33. Rumah Berhantu (11)

109 11 0
                                    

Pagi itu, di halaman depan rumah Pak Irvan.

"Praja, Maya, Bima, dan Nayla, saya berterima kasih banyak pada kalian. Karena berkat kalian, saya beserta keluarga saya bisa selamat!" Ucap pak Irvan.

"Tidak perlu berterima kasih begitu, ini memang sudah tugas kami, para Indagis untuk membantu orang-orang seperti kalian!" Balas Praja.

"Indagis? Apa itu?" Tanya pak Irvan dengan penasaran.

Praja lalu menjelaskan secara singkat soal Indagis pada pak Irvan.

"Hmm, begitu ya, dengan kekuatan sebesar itu kalian pasti mengemban tanggung jawab yang besar!" Ujar Pak Irvan.

"Itu benar nak, kalian juga adalah orang yang telah menyelamatkan putri kami. Bagi kami, kalian adalah pahlawan bagi dua alam!" Lanjut pak Toni yang wujudnya kini sudah berubah layaknya manusia normal.

Bu Marni pun maju sembari menggendong putrinya yang kini sudah sadar. Pandangan anak itu tertuju pada Praja dan yang lainnya.

"Anak saya ini sepanjang hidupnya merupakan seorang anak yang ceria. Tapi semenjak tragedi hari itu, dia menjadi arwah yang tak mampu bicara. Mungkin traumanya itu masih membekas meskipun sekarang ia sudah mati," jelas pak Toni.

Pak Irvan lalu berjalan mendekati pak Toni, "gara-gara saya, keluarga kalian jadi mengalami masalah lagi. Jadi, saya ingin minta maaf pada kalian, terlebih atas ucapan saya semalam!" Pintanya.

"Tidak perlu minta maaf begitu, yang terpenting monster itu sudah mati. Lagipula kami juga harus minta maaf karena mengganggu ketenangan keluargamu. Karena sejujurnya, untuk menampakkan diri saja rasanya sulit, jadi mau tidak mau kami harus mengganggu kalian agar kalian mau pergi!" Balas pak Toni.

Melihat mereka berdua yang sudah mulai berdamai, membuat Praja dan yang lainnya tersenyum.

Hingga kemudian Maya pun angkat bicara, "lalu bagaimana dengan keadaan Nina?" Tanyanya.

Pak Irvan pun menjelaskan bahwa tangan kiri Nina sedang diobati di dalam, dan nanti ia juga akan dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut.

Sesaat kemudian, terdengar seseorang berlari dari dalam rumah.

"Nina, jangan lari-lari!" Ucap bu Laksmi sembari mengejar putrinya itu.

Nina pun berlari mendatangi Praja dan Maya, "kakak, makasih udah nolongin Nina!" Ucapnya.

Maya pun tersenyum, kemudian ia berjongkok sembari membelai rambut gadis kecil itu.

"Kamu gak apa-apa? Ada yang sakit gak?" Tanyanya dengan lembut.

Nina pun menggelengkan kepalanya, "nggak kok, Nina gak apa-apa!" Jawabnya.

Pandangan Nina pun teralih pada Nisa, posisi mereka kini saling bertatapan. Bu Marni yang paham segera menurunkan Nisa dari gendongannya agar mereka bisa saling berinteraksi.

"Kamu, makasih ya udah bantuin aku!" Ucap Nina.

Mendengar hal itu, secara perlahan, bibir Nisa mulai bergerak. Hal itu menarik perhatian semua orang di situ.

"Nina-" satu kata yang dikeluarkan Nisa berhasil mengejutkan semua orang.

Nisa pun kini beralih pada Praja dan yang lainnya. Lalu dengan terbata-bata, ia pun mengucapkan beberapa kata pada mereka.

"Indagis... Terima... Kasih!"

Mendengar itu, baik pak Toni maupun bu Marni tak mampu membendung air mata mereka.

Mereka pun lalu memeluk Nisa dengan penuh rasa haru, karena setelah sekian lama, akhirnya Nisa berhasil kembali berbicara lagi, meskipun hanya beberapa patah kata saja.

***

Kini sudah saatnya bagi keluarga pak Toni untuk pergi ke alam berikutnya. Semua urusan mereka sudah selesai, dendam dan penyesalan dalam diri mereka kini sudah pupus.

"Apa kalian tidak mau menunggu jasad kalian dikuburkan dulu, baru pergi?" Tanya Praja.

"Tidak perlu, kami percaya pada kalian, jadi tolong kuburkan jasad kami dengan layak ya!" Balas pak Toni.

"Kalian tenang saja, untuk urusan pemakaman bisa serahkan pada saya, saya berjanji akan memakamkan jasad kalian dengan layak!" Ujar pak Irvan.

Pak Toni pun mengangguk. Setelah saling mengucapkan salam perpisahan, pak Toni dan keluarganya pun berkumpul pada satu tempat.

Perlahan, tubuh pak Toni dan keluarganya pun melayang ke udara. Mereka melambaikan tangannya pada Praja dan yang lain untuk terakhir kalinya, sebelum akhirnya melebur menjadi butiran cahaya.

***

Setelah kejadian itu, pak Irvan dan keluarganya pun pindah ke daerah yang jauh. Meninggalkan rumah itu kosong tanpa penghuni.

Jasad pak Toni dan keluarganya juga sudah mereka makamkan dengan layak.

Praja, Maya, Bima, dan Nayla juga telah mendapatkan bayaran yang besar atas jasa mereka. Bayaran yang cukup untuk memperbaiki lantai 2 kostan yang waktu itu sempat hancur.

Dalam rentang waktu itu, baik Praja maupun Bima juga sering bolak-balik ke rumah kosong itu untuk menyelidiki soal sekte sesat yang sempat beraksi di sana, namun mereka sama sekali tak menemukan petunjuk apapun.

Hari-hari para Indagis pun berjalan damai, tapi mereka masih tak menyadari, ada bahaya besar yang mengintai mereka semua. Sebuah bahaya yang mempertaruhkan takdir dari dua alam.

***

Di suatu tempat, di area yang di penuhi pepohonan. Seekor anjing belang berjalan menghampiri seorang pria tua yang sepertinya merupakan pemiliknya.

Sang pria tua pun berlutut mengelus anjing peliharaannya. Anjing itu pun menggeram seperti sedang berkomunikasi pada tuannya. Hingga sang pria tua pun mengangguk paham.

"Begitu ya, jadi Ajag telah dikalahkan!? Kalau begitu aku ingin bertemu mereka, anak-anak yang telah mengalahkan Ajag!" Ucapnya.

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang