23. Rumah Berhantu (1)

115 8 0
                                    

Sudah beberapa hari waktu berlalu semenjak pertarungan melawan dukun Prapto waktu itu. Semua orang di kostan melakukan kegiatan seperti biasa, begitu juga denganku.

Hampir setiap hari aku menjalani rutinitas harian seperti kuliah, dan malamnya aku berlatih mengendalikan sukmaku agar terbiasa saat berpisah dengan tubuh fisikku.

Awalnya ini memang terasa memberatkan, tapi perlahan tubuhku sudah mulai terbiasa dengan rutinitas ini. Bahkan sekarang aku sudah bisa Meragasukma tanpa kesulitan.

Semua tampak berjalan seperti biasa, hingga pada suatu sore, Nayla tampak pulang dengan tergesa-gesa.

"Kak Maya, apakah hari ini sudah ada pelanggan?" Tanyanya.

Semenjak mengalahkan Prapto waktu itu, setiap pulang sekolah Nayla selalu menanyakan soal pelanggan dari jasa pengusiran hantu yang ia buat.

"Belum ada," jawabku, membuat ekspresi senangnya seketika berubah menjadi murung.

"Kenapa sih gak ada yang mau nyewa jasa kita? Padahal kan kita dibantuin orang-orang profesional!" Ucapnya dengan sedih.

"Yah mau gimana lagi, jaman sekarang udah jarang orang yang percaya begituan. Kalo pun ada yang percaya, gak mungkin mereka ngelirik ke sini," balasku.

Sebenarnya aku merasa kasihan karena usahanya belum membuahkan hasil. Tapi mau bagaimana lagi, mencari pelanggan soal urusan gaib memang tidak semudah itu.

Hingga tiba-tiba seorang pria dewasa datang ke kostan kami. Pria itu mengenakan sebuah kemeja lengan panjang, ditangannya ia memegang sebuah koper hitam.

"Permisi, benarkah di sini menyewakan jasa pengusiran setan?" Tanyanya.

Mendengar hal itu, Nayla langsung tersenyum bersemangat.

"Benar, Apa yang kami bantu pak?" Tanya Nayla.

Aku pun mengajak Bapak itu untuk duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan Nayla duduk di sebelahku.

Kami pun saling memperkenalkan diri, ternyata pria itu bernama pak Irvan, beliau adalah seorang pengusaha sukses yang tinggal bersama dengan anak dan istrinya.

"Begini, beberapa minggu yang lalu saya pindah ke sebuah rumah di pinggiran hutan bersama dengan istri dan putri saya. Awalnya sih kehidupan kami aman-aman saja, tapi semakin lama kami tinggal di situ, semakin banyak gangguan yang kami rasakan," jelasnya.

"Gangguan? Gangguan seperti apa?" Tanyaku.

"Terkadang kami mendengar suara ketukan pintu, padahal tidak ada orang yang mengetuk. Kadang kami juga mendengar suara anak kecil berlarian tiap malam. Sedangkan pada jam segitu putri kami sudah tidur," terang pria itu.

"Bukan hanya itu, belakangan ini gangguan terasa semakin intens. Berulang kali keluarga kami melihat penampakan, bahkan dari beberapa penampakan itu ada yang terang-terangan mengusir kami," lanjutnya lagi.

Pak Irvan pun menarik salah satu lengan kemejanya, memperlihatkan sebuah luka memar yang berbentuk seperti jari tangan manusia.

"Beberapa waktu yang lalu, salah satu sosok hantu di rumah saya nekat menyentuh lengan saya. Dan luka ini adalah akibat dari sentuhannya itu," ucapnya.

"Apakah sebelumnya Anda telah memanggil bantuan paranormal atau orang yang ahli dalam masalah seperti ini?" Tanyaku.

"Sudah, dan sebagian dari mereka telah mati, sebagiannya lagi kabur dan menjadi gila karenanya!" Jawabnya.

Mataku terbelalak mendengarnya, ternyata masalah mereka cukup rumit. Tapi apakah Praja dan Bima sanggup mengatasi kasus ini atau tidak? Itu yang kupikirkan.

Pak Irvan menaruh kopernya di atas meja dan membukanya. Ia pun menunjukkan isi kopernya yang dipenuhi uang pecahan seratus ribuan.

"Jumlah uangnya sekitar 10 juta rupiah, saya juga bisa membayar kalian lebih dari ini asalkan kalian berhasil mengusir para setan itu!" Ucapnya.

Aku hanya bisa menelan ludah melihat jumlah uang sebanyak itu. Untuk kehidupanku yang sekarang, jelas jumlah segitu sangat lah banyak.

"Kalo begitu bisakah Anda memberikan alamat rumah Anda? Mungkin besok pihak kami akan pergi ke sana untuk menyelidiki!" ucap Nayla, entah kenapa kalo urusan beginian dia jago banget.

Pak Irvan pun memberikan alamat rumahnya, setelah itu ia pun pamit untuk pulang.

"Nayla, apa kamu yakin mau menyelesaikan masalah beginian?" Tanyaku.

"Iya kok, tenang saja, bang Praja dan Bima pasti mau menyelesaikan kasus ini. Lagipula mereka kan juga dibayar dengan bayaran yang tinggi," jawabnya.

Mendengar jawabannya yang penuh keyakinan itu, aku pun berharap bahwa kasus itu bisa kami selesaikan dengan baik agar tidak ada korban lagi dari para roh jahat itu.

***

Keesokan sorenya, Praja dan yang lain telah tiba di alamat rumah Pak Irvan. Mereka berempat pun turun dari taksi dan langsung di sambut oleh Pak Irvan dan keluarganya.

"Jadi kalian adalah para pengusir setan itu?" Tanya pak Irvan.

"Iya pak!" Jawab Praja.

Mereka pun saling memperkenalkan diri mereka masing-masing. Demikian juga dengan pak Irvan yang memperkenalkan istri dan anaknya.

Ternyata nama istrinya adalah Laksmi, sedangkan nama sang anak adalah Nina. Mereka pun dipersilahkan masuk oleh Pak Irvan.

Sebelum masuk, Praja sempat memperhatikan suasana lingkungan di perumahan itu. Sebuah lingkungan yang menurutnya terasa sepi karena rumah penduduk yang posisinya saling berjauhan.

Halamannya cukup luas, suasananya tampak asri dengan pohon beringin besar di halamannya. Sementara rumahnya sendiri tampak terbuat dari kayu dan cukup besar dengan 2 lantai.

Mereka pun kini duduk di sofa ruang tamu dan mulai membicarakan soal pengusiran hantu.

"Jadi bagaimana, apa kalian bisa melakukan pengusiran setan di sini?" Tanyanya.

Praja melihat-lihat sekeliling, saat memasuki rumah itu ia memang merasakan sedikit aura aneh di dalamnya. Untuk itu ia ingin menyelidikinya lebih lanjut.

"Bisakah kita berkeliling di rumah ini? Kami harus menyelidiki sumbernya terlebih dahulu!" Ucap Praja.

Pak Irvan pun menyetujui hal itu. Ia segera bangkit dan mengajak Praja dan Bima berkeliling, sementara Maya dan Nayla tetap di ruang tamu bersama dengan Bu Laksmi dan Nina.

Maya sempat memperhatikan bahwa dari tadi Nina tampak memeluk sebuah boneka porselen. Boneka itu tampak cantik dengan rambut pirang dan topi bulat yang ia kenakan, hanya saja Maya merasa bahwa boneka itu terasa menyeramkan.

"Dek, nama kamu Nina kan? Itu boneka kamu ya?" Tanya Maya dengan tersenyum, sementara jari telunjuknya mengarah ke boneka yang dipeluk oleh Nina.

Nina hanya mengangguk sambil tetap memeluk bonekanya. Sementara Bu Laksmi hanya tersenyum melihat perilaku anaknya.

"Anak saya ini mungkin masih malu-malu ketemu sama kalian," ucapnya.

"Sebenarnya boneka ini baru di beli oleh ayahnya beberapa hari yang lalu setelah kepindahan kami ke sini, karena Nina sebenarnya juga mengalami gangguan salah satu hantu yang ada di sini. Sehingga dia jadi lebih rewel dan gak mau jauh-jauh dari kami," jelas Bu Laksmi.

"Untung aja setelah ayahnya membelikannya boneka ini, dia gak rewel lagi!" Lanjutnya lagi.

Maya pun mengangguk paham begitu mendengar cerita dari Bu Laksmi.

"Ngomong-ngomong apa ibu gak pernah mencoba buat pindah rumah gitu? Ke tempat yang lebih baik? Biar gak digangguin mahluk halus lagi," tanya Maya.

"Sebenarnya sih saya udah kepikiran soal itu, cuma suami saya gak mau karena harga rumah ini cukup murah dan dekat dengan tempat kerjanya. Suasana halamannya juga terasa asri," jawab Bu Laksmi.

Pandangan Maya pun beralih ke sekeliling rumah. Sebenarnya dari tadi ia juga merasakan aura yang mencekam, hanya saja auranya tidak sekuat aura jahat yang dikeluarkan Kinanti di kostannya waktu itu.

Ia kini hanya bisa berharap Praja dan Bima segera menemukan akar masalah gaib di rumah ini, agar kasusnya bisa cepat diselesaikan.

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang