22. Bebas

313 65 0
                                    

Happy reading
.
.
.

Dhira menghentikan mobil hitam miliknya tepat di depan kantor tempat ia bekerja, dengan segera ia membuka pintu mobil kemudian menarik empat remaja itu untuk masuk ke dalam kantor polisi.

Dhira menyuruh mereka untuk masuk ke dalam ruang kerjanya untuk membicarakan hal ini. "Duduk" perintahnya, mereka pun duduk di kursi berhadap hadapan dengan Dhira dengan sebuah meja sebagai jarak.

Dhira membuka laci kemudian mengambil salah satu berkas berwarna merah. Dhira mulai membuka berkas yang berisi kertas tentang biodata para pidana di sana, ia membongkar isi isinya kemudian mengambil kertas yang tadi malam sempat ia baca. "Coba sebut ulang nama mereka" suruh Dhira.

"Harsa Gautama, Kenzie Janardana, Nares Sadawira" jawab Dharma gesit.

Mata Dhira langsung terbelalak, pantas saja nama itu seperti tidak asing saat ia mendengarnya. "Kalian nyari mereka kan?" Tanyanya, mereka pun mengangguk.

Dhira mengangguk lalu menaruh berkas itu kembali ke dalam laci. "Oke, ikut dengan ku" ucapnya bangkit dari kursi duduknya.

Sedangkan di luar kantor polisi, Narika menghentikan mobil putihnya dan langsung keluar secara tergesa gesa ingin masuk ke dalam sana, namun dihadang oleh beberapa penjaga yang berjaga di pintu masuk. "Ada keperluan apa?" Tanya penjaga berbadan kekar itu.

Narika berdecak. "Saya ingin bertemu polisi yang menarik remaja tadi." Jawabnya, dan sepertinya penjaga itu mengerti dan tahu siapa yang dimaksud oleh Narika, namun tak semudah itu mereka memberi Narika jalan untuk masuk.

"Izinkan kami memeriksa anda" izin penjaga lain, Narika mengangguk.  Padahal di dalam hatinya ia merasa begitu sangat kesal, ia sedang panik setengah mati bisa bisanya harus begini.

Kembali lagi dengan Dhira yang tengah membawa empat laki laki SMA itu menuju tempat para tahanan, Dhira berjalan paling depan dengan badan tegap serta wajah yang terlihat tegas dan garang. Lalu empat laki laki itu berjalan mengikuti langkah Dhira dari arah belakang.

Empat laki laki tersebut berjalan secara perlahan sambil melihat ke arah kiri dan kanan, dan bisa mereka lihat banyak narapidana yang menatap mereka dengan tajam seperti siap untuk menerkam. Jujur saja, mereka cukup takut melihat para pidana ini.

Tampilan mereka sungguh menyeramkan. Badan yang berotot sangat kekar, bertambah dengan tato yang tertempel di wajah maupun badan para pidana. Bukan hanya itu, beberapa pidana juga memakai anting anting atau tindik di bagian bibir dan hidung maupun telinga dengan jumlah yang terbilang tidak sedikit.

Terlihat seperti monster.

"Ngeri banget" bisik Garvi pada Raditya seraya sedikit melirik ke arah sel narapidana.

"Shuut, kita ngapain dibawa ke sini sih?" Raditya bertanya kembali sambil ikut berbisik pada Garvi, tapi Garvi menggeleng dan mengedikkan bahu tak tahu.

Mereka terus berjalan di lorong gelap dengan cahaya lampu yang sudah mulai remang remang, dengan pemandangan puluhan sel besi yang berjejer dengan narapidana sebagai isinya.

Dan sampai akhirnya mereka berhenti pada sel yang berada paling ujung, sel paling terakhir. Mereka mendekat, dan alangkah kagetnya empat laki laki itu melihat tiga orang yang berada di sana. "Harsa, Nares, Kenzie!!" Panggil Najandra panik segera mendekati mereka.

Tujuh⁷ Bintang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang