(21) Pelarian Omman

723 27 0
                                    

Setelah merasa tenang, Firman melonggarkan pelukannya pada Mas Ado. Ia menghapus air matanya dan menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan putus asa.

"Kamu bisa, Man. Jangan kecewain diri kamu sendiri, ya!" Tutur Mas Ado lembut.

"Mereka kecewa ya, Mas?"

Dengan lembut Mas Ado menggeleng lalu tersenyum. Ia mengelus kepala Firman yang lebih tinggi darinya.

"Mereka cuma kaget. Makanya, kami harus berusaha untuk jadiin Mee satu-satunya"

Firman mengangguk. Mata dan hidungnya masih merah bekas menangis tadi.

"Mas Joko bisa semarah itu, karna dia menganggap Mee sudah seperti anak gadisnya. Kamu tau itu, to lee? Dia juga udah menganggap kamu seperti anak sendiri. Ayah mana yang gak marah ketika tau anak gadisnya disakiti?" Ucap Mas Ado tulus.

"Tapi..."

"𝘖𝘱𝘰 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘩, 𝘭𝘦? 𝘛𝘦𝘵𝘦𝘱 𝘢𝘳𝘦𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘭𝘢 𝘉𝘪𝘢? 𝘉𝘪𝘢 𝘰𝘱𝘰 𝘔𝘦𝘦 𝘱𝘰𝘥𝘰 𝘱𝘰𝘥𝘰 𝘸𝘦𝘥𝘰𝘬. 𝘎𝘢𝘬 𝘦𝘯𝘦𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘯𝘨 𝘨𝘦𝘭𝘦𝘮 𝘮𝘣𝘰𝘬 𝘭𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪. 𝘞𝘦𝘴 𝘖𝘫𝘰 𝘴𝘦𝘱𝘪𝘴𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯 𝘉𝘪𝘢 𝘮𝘢𝘯𝘦𝘩. 𝘏𝘢𝘱𝘶𝘴 𝘯𝘰𝘮𝘰𝘳𝘦. 𝘔𝘦𝘦 𝘞𝘦𝘴 𝘮𝘣𝘰𝘬 𝘱𝘦𝘬 𝘥𝘢𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘴𝘢𝘪𝘬𝘪. 𝘗𝘢𝘩𝘢𝘮?" (Apalagi, Nak? Tetap mau membela Bia? Bia ataupun Mee itu sama-sama perempuan. Gak ada yang mau kamu sakiti. Sudah jangan sekali lagi kepikiran Bia. Hapus nomornya. Mee sudah kamu ambil sebagai kewajibanmu. Paham?)

Lagi-lagi pria itu mengangguk. Mas Ado memeluknya dari samping dan membawanya untuk keluar dari ruangan itu. Menemui tim yang lain.

Di luar semua tim sedang duduk santai. Sebelum memulai proses syuting selanjutnya.

"Mas yok, maafin aku!" Ucap Firman saat tiba dihadapan mereka semua "Mas Joko, Zidan. Maafin aku soal ini"

Mas Cahyo menatap Firman lalu menyuruhnya duduk disebelahnya. Ia merangkul pria itu tanpa mengatakan apapun.

"Kita marah karna kita gak mau ada yang hancur, Man" ucap Zidan akhirnya setelah hening beberapa saat.

Mas Cahyo menarik nafas panjang lalu melanjutkan "tim ini adalah bangunan. Dan kita itu tiangnya. Kalau satu roboh, maka bangunannya juga hancur"

"Maaf, Mas" Firman menunduk. Merasa bersalah dan canggung karna kejadian tadi. Tapi ia lega, bisa mengungkapkannya pada mereka.

"Jangan kayak dulu lagi, Mas Man. Aku gak mau ngelihat Mas yang dulu" kini Rayyan yang mengeluarkan suara.

Anak ini memang sangat nempel kepada Firman. Ia menganggap pria itu layaknya sebagai kakak. Rayyan pernah berkata bahwa Firman merupakan pria tulus yang pertama kali ia temui.

"𝘗𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘯𝘦𝘮𝘶 𝘤𝘰𝘸𝘰𝘬 𝘴𝘦𝘵𝘶𝘭𝘶𝘴 𝘪𝘵𝘶. 𝘠𝘢 𝘔𝘢𝘴 𝘖𝘮𝘮𝘢𝘯"

Firman menatap Rayyan dan melempar senyum manis. Ia berusaha mengatakan pada Rayyan bahwa dirinya baik-baik saja.

Kini pandangan pria itu beralih. Menatap Mas Joko yang sedari tadi diam "Mas Jok" panggil Firman, membuat lelaki itu menatap Firman sekilas.

"Jangan nyuruh aku pisah sama Mee lagi, Mas" ucapnya lirih.

Mendengar itu Mas Joko langsung menatap Firman dengan mata berkaca-kaca. Saking emosinya ia tadi, sampai tak sengaja mengucapkan hal menyakitkan bagi Firman.

Tak sanggup menjawab dengan sebuah kalimat. Mas Joko hanya mampu mengangguk. Hatinya ikut sakit karna hal ini.

"Mas yok" ucap Firman sambil menatap pria itu "Aku... Aku boleh izin gak ikut syuting hari ini?"

"Mau kemana, kamu?" Jawab Mas Cahyo balik bertanya.

"Mau... Aku... M-mau pulang. Aku mau ketemu Mee. Tadi pagi kami berantem"

"Gara-gara ini?"

"Gara-gara Aku bentak dia. Terus dia diemin Aku, dan sebaliknya" Firman menatap mereka semua.

"Tapi kita mau latihan, Mas Yok?" Ucap Rayyan.

Firman terdiam. Ia mencoba mengatur kata yang akan dia ucapkan. "Nanti aku ikut latihan, sekarang aku jemput Mee. Tadi pagi aku emosi, sampai gak inget kalo pulangnya pasti malem banget" Firman mengucapkan kalimat itu terbata.

Mas Cahyo mengerutkan keningnya. Menelisik kebenaran pada kalimat Firman. Firman sadar dengan tatapan mengintimidasi dari Mas Cahyo dan Mas Ado, karna kalimatnya terlalu rancu diucapkan.

"Jangan bohong, Man!" Ucap Zidan dengan suara rendahnya. Ternyata pria ini juga menyadari tingkah Firman.

"Serius. Aku takut Mee kabur, Mas. Soalnya kemarin ngotot pingin kerja karna... "

"Karena...?" Beo Zidan dan Mas Joko serempak.

Firman terdiam, bagaimanapun juga ia harus mengatakan ini pada mereka. "Disuruh ibuku. Tapi aku gak pernah setuju kalau Mee kerja. Tapi dia 𝘬𝘦𝘶𝘬𝘦𝘶𝘩 tetep mau cari kerja, karna gak enak sama ibu, Mas"

Mereka terdiam. Ternyata dibalik hubungan mereka yang terlihat romantis dan lucu, badainya tak kalah hebat mengguncang kapal.

"Lepasin aja, Yok!" Ucap Mas Joko akhirnya.

"Ya sudah. Hati-hati, kalo ada apa-apa langsung telpon kita, Man"

Pria itu mengangguk lesu. Ia melangkah gontai menuju motornya yang terparkir diluar.

"Mee... "Lirih pria itu sesaat sebelum menstarter motornya.

Pandangannya kosong seketika. Pandangannya bertemu dengan mata Rayyan yang menatapnya dari balik jendela kaca.

"Bia... "Ucapnya lalu menarik gas meninggalkan bc.

"Mas Yok" panggil Rayyan matanya masih menatap bekas kepergian Firman.

"Mas Man... "

"Dia mau jemput Mbak Mee, Rayy. Daripada nanti Mbak Mee kabur"

Rayyan menggeleng. Matanya masih menatap luar. "Tatapan Mas Man kosong banget barusan, Mas Yok. Dia juga nyebut Bia sebelum pergi"

"Ah ngawur kamu" kata Mas Zidan sambil melempar bantal kursi.

"Beneran, Mas! Aku lihat"

Mereka semua saling tatap. "Dia gak mungkin kesana lagi kan?"

༶•┈┈⛧┈♛ 𝐹𝑀 ♛┈⛧┈┈•༶

Kira-kira kemana Omman pergi. Apakah benar dia pulang kerumah..
Atau tempat apa yang dimaksud tim barusan?
Apakah tempat spiritual???
Tempat seperti apa yang dimaksud tim...

OmmeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang