2. Kostan Angker (1)

266 20 0
                                    

Sinar mentari menembus jendela kamar seorang gadis. Dengan perlahan kelopak matanya mulai terbuka, pandangan matanya mencoba untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menyilaukan.

Gadis itu mulai bangun dan merapikan rambutnya yang berantakan. Kemudian ia segera bergegas pergi ke kamar mandi yang berada di area dapur di ujung lorong.

Dengan gontai ia melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya. Ia pun membasuh wajahnya dengan keran air.

Namun tiba-tiba sekelebat bayangan lewat dibelakangnya. Gadis itu menoleh ke belakang namun tak menemukan apa-apa.

Saat ia kembali menghadap ke depan, sorot matanya menatap sosok wanita berpakaian merah yang berwajah hancur.

Wajahnya yang rusak dipenuhi oleh luka berdarah. Tatapannya menatap tajam ke arah sang gadis yang hanya diam mematung.

Gadis itu ingin bergerak, namun tubuhnya tak mampu digerakkan. Ia hanya bisa diam menyaksikan kedua tangan wanita berbaju merah itu terangkat dan bersiap untuk mencekiknya.

Sesaat sebelum tangan sang wanita menyentuh lehernya, tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar.

"Kak Maya, apa kakak udah selesai?"

Gadis yang bernama Maya itu segera menoleh ke sumber suara, ia juga kembali menoleh ke arah sosok wanita tadi berdiri, namun wanita itu kini sudah tidak ada.

Maya pun terduduk diam di lantai, napasnya masih terengah-engah. Tubuhnya gemetaran mengingat kejadian barusan.

"Halo, kak?"

Dengan sekuat tenaga, Maya mulai berdiri dan membuka pintu toilet. Disana terlihat seorang gadis dengan seragam sekolah dan topi kupluk yang ia pakai di kepala.

"Iya, ada apa Nayla?"

Nayla menatap kakaknya dengan heran, karena kakaknya terlihat terengah-engah.

"Kakak kenapa? Kok ngos-ngosan gitu?" Tanya Nayla.

"Kakak gak apa-apa kok!" Jawab Maya sambil mengatur napasnya.

Nayla menatap kakaknya dengan curiga.

"Terus kalo kakak gak apa-apa, kenapa malah ngos-ngosan gitu? Apa kakak habis digangguin sama kuntilanak sialan itu?" Tanya Nayla.

Maya membalasnya dengan anggukan kecil, Nayla memegang wajahnya yang berusaha menahan tangis.

"Kak, mendingan kita segera panggil dukun atau paranormal aja. Setan itu terus menerus mengganggu kita tiap kali kita sendirian. Kalo kita panggil dukun,..."

Maya pun memotong perkataan adiknya.

"Kita tidak punya uang lebih untuk membayar mereka. Mendingan uangnya kita pakai untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari ketimbang dipake buat manggil dukun yang gak jelas bisa ngusir mereka apa nggak!"

Nayla tertunduk mendengar jawaban kakaknya.

"Tapi kalau kostan ini angker, emangnya siapa yang mau ngekost disini?" Gumamnya pelan.

***

Nayla kini sudah pergi berangkat ke sekolah setelah tadi pagi sempat berdebat dengan ku. Sedangkan aku masih duduk di kamarku.

Sejujurnya aku tahu bahwa kostanku ini memang angker. Sudah banyak penghuni kos yang tidak betah tinggal di sini, sehingga mereka semua sudah pindah dari sini.

Bukan hanya itu, kadang aku juga melihat aktivitas mereka yang terkadang menggangguku. Terutama dari kuntilanak merah yang kulihat pagi tadi.

Aku dan juga adikku memang mewarisi kemampuan dari ibu kami, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu yang tak kasat mata. Itu sebabnya kami seringkali menjadi incaran para mahluk halus yang berniat buruk pada kami.

Ditambah belakangan ini semenjak ayah kami meninggal, gangguan itu terasa semakin intens. Hingga mengakibatkan kostan peninggalan ayah kami menjadi sepi.

Sekarang satu hal yang kuharapkan adalah kostan ini kembali menjadi ramai seperti dulu. Agar aku bisa menghidupi keluarga kecilku, dan agar adikku bisa terus menempuh pendidikan setinggi mungkin.

Aku pun melihat jam dinding, "sekarang sudah jam segini, sebaiknya aku segera berangkat kuliah!"

Aku pun segera bangkit dan bergegas untuk pergi ke kampus. Sebenarnya aku tidak ingin lanjut kuliah, hanya saja almarhum ayahku ingin agar kami berdua bisa menempuh pendidikan hingga kuliah.

***

Kuliahku pun selesai, aku kini sedang berjalan pulang menuju ke kostanku. Sepanjang jalan aku selalu berpura-pura tidak melihat mahluk halus yang kutemui di tengah jalan. Toh tujuannya agar mereka tidak tertarik denganku.

Sementara Nayla, tadi dia bilang kalo di sekolahnya sedang ada acara, jadi katanya dia akan pulang terlambat hari ini.

Namun saat aku hampir tiba di kostan, aku melihat seorang pria dengan ransel besar sedang berdiri memandang kostan milikku. Sepertinya dia ingin ngekost di sana.

"Permisi, apa anda ingin menyewa kamar kost?" Tanyaku.

Pria itu berbalik dan menatapku, tubuhnya terlihat kekar dengan kaos polos yang ia pakai. Kalau kuperhatikan dengan lebih detail, sepertinya ia memakai sebuah kalung yang disembunyikan di balik bajunya.

"Ah iya, apa anda pemiliknya? Kenalin namaku Praja, aku berasal dari Sulawesi!" Ucapnya sembari mengulurkan tangan.

Saat itu aku tidak menyadari bahwa pertemuan ku dengan pemuda itu benar-benar akan mengubah hidupku dan adikku menjadi sangat berbeda.

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang