12. Nilai

371 70 7
                                    

Happy reading
.
.
.

Hari hari berlalu, siang berganti malam dan malam berganti siang. Hari ini adalah hari kelima ujian dilaksanakan. Seperti biasa para murid akan belajar, menjawab soal ujian, beristirahat, kembali menjawab soal, kemudian pulang.

Dan itu semua sudah berlangsung berturut-turut selama lima hari dengan target waktu ujian sampai sembilan hari.

Pukul dua belas siang, para murid sudah diizinkan untuk pulang kembali ke rumah masing-masing.

Harsa baru saja menginjakkan kaki pada tanah di depan rumahnya. Ia memarkirkan motor, kemudian mulai berjalan masuk ke dalam rumah bernuansa sederhana itu.

Harsa menaiki beberapa anak tangga kemudian berjalan mendekati pintu dan membukanya secara perlahan.

Cklek

Harsa membuka pintu. Ia memasukkan bagian kepalanya saja dan mengintip keadaan dalam rumah.
Kondisi di dalam rumah gelap dan sepi tanpa ada siapa-siapa.

Ia menghela napas lega. Dan karena merasa aman, ia segera masuk dan berlari dengan langkah lebar untuk menuju kamar.

"Harsa"

Baru saja berlari beberapa langkah, suara Batra tiba-tiba saja muncul dan membuat dirinya menghentikan langkah. Jantung Harsa terasa berdegup dua kali lebih cepat dengan deru napas yang mendadak tidak beraturan ketika mendengar suara Batra.

"Harsa" panggil Batra lagi dan dengan gerakan cepat Harsa segera melipat dan menyembunyikan kertas berisi nilai ujian yang ia bawa dalam genggaman tangannya.

Harsa membalik badan menatap Batra yang berdiri dengan jarak tidak terlalu jauh dengan dirinya.

"Iya?"

Batra mendekat. Berjalan secara perlahan, dengan tatapan yang begitu tajam dan mematikan.

"Mana nilai kamu?" Batra bertanya sambil menatap Harsa yang berpostur sama dengan tingginya.

Harsa meneguk ludah. Tamatlah riwayatnya kali ini, ia begitu gugup dan gemetar karena jarak yang begitu dekat dengan Batra membuat ia semakin takut dan panik.

Bahkan napas dari hidung Batra terasa berhembus menyentuh hidung mancungnya. Napas yang Batra hasilkan berbau pekat dengan rokok.

"Kamu denger gak?" tanya Batra dengan nada ditekan dan deru napas yang berat serta suara serak.

Harsa semakin mengeratkan kepalan tangan yang berisi nilai. Ia menggeleng. "Nilainya b-belum dibagi Ayah.." ia berdusta.

Batra tidak mempedulikan ucapan Harsa tadi. Ia hanya menatap Harsa tajam dari atas hingga bawah seperti mengintrogasi seorang kriminal.

"Bohong" ucap Batra langsung menusuk nyali Harsa yang semakin mengecil dan hampir menghilang.

"E-enggak, beneran. Gak bohong"

Batra mengangguk-angguk. Namun, tidak semudah itu untuk menipu seorang Batra Gautama. Ia dengan cepat menarik paksa tangan Harsa untuk mengambil kertas yang disembunyikan dari tadi.

"Ayah! Gak ada!" ucap Harsa membela diri dan mencoba menahan tangan Batra yang terus memaksanya membuka genggaman tangan.

Akan tetapi, tenaga Batra lebih kuat darinya. Dan benar saja, Batra menemukan sebuah kertas yang terlipat dalam genggaman Harsa.

Tujuh⁷ Bintang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang