43. Tidak mengerti

273 47 3
                                    

Happy reading
.
.
.

Pukul dua belas siang, sekolah sudah dibubarkan. Kini Najandra akan menepati janji untuk mentraktir enam orang sahabatnya.
Najandra akan mengajak mereka ke warung Bu Rety langganan mereka. Dan kini, mereka semua sedang berada di garasi bersiap siap menuju warung Bu Rety.

"Udah gue duga, lo menang" ujar Nares kepada Najandra.

Najandra menampilkan cengiran ketika Nares berkata seperti itu. Sedangkan Kenzie langsung merangkul Najandra akrab sambil menepuk pundak.

"Biasalah, lo tau? Otak Jandra isinya kalkulator" balas Kenzie.

"Bisa aja lo hahaha" jawab Najandra.

"Kalo gitu, ajarin kita dong" sahut Garvi ikut berbincang.

Najandra mengangguk. "Boleh" jawabnya senang.

"Beli otak kek gini di mana?" Tanya Dharma seketika membuat tawa pecah.

"Udah disetel pabrik mungkin" jawab Najandra di sela tawa.

"Tutor Bang, lo pinter banget" imbuh Raditya geleng geleng kepala. Isi kepalanya masih terisi penuh karena mengingat Najandra yang begitu cepat menjawab.

"Belajar, kalo mau belajar bareng. Biar sekalian saling ajar nanti" jawab Najandra seadanya.

Di tengah obrolan enam orang itu, Harsa hanya diam di dekat motornya tanpa ikut mengobrol, ia kini merasa perutnya kembali dicincang. Serta dada yang mulai terasa sesak.

"Gue ke toilet sebentar" izin Harsa pada enam laki laki itu.

Raditya menatap Harsa pertama kali langsung menjawab. "Jangan lama lama ya" pinta Raditya, takut takut jika Harsa pingsan.

Sambil berjalan, Harsa hanya mengangguk sambil mengacungkan jempol sebagai jawaban. Karena ia tidak sanggup membuka suara, entah mengapa rasa sakit ini membuat tenaga Harsa habis terkuras.

Harsa melewati enam laki laki itu. Dengan langkah lebar dan cepat, Harsa berjalan untuk menuju toilet. Sedangkan Raditya menatapnya dari kejauhan.

Raditya tersenyum kecut sambil memandang Harsa yang berjalan semakin jauh. Hatinya terasa seperti diiris, sangat sakit. Karena Raditya sempat melihat darah kering pada seragam Harsa, dan hal itu sudah Raditya lihat sejak pagi. Kedua mata Raditya berembun, dengan segera ia singkirkan.

"Lo nangis?" Tanya Dharma mengintip dari samping.

Pertanyaan Dharma sontak membuat atensi beberapa laki laki lainnya tertuju kepada Raditya. Raditya yang merasa ketahuan menggeleng cepat dan berusaha untuk terlihat baik baik saja.

"Kelilipan" jawab Raditya sambil menggosok gosok matanya seolah olah memang ada sesuatu yang masuk ke dalam matanya.

Tanpa bertanya atau berpikir mereka langsung percaya begitu saja. Detik selanjutnya mereka kembali sibuk sendiri dengan dunia mereka.

Namun tidak untuk Garvi, ia tidak percaya sama sekali, ia sangat mengenal Raditya. Garvi yakin, ada sesuatu.

"Beneran gapapa?" Tanya Garvi pelan namun seperti mengintrogasi.

Tujuh⁷ Bintang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang