59. Kemunculan Ifrit (1)

171 9 0
                                    

Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Ifrit, sang Raja Jin Nusantara. Perkenalannya itu membuat Kakek Chandra, Maya, dan Wira hanya bisa tertegun mendengarnya.

"Raja Jin Nusantara? Apa maksudnya itu?" Pikir Maya.

"Raja Jin Nusantara? Aku tidak mengerti maksud dari ucapanmu itu. Yang jelas, sekarang beritahu aku tujuan kedatanganmu kemari dalam wujud manusia begitu!" Ucap Kakek Chandra.

"Wah, Anda ini tidak suka basa-basi ya, yasudah biar ku jelaskan soal tujuan kedatanganku ke sini!" Balas Ifrit dengan senyuman yang ramah, namun terasa mengancam.

"Tujuanku ke sini adalah untuk membawa Indriya yang bersembunyi dibalik batu itu!" Ucap Ifrit, sembari menunjuk batu tempat Wira dan Maya bersembunyi.

"Apa? Kita ketahuan!" Bisik Wira.

"Ini tidak mungkin, dengan kemampuanku, aku seharusnya mampu menyembunyikan aura keberadaan kami dengan baik. Tapi kenapa dia bisa tahu soal keberadaan kami? Apalagi, kekuatan Maya saat ini kan sedang tersegel, seharusnya tidak mungkin dia bisa merasakan kekuatan Indriya milik gadis ini!" Pikir pria itu.

"Jangan pikir aku tidak tahu, Indagis! Aura Indriya yang dimiliki gadis itu terasa sangat lemah, seperti sedang disegel oleh sesuatu. Tapi, kemampuan sihir seperti itu tak akan bisa menipuku!" Ujar Ifrit, membuat Wira dan Maya terbelalak.

"Tidak usah banyak omong, Ifrit! Kenapa kamu ingin membawa gadis itu? Apa urusannya denganmu?" Tanya Kakek Chandra dengan tegas.

"Kamu ini tidak sopan padaku ya, Indagis! Padahal aku ini jauh lebih kuat dan lebih tua darimu. Seharusnya kamu patuh padaku!" Gertak Ifrit, disertai dengan aura jahat yang menyeruak dari tubuhnya.

Aura jahat itu membangkitkan rasa takut yang amat sangat dari dalam hati Maya dan para Indagis. Tubuh mereka kini gemetar di hadapan kekuatan besar tepat di depan mata mereka.

Aura jahat itu juga mengakibatkan burung-burung berjatuhan dari langit, pohon-pohon menjadi layu. Bahkan batu besar tempat Maya dan Wira bersembunyi juga perlahan mulai retak, hingga akhirnya hancur berkeping-keping.

Dengan tubuh yang gemetar, dan napas yang terengah-engah. Maya berjalan mundur perlahan, tubuhnya terasa lemas hingga akhirnya ia terjatuh akibat rasa takut yang ia rasakan.

Saat itulah, Maya melihat bebatuan yang hancur tadi berubah menjadi debu. Begitupun juga dengan pepohonan yang tadi layu, perlahan mulai hancur hingga menjadi debu.

Sorot mata Ifrit kini teralih pada Maya, "gadis Indriya, kalo aku tidak menahan kekuatanku, sekarang pasti pikiran, jiwa, hingga tubuhmu sudah hancur berkeping-keping. Tanpa kekuatan Indriyamu, kamu tidak akan mampu menahan efek dari kekuatanku!" Ujar Ifrit.

Mendengar hal itu, perlahan air mata Maya mulai mengalir. Ia kini berteriak histeris sembari memegang kepalanya. Rasanya, aura jahat dari Ifrit tak mampu lagi ia tahan.

Melihat situasi Maya yang sangat kacau, Wira segera berteriak lantang pada Kakek Chandra.

"Woy pak tua, cepat kalahkan Iblis itu!" Pintanya dengan lantang.

Wira sendiri merasa tak mampu lagi bertarung, karena rasa takut terus menjalar di seluruh tubuhnya. Tubuh astralnya kini gemetar, rasanya ia ingin langsung lari dari sana.

Dengan tubuh yang gemetar, Kakek Chandra memegang Mandaunya erat-erat.

"Milo, aku tahu saat ini kamu sedang merasa takut, tapi kita harus tetap bertarung melawan mahluk ini. Jadi, tolong tetap bersamaku ya!" Batin Kakek Chandra, mencoba berkomunikasi dengan Milo menggunakan telepati.

"Tebasan Cahaya Rembulan: Sabit!"

Kakek Chandra melakukan serangan tebasan berbentuk layaknya bulan sabit secara bertubi-tubi. Tapi Ifrit dengan mudah masih dapat menghindarinya.

"Tebasan Cahaya Rembulan: Half Moon!"

Kakek Chandra mengangkat Mandaunya tinggi-tinggi, hingga kemudian melakukan serangan tebasan secara vertikal dengan sangat cepat.

Namun serangan itu dapat ditangkap oleh Ifrit hanya dengan menggunakan satu tangan.

"Aku pernah mendengar legenda tentangmu. Tentang seorang Indagis Bahutai yang mengikuti jejak Indagis Harimau Putih untuk berburu Indagis lain. Tapi tidak kusangka kekuatanmu hanya sekuat ini, yang begini sih, bukan tandingan bagiku!" Ejek Ifrit.

Dengan kesal, pria tua itu kembali menarik Mandaunya dari tangan Ifrit. Ia pun langsung melakukan serangan berputar untuk memenggal kepala Iblis itu.

"Tebasan Cahaya Rembulan: Purnama!"

Saat tebasan Kakek Chandra hampir memenggal Iblis itu, mahluk itu berhasil mengelak ke belakang. Dan dengan ekspresi yang menyeringai, ia balas memukul pria tua itu hingga terbanting ke tanah.

"Wah, lehermu hampir terpenggal tuh, Indagis!" Ucap Ifrit, dengan tetap menahan posisinya agar Kakek Chandra tak bisa bangkit berdiri. Sementara Mandau milik Indagis tua itu kini tepat berada di lehernya, hampir menggores kulit sang pemilik.

Kakek Chandra kini menggeram kesal, karena tangan kiri Ifrit masih menahan posisi Mandaunya agar ia tak bisa mengangkat senjatanya, atau bahkan bangkit berdiri. Sementara jika terus dalam posisi ini, maka ia tak bisa membalas serangan Iblis itu.

Tiba-tiba, Wira datang menerjang dengan mencoba menendang kepala Ifrit. Namun mahluk itu berhasil menangkis serangan Wira dengan tangan kanannya.

"Sial, apa yang kulakukan? Tubuhku dengan refleks bergerak untuk menolong pria tua ini?" Batin Wira.

Memanfaatkan hal itu, Kakek Chandra segera menendang perut Ifrit hingga membuat mahluk itu terpental ke belakang.

Kakek Chandra pun bangkit berdiri, kini mereka berdua telah berdiri bersebelahan, siap untuk melawan Ifrit.

"Apa ini, kombinasi dua Indagis? Tapi jika hanya kalian mana cukup untuk mengalahkanku!" Ejek mahluk itu.

Wira pun menggertakkan giginya dengan perasaan jengkel. Saat ia ingin mulai menyerang, tiba-tiba Kakek Chandra memegang pundaknya, seperti menahannya agar tidak menyerang.

"Ada apa Kakek? Mahluk ini harus segera kita bereskan kan?" Tanya Wira.

"Itu memang benar, tapi saat ini sebaiknya kamu fokus untuk melindungi Maya. Aku tidak tahu kenapa, tapi firasatku bilang bahwa kita tidak boleh membiarkan Ifrit membawa pergi Maya!" Pinta Kakek Chandra.

Mendengar hal itu, Wira pun mendecak kesal. Ia segera berbalik dan pergi ke tempat Maya berada.

"Hey Ifrit, tolong jelaskan padaku! Apakah selama ini alasan mengapa jumlah Indriya berkurang karena ulahmu? Apakah selama ini kamu yang memburu mereka? Dan apakah yang membunuh Luna adalah kamu?" Tanya Kakek Chandra dengan nada yang tenang, tapi ekspresi wajahnya menggambarkan amarah yang tak tertahankan.

"Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan?" Balas Ifrit dengan seringai yang masih menghiasi wajahnya.

"Begitu ya, jadi kamu tidak mau menjawab? Dengan terpaksa aku harus menggunakan cara itu di sini!" Ucap Kakek Chandra, membuat semua orang di sana terbelalak.

"Cara itu? Apa maksudnya itu?" Batin Wira dengan bingung.

Kakek Chandra pun menarik napasnya dalam-dalam. Sembari memasang kuda-kuda, ia pun mengucapkan nama suatu teknik.

"Jurus Terlarang, Tebasan Cahaya Rembulan: Eclipse (Gerhana)!"

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang