Pagi telah datang, Heka membuka matanya. Dia melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 05.00 pagi. Meskipun masih gelap, tetapi waktu yang tepat untuk bangun.
Dia memang bisa tertidur meskipun hanya sebentar, cuma empat jam. Ini berarti hari ini waktunya pulang ke rumah.
Tetapi baginya itu lebih dari cukup. Terlebih lagi dia masih terhantui dengan beban pikirannya. Terkadang dia merasa bahwa secara tidak langsung dia dikendalikan dan itu terngiang-ngiang dalam pikirannya.
Namun dia masih bimbang, haruskan dia ikuti kata hatinya atau membiarkannya berlalu dan melupakannya begitu saja. Seolah apa yang telah terjadi kemarin sangat wajar dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan ataupun dicari tahu lebih dalam lagi.
Mengingat hari ini adalah hari terakhir dia berada di rumah sakit, dia harus segera memutuskan. Apakah dia akan menghampiri orang itu atau tidak sama sekali. Dia masih penasaran dengan identitas yang sebenarnya.
Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak menghampiri orang itu. Sebab, bagi dia itu semua tidak penting untuk sekarang dan seterusnya.
“Mungkin sebaiknya aku buat seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Lagi pula tindakan ada salahnya melupakan momen dalam hidup yang hanya beberapa menit. Lagian sangat tidak mungkin untuk bertemu dengannya lagi.” Itulah yang dia putuskan.
Lalu, dia mengambil jaket dan ponselnya, lalu pergi keluar ruang. Dia merasa berada di luar jauh lebih baik daripada di dalam ruang. Baginya itu sangat membosankan. Apalagi tidak ada yang menemaninya, sementara itu ibunya belum juga datang.
Tujuannya adalah pergi ke taman rumah sakit di lantai bawah. Sementara dia dirawat di lantai 3.
Saat melewati ruang dimana laki-laki itu dirawat, dia memperhatikan ruangannya. Dia melihat dengan seksama dan laki-laki itu tidak ada di dalam ruang. Entah kemana dia pergi sepagi ini.
Dia pun hanya berjalan lurus menuju ke arah lift.
Sesampainya di bawah, dia menuju ke arah bangku. Lalu dia mengambil ponsel dari saku jaket. Kemudian dia memakai earphone dan mendengarkan sebuah lagu.
Suasana kala itu memang cukup menenangkan dan menyegarkan. Udaranya juga masih sedikit dingin. Untungnya dia memakai jaket, sehingga tubuhnya tidak terlalu dingin. Dia duduk di bangku itu sembari menunggu ibunya datang.
Tiba-tiba ada sesuatu terjatuh tepat di depannya. Dia pun sangat terkejut. Lalu dia memeriksa ke bawah untuk mengetahui apa yang baru saja terjatuh…itu hanya sebuah buku.
Dia mengambil buku itu dan mendongak ke atas dan mencari tahu siapa yang menjatuhkannya. Suasana balkon pun nampak sangat sepi dan tidak ada seorang pun yang berdiri di balkon. Buku itu seolah jatuh dari langit.
Lalu dia sadar seolah bahwa ini adalah déjà vu. Dia pernah mengalami hal serupa kemarin. Kemudian dia memeriksa buku yang ada di tangannya.
“Catasways of the Flying Dutchman, Bryan Jacques. Sepertinya judul buku ini sangat tidak asing.”
Dia membaca sepenggal dari cerita itu, “The Flying Dutchman, hmm… who knows how it all began, only two living being, I take up my pen and tell you the tale.”
Ketika dia membolak-balik buku itu, dia mendengar langkah kaki yang berlarian yang seolah berjalan ke arahnya. Lalu dia mendengar suara napas yang tersenggal-senggal.
“Maaf itu bukuku.”
Heka menengok ke arah suara itu. Sejenak dia merasa lega jika momen yang sangat aneh kemarin ternyata tidak terulang dan buku itu tidak jatuh dari langit. Namun, dia sangat tidak menyangka orang yang menjatuhkan buku itu adalah orang yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul Delivery
FantasíaDo you know why demon and other evil hunt human? They stop when get it. Is there a secret behind it? or do they hate human? Or Do they revenge to human? If they hate human, why don't they destroy all the of human? It is complicated. But it is...