Di halaman depan, Kakek Chandra dan Angga tampak berbicara secara empat mata.
"Angga, kenapa kamu malah bicara begitu pada mereka?" Tanya Kakek Chandra.
"Aku hanya cuma mengucapkan faktanya saja kok!" Jawab Angga dengan singkat.
Kakek Chandra pun tersenyum mendengar jawaban Angga, "aku tahu kok, bahwa dalam hatimu, sebenarnya kamu khawatir pada Maya!" Ucapnya.
"Kamu begitu khawatir padanya, sampai-sampai kamu bingung bagaimana cara mengungkapkannya. Di lain sisi kamu juga sangat marah begitu mengetahui Maya melakukan tindakan seceroboh itu!" Jelas pria tua itu, sementara Angga hanya terdiam mendengarnya.
"Aku jadi ingat, masa-masa dimana aku pertama kali bertemu denganmu!" Ucapnya, sembari mengingat hari-hari saat ia pertama kali bertemu dengan Angga.
***
Hari itu, 12 tahun yang lalu, adalah hari dimana aku bertemu dengannya. Seorang bocah yang tampak seperti berandalan yang tak mempedulikan kehidupannya sendiri.
"Apa maumu, Kakek tua? Pergilah, aku tidak suka melihatmu di sini!" Ujar bocah yang bernama Angga itu.
"Tapi aku ke sini untuk merawatmu, Angga! Ku dengar kamu adalah putra semata wayang dari Indagis Barong yang tewas beberapa tahun yang lalu. Dan baru-baru ini ibumu juga meninggal dunia kan? Itu sebabnya aku mengajakmu untuk tinggal bersamaku, akan kulatih kamu hingga menjadi seorang Indagis yang hebat!" Pintaku.
"Pergilah, aku tidak peduli apapun soal Indagis. Ayahku mati gara-gara menjadi Indagis, bahkan ibuku pun juga telah tiada. Mereka semua pergi meninggalkanku sendirian!" Balas anak itu.
"Benarkah? Tapi, kenapa kamu mengenakan sarung keris itu di pinggangmu?" Tanyaku sembari tersenyum.
Angga tampak marah, ia langsung menarik kerisnya dan menyerangku.
Beruntung dengan sigap aku langsung menjatuhkan keris itu dan menahan pergerakan anak itu.
"Lepasin aku! Lepasin!" Anak itu tampak memberontak, namun aku terus mencoba untuk terus menahannya.
"Ayah dan ibu tidak sayang padaku, mereka mati gara-gara ngelindungin orang! Mereka gak peduli padaku!" Secara perlahan, anak itu mulai menangis. Aku pun memeluknya, mencoba untuk menenangkan tangisan anak itu.
***
"Setelah itu, kamu akhirnya mau ikut tinggal di rumahku!" Ucap pria tua itu sembari tertawa.
"Jadi Angga, aku paham tanggung jawabmu begitu besar. Jadi tolong jujurlah padaku dan juga teman-temanmu, kita semua pasti akan saling mendukung satu sama lain!" Terang Kakek Chandra, dibalas dengan helaan napas dari Angga.
"Kamu benar, Kakek, tidak seharusnya aku bicara begitu!" Balas pemuda itu.
Malam itu, berkat nasehat dari Kakek Chandra, pikiran Angga pun kembali tercerahkan. Kini ia bertekad untuk menyelamatkan nyawa Maya apapun yang terjadi.
***
Sementara itu, di tempat lain.
Tampak para bawahan dari Wira sedang bernyanyi di dekat api unggun. Beberapa diantara bahkan memakai gitar untuk meramaikan suasana. Sedangkan Maya hanya duduk di sebelah Wira sembari mencoba mengecek hp nya.
Saat ini ia ingin menghubungi teman-temannya agar mereka tak khawatir, namun sayang hp nya malah mati.
"Sial, di saat seperti ini hp ku malah lowbat!" Batinnya kesal.
"Kamu lihat kan? Keluargaku hanyalah keluarga biasa!" Ucap Wira tiba-tiba, sedikit mengejutkan gadis itu.
"Tapi tidak dengan kamu, Pak! Entah bagaimana caranya, kamu punya banyak pasukan gaib untuk melawan kami!" Balas Maya.
"Itu wajar kok, kekuatan Indagis memungkinkanku untuk menaklukkan mereka dalam pertarungan. Sehingga aku bisa membuat mereka bekerja dibawahku tanpa perlu menyiapkan tumbal!" Terang pria itu.
"Ngomong-ngomong, kenapa kamu begitu keras kepala untuk menangkapku? Padahal warga di kampung itu tidak ada hubungannya denganmu!" Kini Wira mulai bertanya pada Maya.
Maya pun teringat pada hari saat ia gagal menyelamatkan Nina. Gadis kecil itu sempat berada dalam kondisi bahaya akibat keteledorannya. Dan hal itu hingga sekarang masih saja mengganggu pikirannya.
"Itu karena, aku pernah hampir membuat seseorang kehilangan nyawa akibat kesalahanku. Dan hal itu masih menghantuiku hingga saat ini!" Jelas Maya.
Pandangan mata Wira mulai teralih pada Maya, "coba jelaskan lebih detail!" Pintanya.
Maya pun menjelaskan soal kejadian saat di rumah Pak Irvan. Momen dimana ia dan yang lain mencoba melawan Ajag, sang siluman anjing.
Sementara Wira hanya diam mendengarkan cerita Maya hingga selesai.
"Begitu ya, itu benar-benar pengalaman yang mengerikan!" Ucap Wira.
Wira pun memegangi kepalanya, ia jadi teringat akan seorang anak kecil yang sepanjang hidupnya hanya terbaring di tempat tidur. Anak itu menampilkan sebuah senyuman yang menghangatkan baginya.
Ia begitu terhanyut dalam lamunannya, hingga panggilan Maya pun kembali menyadarkannya.
"Pak Wira, kamu mikirin apa sih?" Tanya gadis itu.
"Ah tidak kok, silahkan lanjutkan ceritamu!" Ucapnya.
Maya pun kembali melanjutkan ceritanya, "yah, sejujurnya aku merasa tidak enak pada para Indagis. Mereka mati-matian melindungi orang-orang, terutama kami, para Indriya. Sehingga aku merasa bahwa kami hanya menjadi beban bagi mereka!"
"Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?" Tanya Wira.
"Karena memang faktanya begitu, tanpa mereka, kami mungkin sudah mati sekarang!" Balas Maya.
"Jadi apakah itu alasan mengapa kamu bertindak gegabah untuk menangkapku? Hanya demi terlihat berguna bagi mereka? Padahal tindakanmu ini justru malah merepotkan mereka tahu!" Ujar Wira.
"Aku tahu itu, tapi saat aku mengejarmu tadi, aku merasa tubuhku seperti bergerak sendiri. Aku mungkin sudah muak selalu merepotkan mereka. Jadi setidaknya, aku ingin melakukan hal yang berguna bagi mereka!" Maya tampak terisak, hingga menarik perhatian orang-orang di sana.
Wira pun memerintahkan mereka untuk bubar, sementara ia tetap melanjutkan pembicaraannya dengan Maya.
"Begitu ya, sekarang aku sudah mengerti alasanmu. Aku paham, bagaimana rasanya tidak berguna bagi orang lain, terlebih bagi orang yang kita sayang. Aku juga paham, rasanya gagal menyelamatkan nyawa orang lain akibat kesalahan yang kita perbuat!" Ucap Wira.
"Bagaimana jika besok kamu akan kulatih beladiri!?" Wira mencoba menawarkan hal itu pada Maya.
"Melatihku? Kenapa tiba-tiba?" Tanya Maya sembari menyeka air matanya.
"Sudah kubilang, aku sudah memahami alasan dan perasaanmu. Jadi setidaknya, aku ingin membantumu untuk kali ini saja, agar kamu tidak mengulangi kesalahan yang sama!" Jawab Wira, dibalas dengan anggukan Maya.
"Jadi, malam ini kamu tidurlah di salah satu kamar kosong di kostan ini. Setelah itu, besok pagi akan kita mulai latihannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Indagis
ParanormalIndagis merupakan sekumpulan orang indigo berkekuatan magis. Mereka melakukan kontrak dengan para mahluk halus agar dapat meminjam kekuatan mereka. Membuat orang-orang itu mampu bertransformasi menjadi seorang pahlawan yang membawa kekuatan dari dua...