Hari ini semua tim sedang berkumpul di halaman sanggar. Ada sebuah pengumuman yang disampaikan oleh mas Cahyo kepada seluruh anggota.
Mee, Dyah dan Eka ikut berkumpul disana. Bedanya ketiga wanita itu memilih mendengarkan dari teras sanggar sambil duduk santai.
"Selamat siang semua. Salam semangat untuk kita!" Ucap mas Cahyo memulai pembicaraan.
"Jadi langsung aja, disini aku mau menyampaikan bahwa, kita mendapat undangan pentas di Wonosobo. Tempatnya di taman rekreasi, tanggal dua puluh satu bulan ini" jelas mas Cahyo. Ia sengaja memberi jeda untuk melanjutkan kalimat supaya mereka memahami maksud ucapannya.
"Serius, mas yok?" Suara Reza melambung menyusul suara-suara yang lain.
"Wah, akhirnya mentas!"
"Asikkk. Wonosobo lagi"
"Kapan mulai latihan, mas yok?"
"Apa aja yang mau ditampilin?"
Mas Cahyo mengangkat tangan. Menyuruh semua diam. Saat suara-suara itu mulai menghilang, mas Cahyo baru mengeluarkan kalimat lanjutannya.
"Waktu kita tinggal kurang dari dua minggu lagi. Ini memang undangan dadakan ya. Jadi, aku mohon sama kita semua, kerja samanya. Kita tampilkan yang terbaik. Mulai nanti malam, semua penari pendet, warok, Jatayu dan gedruk mulai latihan" mas Cahyo menatap seluruh tim yang memasang wajah serius.
"Semua alat musik distabilkan. Putra, Wahid dan Faizin, tugas kalian adalah memeriksa seluruh alat musik setelah ini. Omman dan Zidan kalian periksa seluruh atribut dan kostum. Segera lapor, kalau ada kekurangan. Reza, Rayyan tolong selesaikan packing. Yang lain stabilkan tempat untuk mulai latihan nanti malam! Mengerti?!"
"Siap mengerti!" Ucap mereka serentak.
"Heh kalian, cewek-cewek! Ngerti nggak?" Teriak mas Cahyo. Matanya menyipit karna silau.
"Ngerti, yo!" Jawab mbak Dyah.
"Cil, aku kedalem dulu" teriak Firman dari pintu galeri dijawab dengan acungan jempol oleh Mee.
"Ayok, Mee. Ikut ke bc dulu. Mbak mau ngabarin anak-anak" ajak Dyah sambil menggandeng tangan Mee.
Mee menurut dan bergelayut ditangan Eka dengan manja.
"Ish kamu tuh, sama Omman aja kalau mau manja. Aku masih gadis!" Kata Eka sambil menggoyangkan tangannya.
"Apaan sih, gak jelas!" Sarkas Dyah, membuat Eka membuka mulutnya, terkejut.
"WHAATTT!? kamu bilang aku gak jelas. Yang gak jelas itu-"
Mee buru-buru menempelkan jari telunjuknya dibibir Eka "sstttt... Yang masih ilegal gak boleh galak-galak!"
Mendengar ejekan dari Mee, membuat Dyah tertawa terbahak-bahak "mampus lu, di savage bocilnya bocil. Omman kan bocil"
"Eh lu ye, dasar bocil kematian!" Eka hendak menggapai tangan Mee, namun wanita itu lebih dulu berlari meninggalkan mereka berdua.
"Mee, awas ya kamuuu!" Dengan teknik seribu bayangan, Eka berlari mengejar Mee. Mee berteriak kencang karena panik.
"HEEYY NANTI JATUH" teriak Dyah dibelakang mereka.
"Aaahhhhkk" benar saja, belum sempat Dyah menutup mulut dengan sempurna wanita didepan sana terjungkal dengan hebatnya.
"YA ALLAH KAN... BARUUU AJA MBAK BILANG, MEEEEE!" Dyah berlari menyusul Mee dan Eka.
Bukannya menolong, Eka malah tertawa terpingkal-pingkal. Begitu juga dengan Mee. Kedua wanita itu malah tertawa tanpa henti.
"Eka, 𝘢𝘸𝘢𝘬𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘣𝘰 𝘫𝘶𝘨𝘢? 𝘑𝘢𝘯 𝘱𝘪𝘦 𝘴𝘪𝘩 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘪! " omel Dyah. Tapi wanita itu masih tetap tertawa walau tak sekencang Eka dan Mee.
Dyah membantu Eka lalu membantu Mee untuk berdiri. Tapi, Mee tidak langsung berdiri. Ia melihat celananya yang ternyata robek.
"Sakit 𝘺𝘰, 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘋𝘺𝘢𝘩" kali ini Mee meringis sambil mengusap lututnya.
"Bisa diri 𝘯𝘥𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘔𝘦𝘦? " Eka ikut panik dan jongkok kembali.
"Bisa kok, mbak. Cuma agak linu aja. Perih juga"
"Orang celananya aja sampai robek gitu. Ayo cepet diobatin. Takut infeksi" Dyah dan Eka segera membantu Mee untuk berdiri.
"Mbak, jangan bilang ke mas Man, yaa!" Ucap Mee saat tiba di bc.
Kini lukanya sedang dibersihkan oleh Dyah. Wanita itu juga sudah mengganti celananya.
"Kalo kami nggak ngasih tau Omman, malah aku sama Dyah yang di amuk sama bocil kematian itu!" Ucap Eka.
"Kita diem-diem aja, mbak" kata Mee. Ia meringis saat merasakan perih ketika obat itu menyentuh lututnya.
Mbak Dyah menyenggol kaki Eka "Iyain aja, Ka"
"Oh iya iya"
Setelah membersihkan luka Mee, Eka dan Dyah segera mengabari anak-anak tari yang lain. Kebetulan mereka sedang berkumpul di bc GWSM.
Mee hanya bisa duduk sambil mengelus lututnya yang terluka. Sakit sekali. Batinnya.
"Mee, kamu mau disini aja apa mau ikut ke sanggar. Mbak sama Eka mau kesana, nih"
Mee menggeleng "Mee tunggu disini aja, mbak. Kalo mas nanya, bilang aja Mee tidur"
Dyah dan Eka mengiyakan lalu pergi ke sanggar. Di sanggar semua sedang sibuk mempersiapkan pentas untuk dua minggu ke depan. Putra, Wahid, dan Faizin sibuk mengeluarkan alat musik. Firman dan Zidan tampak sibuk mondar mandir sambil membawa beberapa kertas.
"Kasih tau nggak, Ka?"
"Kasih tau aja!"
Mendengar itu Dyah reflek memanggil Firman lalu melambaikan tangan agar mendekat kearahnya "Omman! "
Firman menoleh lalu mendekat. Tidak melihat istrinya bersama mereka, membuatnya spontan bertanya "Mee mana?"
"Mee di bc. Habis jatuh dia" ucap Eka "Lututnya luka jadi gak mau jalan kesini. Sakit katanya. Malah awalnya gak mau kalo kamu tau"Eka mengedikkan bahunya
"Kok bisa jatuh?" Firman yang terkejut sampai tidak sengaja menaikkan oktaf suaranya.
"Tadi main kejar-kejaran sama aku. Trus dia kesandung trus dia kejungkel"
"𝘑𝘢𝘢𝘯, 𝘤𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘦 𝘺𝘰 𝘰𝘯𝘰 𝘸𝘢𝘦 𝘱𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘦(anak itu ada aja tingkahnya)" Firman mengusap keningnya.
"𝘛𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯 𝘴𝘦𝘬 𝘭𝘢𝘩" Firman meninggalkan mereka dan memberikan kertas yang ia pegang pada Zidan. Lalu langsung berlari meninggalkan sanggar menuju bc.
"𝘒𝘦𝘵𝘰𝘬𝘦 𝘖𝘮𝘮𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘳𝘰 𝘔𝘦𝘦 𝘺𝘰, 𝘒𝘢? (Kayaknya, Omman beneran sayang sama Mee ya, Ka?) "
"𝘐𝘺𝘰, 𝘠𝘢𝘩. 𝘔𝘶𝘨𝘰 𝘖𝘮𝘮𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯 𝘸𝘦𝘴 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘳𝘰 𝘔𝘦𝘦. 𝘚𝘦𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘦𝘦"
"𝘓𝘢𝘩 𝘪𝘺𝘰. 𝘔𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘯𝘦𝘬 𝘬𝘶𝘥𝘶 𝘪𝘭𝘦𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘳𝘰 𝘸𝘦𝘥𝘰𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘦"
Obrolan singkat antara Dyah dan Eka terhenti ketika mas Cahyo memanggil mereka untuk mendekat.
༶•┈┈⛧┈♛ 𝐹𝑀 ♛┈⛧┈┈•༶
KAMU SEDANG MEMBACA
Ommee
Ficção AdolescenteMencintai gadis dengan segala luka memang bukanlah hal yang biasa... Tapi, Ameelya menemui sosok pria yang bisa membuatnya kembali melihat dunia... Dia adalah Firman Maulana... Mencintai gadis luka itu dengan segala macam cara, berjuang demi terbit...