"Meeee..." Teriak Mbak Hanna dari depan pintu ruang rawat.
Mee menoleh, ia tersenyum melihat wanita yang menyusul dengan pipi banjir air mata. Mee juga begitu, ia menangis dalam diamnya. Menikmati setiap titik luka dalam hatinya.
Mee membiarkan Mbak Hanna berlari mendekatinya, lalu menumburnya kuat. Membawa wanita rapuh itu kedalam pelukan eratnya.
"Sakit ya, Mbak Hanna" ucap Mee lirih.
"Mee... Kamu kuat Mee. Kamu bisa ya, dek. Kuat ya, sayang" Mbak Hanna mengusap punggung Mee sambil masih terisak.
"Mee sakit, Mbak. Mee hancur... " bisik Mee tepat disamping telinga Mbak Hanna.
Mbak Hanna tak sanggup mengucapkan apapun. Lorong rumah sakit itu terasa sangat sunyi, sehingga hanya menyisakan isakan kedua wanita yang terluka itu.
"Mas Man bukan cuma rumah, tapi dia dunianya Mee, Mbak. Dia yang buat Mee bertahan sampai sini. Jadi, apa Mee egois ngambil keputusan tadi? Mee... " ucap Mee terbata.
Mbak Hanna menjawab cepat. Masih setia memeluk Mee dan mendekapnya erat. "Enggak, Sayang. Kamu gak egois. Kami yang egois. Kami yang jahat sama kamu, Dek. Kami ngambil kebahagiaan kamu ya, Mee?"
"Enggak, Mbak Hanna. Mee yang udah ambil Mas Man dari kalian. Sampai ibu ngerasa kehilangan anaknya yang baik itu" Mee berkata dengan suara lirih dengan tatapan kosong menatap dinding putih.
Mbak Hanna melepas pelukannya agar dapat melihat wajah Mee. Ia menyentuh pipi Mee yang juga basah karna air mata. Tatapan mata yang kosong itu, ternyata masih bisa menerbitkan senyum tulus yang membuat Mbak Hanna terluka.
"Mbak jahat banget, Dek. Mbak gak bisa bantu kamu sedikitpun. Mbak... M-mbak"
Mee meraih tangan Mbak Hanna dan menggenggamnya erat. Ia menggeleng dan menghapus air mata kakak iparnya itu.
"Kalian gak jahat. Ini emang jalan hidup yang harus Mee jalani. Seberat apapun, dan sesulit apapun. Mee bakal coba menjalaninya dengan ikhlas, Mbak"
Mendengar ucapan itu, Mbak Hanna menunduk dan kembali menangis sesenggukan. Tidak menyangka hati selembut Mee diperlakukan sejahat itu.
"Sudah, Mbak... Mee gak papa. 𝘐𝘵'𝘴 𝘰𝘬𝘢𝘺! " ucap Mee sambil memegang pundak Mbak Hanna yang bergetar.
Rasanya kejadian itu begitu cepat terjadi. Sore tadi, bukankah Mee dan Firman masih bisa tertawa bersama. Apakah itu merupakan ucapan perpisahan yang Firman berikan.
༶•┈┈⛧┈♛ 𝐹𝑀 ♛┈⛧┈┈•༶
Mee duduk sendirian di bangku taman rumah sakit. Padahal ini sudah dini hari sekali, tapi Mee enggan untuk kembali keruangan dimana masih ada Alina juga keluarganya.
Mee mengayunkan kakinya, menyentuh rumput basah yang terkena embun malam. Hatinya sakit sekali. Sesak itu masih terasa sampai sekarang. Membuatnya sesekali masih mengeluarkan cairan bening itu.
"Sudah malem, Cil. Kamu ngapain masih disini? "
Mee spontan menoleh, dan mendapati sosok pria yang berdiri tegak di belakangnya. Pria itu mendekati Mee lalu duduk disebelahnya.
"Tidur, jangan disini. Ini dingin banget, Cil" Firman menyampirkan jaket di bahu Mee.
Wanita itu masih diam membisu. Seberusaha apapun Mee mencoba ikhlas, kata tidak rela masih bersemayam di hatinya.
"Cil... Istirahat ya, didalem" ajak Firman. Ia menyentuh tangan Mee yang ada dipangkuan.
Mee masih diam tak berkutik. Tenaganya sudah sangat habis. Bahkan untuk sekedar beristirahat pun Mee sudah tak mampu. Yang ia butuhkan adalah, bangun dari mimpi buruk ini.
"Cil, maafin aku... Aku gak bisa nolak permintaan ibu, Cil. Aku udah berusaha untuk bujuk ibu. Sampai Mbak Hanna, Faisal ikut bantu bujuk ibu" Firman menggenggam tangan mungil Mee yang dingin.
"Maaf juga, Aku nyembunyiin ini dari kamu. Aku sudah lama tau tentang perjodohan ini. Sebelum kita ke Wonosobo. Tapi, aku gak siap untuk ngasih tau kamu, Cil" Firman menunduk. Hatinya juga sakit, batinnya terluka dan dadanya pun merasakan sesak.
Mereka terjebak dalam keheningan. Mee benar-benar bungkam sedari tadi. Tidak ada pergerakan ataupun reaksi untuk aksi Firman.
"Cil, ayo masuk. Istirahat di dalem sama aku. Disini dingin, Cil" suara Firman lirih berbisik. Mengajak Mee untuk istirahat bersamanya.
Mee masih diam. Tanpa sengaja air mata itu kembali menetes dari mata teduhnya. Menetes mengenai bajunya dan meninggalkan jejak abstrak disana.
"Cil... "
"Istirahat, Mas. Besok kamu harus Fitting baju, juga nyiapin undangan. Kegiatan kamu full kan besok? Jangan sakit" Mee menoleh dan menatap Firman dengan senyum manis. Manis sekali membuat Firman sesak. Tenggorokannya tercekat tak mampu mengucapkan walau hanya sepatah kata.
"Ayo, sama kamu! " Firman sengaja menarik tangan Mee.
"Iya sama aku. Ayo! " Mee menggandeng tangan Firman.
Mereka masuk kedalam rumah sakit. Melewati lorong panjang yang sunyi. Membuat langkah mereka menggema di sepanjang lorong itu.
"Kalo Mee nyerah boleh, Mas?" Tanya Mee saat sampai didepan pintu ruang rawat inap.
"Cil, jangan begitu. Aku juga sakit, Cil. Kalau pun jalan menyerah itu ada, Aku ikut. Kita pergi sama-sama" jawab Firman lalu menarik Mee kedalam pelukannya.
"Mee capek. Luka beneran gak bisa pergi dari Mee. Mee butuh tenang, Mas" cicit Mee dalam pelukan hangat suaminya.
"Ssttt sayang. Gak boleh gitu, izinin aku obatin luka kamu, oke?" Firman mengecup kening Mee.
"Percuma kalau kamu obati aku dengan ini semua. Kamu malah buat luka baru sebelum luka kemarin kering" ucap Mee lirih. Tubuhnya lemas terkulai dalam pelukan Firman.
༶•┈┈⛧┈♛ 𝐹𝑀 ♛┈⛧┈┈•༶
𝑂𝑀𝑀𝐸𝐸 𝐾𝐴𝑃𝐴𝐿 𝐾𝐴𝐿𝐼𝐴𝑁 𝐵𝐼𝑆𝐴 𝐵𝐸𝑅𝐿𝐴𝑌𝐴𝑅 𝑇𝐸𝑅𝑈𝑆 𝐾𝐴𝑁???
KAMU SEDANG MEMBACA
Ommee
Teen FictionMencintai gadis dengan segala luka memang bukanlah hal yang biasa... Tapi, Ameelya menemui sosok pria yang bisa membuatnya kembali melihat dunia... Dia adalah Firman Maulana... Mencintai gadis luka itu dengan segala macam cara, berjuang demi terbit...