"Apalagi yang harus dibicarain? Pernikahan kamu kah, Mas?" Sekuat mungkin Mee menahan gejolak hatinya.
"Cil... Aku gak gitu" Firman melangkah mendekati Mee. Namun, Mee dengan sigap menjauh.
"Gak gitu? Gak gitu gimana maksud kamu? Kamu bilang, Bia itu masa lalu kamu, Mas. Ternyata, masa lalu itu cuma hubungannya, perasaannya masih sama ya,sampai sekarang?" Mee membuang wajahnya. Tidak ingin menatap Firman.
"Cil... Aku mohon dengerin Aku. Ya... "
Mee memejamkan mata. Menahan tangis yang tampaknya belum puas untuk terus menghiasi wajahnya.
"Semasih adanya tempat di hati aku untuk Bia, kamu tetep pemenangnya, Cil. Sejauh ini, aku selalu berusaha untuk nggak mengingat apapun tentang dia"
Mee memejamkan mata lalu berkata dengan nada sedikit membentak. "Lantas, kenapa kamu masih saling kontak sama dia, dengan malah membahas hal seperti itu. Mana yang kamu bilang usaha? Mana, Mas?!"
Firman terdiam dan menunduk. Menatap lantai yang putih bersih. Ia bingung harus menjawab apa.
"Kenapa diem? Hmm? Kenapa, Mas?" Tanya wanita itu diiringi derai air mata.
"Cil... Maafin aku! A-aku... "
"Maaf kata kamu? Hh. Memang kadang, lebih baik kita gak tau daripada tau tapi bikin semuanya hancur!" Mee menggelengkan kepala putus asa.
"Cil, jangan gini... Aku mohon"
"Katanya mau jadi obat. Lukaku yang kemarin saja belum kering, kamu yang katanya jadi obat itu, malah..." Mee tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
"Kasih tau aku syarat biar kamu maafin aku!" Firman menatap Mee serius. "Kasih tau aku, Cil"
"Kalau sampai sekarang kamu belum bisa ngelupain cewek itu... Halalin, Mas. Aku gak mau kamu terjerat lama di lubang dosa. Ngertikan?"
Firman menggeleng lemah. Tidak. Bukan ini yang ia inginkan. Mee harus jadi satu-satunya. Ia tidak rela Mee seikhlas itu dengan keadaan.
"Ameelya, syarat kamu terlalu mustahil di lakuin, Sayang"
Mee menatap Firman. Lama. Lalu senyumnya terbit, senyum tulus yang membuat hati pria itu sesak. dengan perlahan, langkah Mee membawanya mendekati Firman. Ia menggapai tangan pria itu lalu meletakkan didadanya.
"Disini pintu maaf itu gak pernah tertutup untuk kamu. Bahkan mustahil, Mas! Hati aku sakit, aku kecewa. Bukan sama kamu, tapi ekspetasi aku sendiri" Mee menatap Firman dalam. Matanya berkaca-kaca.
"Aku gak mau jadi penghalang kamu!" Mee menurunkan tangan Firman. "Nikahin dia kalau kamu memang masih nyimpen perasaan buat dia, Mas. Aku gak mau jadi istri durhaka, dengan nggak membolehkan kamu menghalalkan hubungan haram. Suami istri itu harus saling support, bukan?"
Setelah mengatakan itu, Mee menunduk menatap lantai. Ia mundur untuk menjauh dari Firman. Namun, dengan sigap pria itu menarik pinggang ramping Mee. Lalu menumburkannya didada, memeluknya erat.
"Cil, itu hal gila yang gak mungkin aku lakuin. Percaya sama aku, aku janji bakal lupain semuanya, Cil. Aku janji!" Firman menumpahkan tangisnya di bahu Mee. Wanita itu bergeming. Sama sekali tidak membalas pelukan suaminya.
"Jangan suruh Aku untuk menikah lagi, jangan sepasrah itu sama keadaan, Cil"
Mee masih diam. Sama sekali tidak membalas pelukan suaminya, walau pelukan itu semakin erat ia rasakan. Mee teringat foto yang dikirimkan oleh peneror.
"Rumah gak harus berbentuk bangunankan? Maka dari itu, cari rumah terbaik kamu, Mas!" Mee melepaskan tangan Firman yang melingkari tubuhnya.
"Cil..." Firman meraih tangan Mee. Tapi wanita itu malah mengalihkan tangannya dengan menunjuk meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ommee
Teen FictionMencintai gadis dengan segala luka memang bukanlah hal yang biasa... Tapi, Ameelya menemui sosok pria yang bisa membuatnya kembali melihat dunia... Dia adalah Firman Maulana... Mencintai gadis luka itu dengan segala macam cara, berjuang demi terbit...