu lebih baik bagi Heka. Dia memang sengaja datang lebih awal sehingga dia mempunyai banyak waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Menunggu selama satu jam memang terasa sangat lama, jika tidak melakukan apapun. Tetapi tidak bagi Heka, satu jam adalah waktu yang singkat.

Menekuni profesi sebagai transcriber membuat waktu berjalan terlalu cepat. Dia hampir tidak terasa bahwa dia telah menghabiskan waktu selama satu jam.

“Permisi apakah kamu teman Clancy?” Seseorang menyapanya dan itu menyadarkan Heka jika waktu telah menunjukkan pukul 4 sore.

“Iya benar, kamu Troy Cole.”

Troy Cole duduk di depannya. “Maaf telah membuatmu menunggu terlalu lama.”

“Tidak.” Itu memang benar, walaupun Heka telah menunggu satu jam namun bagi seorang editor satu jam mungkin terasa satu menit bagi orang lain.

Troy mengeluarkan sebuah kotak dan menaruhnya di meja. Lalu dia membuka kotak itu. “Ini jam couple yang telah dipesan oleh Clancy.”

Kedua jam tangan itu berwarna biru. Hanya saja untuk pasangan wanita berwarna biru cyan dan untuk pasangan laki-laki berwarna biru navy. Background jam tangan itu terlihat sangat cantik dengan gambar hati di bagian tengah dan dikelilingi oleh titik-titik yang nampak seperti bintang.

“Apa kamu menyukainya?” Tanya Troy sambil memperhatikan Heka yang sedang fokus pada design jam yang dibuat oleh Clancy.

“Tidak, ini bukan untukku. Ini untuk hadiah pernikahan saudaranya minggu depan tanggal 11 September.”

“Maaf aku kira dia yang memesan ini untuk kalian.”

“Clancy memang pintar dalam mendesign semua hal.” Heka selalu ingat hal itu selalu menjadi hobi Clancy. Dia sangat sering membeli barang-barang custom yang dia buat sendiri.

Troy langsung pamit untuk pergi. “Baiklah kalau begitu aku pergi dulu. Maaf aku tidak bisa lama.”

“Iya silahkan. Aku juga harus pergi.” Heka pun mengembalikannya laptopnya. Saat hendak berdiri, Heka melihat Ansel dari jendela. Ansel tidak sendirian dia bersama seorang laki-laki. Mereka terlihat sangat akrab.

Karena telah lama tidak bertemu, menurut Heka lebih baik menyapanya. Dia berjalan cepat menuju ke arah pintu.

Ketika berhadapan dengan Ansel, Heka berinisiatif untuk menyapanya terlebih dahulu, “Hi, Ansel!!!”

Bagaimanapun juga dia masih berhutang pada Ansel. Meskipun dia sangat ingin tidak bertemu lagi dengan Ansel.

Sayangnya Ansel sama sekali mengabaikannya. Dia melewati Heka begitu saja seolah Heka orang asing dan tidak terlihat. Heka merasa sangat sakit diabaikan begitu saja oleh Ansel. Seketika itu juga Heka menyesal karena memutuskan untuk menyapa Ansel duluan.

Itu juga menjadi suatu hal yang dia benci. Bila semua orang bersifat ramah, bukan berarti orang itu akan selalu bersifat ramah. Hanya saja dia ada sesuatu yang membuatnya terpaksa bersikap baik. Ada kalanya, bahkan tidak dianggap sama sekali.

Tetapi Heka sadar bahwa dia juga salah. Setelah Ansel membantunya, dia seolah menghilang begitu saja dan sama sekali tidak mempunyai niat untuk menghubungi Ansel hanya sekedar menanyakan kabar.

Heka pun berbalik dan menyusul Ansel. Namun dia terhenti dan saat tersadar bayangan di dalam kaca. Dia mendekati kata itu dan menyentuhnya. Tidak ada bayangannya sama sekali.

“Apa ini? Apa aku sedang bermimpi? Kenapa bayanganku tidak ada? Apa aku telah meninggal?”

Dia memperhatikan semua orang disekelilingnya. Lalu melihat ke arah kaca kembali dan memastikan bahwa semua orang ada di dalam kaca, kecuali dirinya sendiri.

Heka bergegas masuk dan menuju ke arah Ansel. Dia berteriak memanggil Ansel. “Ansel!! Ansel!! Ansel!!”

Hal itu percuma, Ansel seolah menganggap dia tidak ada. Heka mencoba menyentuh pundak Ansel hanya untuk memberi sebuah sinyal bahwa dia ada di samping.

Tetapi Ansel mengibaskan tangannya. Namun tangan Ansel menembus tangannya yang menempel di pundak Ansel. Heka yakin bahwa dia menyentuh Ansel dan dapat merasakannya. “Mengapa tangan Ansel bisa menembusku? Apa yang sebenarnya terjadi?”

Tadi ada seseorang menabrak Heka hingga membuatnya terjatuh. Dia merasakan tangannya sakit. Dia melihat darah keluar dari pergelangan tangannya. Tetapi dia tidak menghiraukan lukanya. Baginya dia hanya ingin sebuah jawaban mengapa hanya orang itu yang menyadari keberadaannya.

Heka berdiri dan mengejar laki-laki yang menabraknya. Orang itu pergi dengan mobil. Heka langsung masuk ke dalam mobil dan mengejarnya.

Kemudian Heka berhenti ketika orang itu masuk ke dalam hutan. Dia keluar dari mobil dan melihat suasana hutan yang nampak menyeramkan. Dia merasa bahwa ini hanya jebakan dan membuat Heka mengikutinya.

Setelah sadar bahwa orang itu memang sengaja, Heka masuk ke dalam mobil dan meninggalkan hutan.

Dia menyelusuri hutan itu. Kondisi hutan sangat dingin, seperti musim salju. Itu membuat Heka menggigil. Dia melihat kaca mobil yang secara perlahan terselimuti dengan es. Dia mengaktifkan penghangat sehingga dia tidak lagi kedinginan.

Hingga akhirnya dia sampai di sebuah rumah yang mewah dan megah. Rumah itu menarik perhatian Heka seketika.

Di depan rumah itu ada sebuah papan nama. Karena terhalang kaca mobil yang membeku, dia tidak bisa dengan jelas membacanya. Dia penasaran siapa pemilik rumah mewah itu.

Sehingga Heka memutuskan keluar dari mobil dan melihat langsung rumah itu. Tiba-tiba dia mendengar suara yang aneh. “Suara apa itu? Apa itu semacam hewan buas?”

Itu membuat Heka ketakutan dan urungkan turun dari mobil. Dia merasa lebih aman saat berada di dalam mobil.

Lalu berbalik arah dan menyelusuri jalan yang tadi dia lewati.

Soul Delivery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang