16. Sekolah Angker (10)

138 12 0
                                    

Beberapa hari sudah berlalu semenjak kasus hantu Farah selesai. Bima dan Nayla sudah kembali bersekolah dengan normal, sementara aku masih sibuk cari kerjaan di kota ini.

"Gawat, uang simpanan ku udah mau habis, aku juga belum bayar uang kost dan mengganti biaya kerugiannya pula!" Batinku sembari bersandar di sofa ruang tamu.

"Praja!"

Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggil ku. Setelah kutengok ternyata itu Maya yang ikut duduk di sebelahku.

"Ya? Ada apa Maya?" Tanyaku dengan agak gemetar.

Maya memandangku dengan aneh, sebelum akhirnya berkata. "Kenapa kamu gemetaran?"

"Eh, nggak kok, ngomong-ngomong kamu mau bicara apa dengan ku?" Ucapku, terasa keringat menetes membasahi wajahku.

"Ini soal Farah, apa kamu yakin rencanamu waktu itu berhasil?"

Mendengar pertanyaan Maya, ingatanku melayang ke malam saat melawan Farah waktu itu.

***

"Aku punya rencana untuk menghukum para guru di sekolah ini!" Ucapku dengan yakin.

"Rencana? Rencana seperti apa? Kalau mau balas dendam biar aku lakukan sendiri!" Balas Farah.

"Eh jangan! Aku ingin arwahmu tenang dan bisa pergi ke alam berikutnya. Aku juga ingin memberikan keadilan padamu, orang yang selalu diabaikan pihak sekolah saat mengalami perundungan di masa lalu!" Jelasku.

"Lalu apa rencanamu?" Tanya Bima.

"Tentu saja dengan meminta bantuan jin penguasa di kota ini!" Jawabku sembari tersenyum.

***

"Aku yakin berhasil kok, aku percaya pada Gandra dan bawahannya!" Ujarku.

Maya masih terlihat tak yakin dengan jawabanku.

"Tapi kenapa kau bisa sepercaya itu pada mereka? Kau kan baru-baru ini kenal dengan Gandra?" Tanyanya dengan heran.

"Ada dua alasan kenapa aku begitu percaya pada Gandra. Pertama, karena dia tampak benar-benar melindungi mu dan juga adikmu. Jadi aku yakin dia benar-benar baik," balasku.

"Lalu alasan kedua?"

"Karena bawahannya Gandra itu seram!" Jawabku singkat, membuat Maya tampak bingung.

"Kau tahu, manusia biasa kalo di teror oleh para hantu yang menyeramkan pasti akan sangat ketakutan kan? Itulah yang kulakukan pada mereka! Akan kubuat mereka merasakan rasa takut diteror oleh sesuatu, seperti yang dirasakan oleh Farah!" Jelasku.

Beberapa saat kemudian, dari pintu depan terlihat Nayla yang datang diikuti oleh Bima. Tampak mereka masih mengenakan seragam sekolah dengan rapi, tak lupa juga Nayla masih memakai topi kupluk kesukaannya.

"Loh kalian sudah pulang sekolah jam segini?" Tanya Maya dengan heran.

"Tadi di sekolah sepi Kak, para guru banyak yang gak masuk, kayaknya rencana bang Praja waktu itu berhasil!" Jawab Nayla.

"Kayaknya para guru sudah kena mental, banyak diantara mereka yang mengundurkan diri. Sehingga sekolah kita libur untuk waktu yang tidak ditentukan," lanjut Bima.

"Baguslah, orang yang mengabaikan masalah perundungan dikalangan muridnya tidak pantas untuk menjadi seorang guru! Karena masalah perundungan itu bukanlah masalah yang sepele!" Ucapku dengan tegas.

Semua orang hanya terdiam mendengar ucapanku barusan. Sebelum akhirnya Bima kembali bicara.

"Ngomong-ngomong mumpung sekolah libur aku harus pergi untuk kerja paruh waktu sekarang!" Ujar Bima.

"Kerja paruh waktu? Baguslah ini kesempatanku!" Batinku.

Aku pun meminta Bima untuk mengajakku ke tempat kerjanya. Awalnya ia menolak, tapi setelah ku bujuk akhirnya ia mau mengajakku pergi ke sana.

***

Sepanjang perjalanan menuju minimarket tempat kerja Bima, aku dan dia terlibat dalam sebuah percakapan.

"Praja, tidak kusangka orang sepertimu masih nganggur!" Ucap Bima.

"Ya begitulah, makanya aku ingin kerja di tempatmu, kali aja masih ada lowongan!" Balasku.

Sial, sebenarnya aku malu bilang begitu, tapi mau gimana lagi. Aku harus secepatnya mendapatkan pekerjaan.

"Oh iya, ngomong-ngomong sebelum pergi, Farah sempat menemui Bu Siska, dia adalah guru yang membantuku dan Nayla untuk menceritakan kisah Farah semasa hidup," ujar Bima.

Bima kemudian menceritakan bahwa arwah Farah sempat menemui Bu Siska. Di sana ia mengucapkan terima kasih karena diantara guru yang lain, hanya Bu Siska yang tampak peduli padanya.

"Begitu ya, kira-kira Farah sedang apa ya di surga sana?" Gumamku, sementara pandanganku mendongak ke arah langit.

"Hey, aku masih di sini loh!"

Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis dari arah belakang, membuatku dan Bima terkejut.

Setelah ku menoleh ke belakang, ternyata di sana Farah sedang menatap ke arah kami. Hanya saja penampilannya kini layaknya seperti gadis SMA biasa, tak lagi menyeramkan seperti dulu.

"Loh Farah, kok kamu masih gentayangan aja?" Tanyaku.

"Apa arwahmu masih belum tenang? Mereka yang jahat padamu kan sudah dapat konsekuensinya," ujar Bima.

"Tenang saja, sebentar lagi aku mau pergi kok! Aku masih ada di dunia ini untuk memastikan mereka mendapatkan balasan yang setimpal, sekalian mau berterima kasih pada kalian juga sih," ucapnya.

"Lagian, kalo dipikir-pikir konyol juga ya selama 10 tahun belakangan aku gentayangan di sekolah, ingin menuntut balas, tapi hampir gak ada kemajuan," lanjutnya lagi.

"Sudahlah, yang sudah lewat biarlah berlalu. Sekarang beristirahatlah dengan tenang ya, Farah!" Ucapku.

Farah pun tersenyum, secara perlahan tubuhnya mulai melayang ke langit.

"Jangan lupa sampaikan ucapan terima kasihku pada Maya dan Nayla ya! Kuharap suatu saat kita bisa bertemu lagi!" Pintanya, sebelum tubuhnya mulai lenyap diiringi oleh butiran cahaya yang memudar.

***

Malam harinya, aku duduk bersandar di sofa ruang tamu. Tubuhku lelah setelah seharian bekerja, disisi lain aku senang karena akhirnya mendapat pekerjaan juga.

Di sebelah ku juga ada Bima yang ikut duduk setelah seharian bekerja. Oh iya buat kalian yang belum tahu, di malam setelah kami melawan hantu Farah waktu itu, Nayla mengajak Bima untuk ngekost di Kostan miliknya ini.

Awalnya tentu Bima menolak, terlebih karena aku juga tinggal di sini. Tapi setelah diiming-imingi harga sewa yang murah, akhirnya dia mau juga.

Awalnya hubunganku dengannya memang cukup tegang, bahkan awalnya kami hampir tak pernah bertegur sapa. Tapi belakangan ini sepertinya Bima sudah mulai terbiasa dengan keberadaanku, meskipun sepertinya dia masih waspada sih.

Saat kami sedang beristirahat, tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari arah luar. Refleks aku dan Bima segera berlari keluar, begitu juga dengan Maya dan Nayla.

Di luar kami melihat Gandra sedang berdiri sambil menatap ke arah kami.

"Loh Gandra, ada perlu apa malam-malam datang kemari?" Tanyaku.

"Aku ingin bilang pada kalian untuk secepatnya pergi lokasi dukun yang waktu itu ku ceritakan! Karena aku mendapat laporan dari bawahanku bahwa dukun itu tengah mempersiapkan pasukan gaib untuk menyerang ke sini!" Jawab Gandra.

"Tunggu dulu, dukun? Pasukan gaib? Apa maksudnya ini, Praja?" Bima terkejut dengan apa yang dia dengar.

"Soal itu akan ku ceritakan nanti, lalu untuk Maya dan Nayla bersiaplah, kalian akan berlatih untuk Meragasukma!"

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang