(49) Merajut cinta kasih

550 32 0
                                    

Mereka semua sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Firman yang dikabari oleh Rayyan. Pria itu tidak berhenti menangis sejak tadi mendengar kabar itu.

"Mas... Maafin aku. Mbak yang nyuruh aku ngerahasiain semuanya, Mas" Faisal menunduk di depan Firman.

Pria itu hanya diam, tak menjawab apapun. Isakan tangisnya terdengar pilu membuat Faisal kian merasa bersalah.

Tak lama dokter keluar dari ruangan. Membuat Firman langsung bangkit dari duduknya. Matanya sembab dan wajahnya memerah sempurna.

"Dok... Istri saya... " ucap Firman lirih

Dokter mengangguk sekilas lalu menjawab tenang. "Ibu Ameelya baru menjalankan operasi donor ginjal, betul?"

"Betul, pak" jawab Firman pelan.

Dokter menghela nafas "jahitannya belum kering sempurna, sehingga rawan untuk kembali terbuka. Ada bekas lebam di bagian pinggang bawah ibu Ameelya, dekat dengan luka jahit. Itu yang membuat luka ibu Ameelya kembali terbuka. Imun beliau belum kembali pulih dan sangat tidak dianjurkan bekerja berat"

"Lalu keadaannya sekarang gimana, Dok? Saya bisa lihat?" Firman sangat lemas sampai Faisal datang dan menahan tubuhnya.

"Silahkan. Beliau hanya belum sadar karena obat bius" setelahnya dokter itu pamit dan pergi.

Firman langsung masuk kedalam diikuti Ibu yang berjalan tertatih-tatih dibantu Faisal. Sungguh, hatinya seperti remuk setelah mendengar pengorbanan Mee untuknya. Mertua jahat yang tidak punya hati.

Di dalam ruangan putih dan sunyi itu Firman dapat melihat wanitanya yang Terbaring lemah. Menutup mata dengan tenang tersenyum seakan mengatakan ia baik-baik saja.

"Cil... Kamu berjuang sendiri ya? Maafin, Mas, Cil. Mas sejauh itu ternyata ninggalin kamu. Kamu capekkan, sayang? 𝘊𝘢𝘩 𝘢𝘺𝘶𝘯𝘦 𝘔𝘢𝘴" Firman mengusap kepala Mee dengan lembut penuh kasih sayang.

Ibu mendekat dan menangis sesenggukan disamping Firman. Dengan sigap, Faisal memberikan kursi untuk ibunya duduk. Karena wanita itu belum boleh terlalu lama berdiri.

"𝘋𝘶𝘴𝘰 𝘪𝘣𝘶 𝘨𝘦𝘥𝘦 𝘺𝘰, 𝘕𝘥𝘶𝘬. 𝘚𝘦𝘱𝘶𝘳𝘢𝘯𝘦, 𝘔𝘦𝘦. 𝘚𝘦𝘱𝘶𝘳𝘢𝘯𝘦" isak tangis ibu terdengar lebih dalam.

Firman merangkul ibunya, mengusap bahu renta itu untuk menenangkannya. "Mee anak baik, bu. Mee gak mungkin biarin ibu mohon-mohon kayak gitu kalau dia sadar. Dia pasti maafin ibu"

"Nggak, Man. Ibu terlalu jahat untuk Mee. Ibu, ibu gak pantes disebut mertua, Man!" Ucap ibu yang terdengar pasrah. Rasa bersalahnya besar membuatnya merasa tak pantas untuk menerima maaf.

"Percaya, bu. Mee itu tulus. Sangat tulus" Firman menunduk. Ia sebenarnya juga tak sanggup melihat hal ini.

"Mas Man... "

Firman menoleh dengan cepat, wanitanya baru saja menyebut namanya walau matanya masih terpejam. Begitu juga ibu, beliau menatap Mee penuh harap. Batinnya berteriak keras, meminta Mee untuk bangun.

"Cil... Aku di sini, iya aku di sini. Bangun, cantik" bisik Firman tepat ditelinga wanita itu.

Seperti mantra, Mee membuka matanya perlahan. Menatap langit-langit ruangan sambil mengerjap. Perlahan mata teduhnya kembali.

"Sayang... "

Mee melirik perlahan dan menggerakkan bibirnya dengan susah payah. Ia tersenyum dan Mengode Firman agar memeluknya.

"Cil... Kenapa gak bilang ke aku? Kenapa berjuang sendir? Aku di sini, Cil. Kenapa gak ajak aku?" Firman menangis, lagi.

"Mas urus ibu... " bisik Mee sangat pelan di telinga Firman.

"Nduk... " dengan wajah basah penuh air mata, ibu menyentuh kaki Mee yang terbungkus selimut.

"Ibu... "

Firman menghapus air matanya dan tersenyum. Setelahnya, pria itu memberikan ruang untuk istri kecil dan ibunya untuk saling berbicara. Menukar hati dan merajut kasih yang selama ini tak pernah tertuntaskan.

Ia melangkah mundur, bergabung dengan tim yang setia membentengi Firman dalam keadaan apapun. Zidan sigap merangkul Firman dan menepuk bahunya dua kali.

"Maafin ibu, Nduk. Maafin kelakuan ibu yang sudah jahat sama kamu. Ibu ambil kebahagiaan kamu ya, Nduk? Ibu ngehancurin mental kamu, ya? Marah sama ibu, Nduk. Ayo marah. Bales semuanya, sayang" ibu menangis terisak. Menutup wajahnya dengan sebelah tangan.

Mee menyentuh tangan ibu yang bebas. Menggenggamnya erat dan meletakannya didada. "Ibu ngomong apa? Hmm? Mee gak ngerasa digituin sama ibu"

Suara halus Mee juga sapuan tangannya yang lembut menyentuh punggung tangan ibu. Mee juga ingin menangis saat ini, Ia ingin berteriak dan langsung memeluk sang ibu yang menangis sesenggukan.

"Kenapa kamu lakuin itu? Kenapa kamu kasih ginjal kamu untuk orang tua bejat kayak ibu, Nduk?!" Nadanya membentak, tapi isakan tangis itu tidak bisa berbohong.

"Ibu orang tua hebat. Ibu berhasil mendidik semua anak ibu menjadi anak yang baik. Ibu juga mertua Mee yang paling hebat, mengajarkan Mee kalau semua hal berat itu ada di dunia. Mee sayang sama ibu... Mee cuma mau hidup dalam keluarga yang utuh. Apapun yang Mee kasih, itu gak akan ngerugiin Mee sedikitpun" pertahanannya akhirnya runtuh. Air mata itu mengalir di pipi mulusnya.

Ruangan itu hening, menyisakan isakan tangis yang memenuhi segala penjuru sunyi. Semua yang ada di sana ikut terharu, menyaksikan secara langsung berapa tulus hati Mee diciptakan oleh Tuhan.

"Maafin ibu tentang perjodohan itu, Nduk..." Lirih ibu setelah lama diam.

Mee yang terkulai lemas di brankar itu tersenyum. Senyum penuh luka yang setia menutupi wajahnya.

"Ibu gak salah. Mee yang salah sama ibu karena membuat ibu berfikir bahwa Mee mengambil Mas Man dari ibu" Mee membenarkan letak kepalanya dan kembali menatap ibunya yang masih terus menangis sesenggukan.

"Mas Firman tetep anak ibu, milik ibu, dan hak ibu. Mee gak pernah berusaha merebut Mas Firman dari pelukan ibu. Maaf, kalau mungkin hadirnya Mee membawa pengaruh buruk untuk Mas Man. Kewajiban Mas Firman untuk berbakti sama ibu juga gak akan pernah bisa dirubah. Itu mutlak. Tapi Mee izin, bu. Mee izin hadir sebagai orang yang mencintai anak ibu, mungkin kalah jauh dengan cintanya ibu... Tapi, cinta Mee tulus, bu" ucap Mee pelan. Tenaganya masih lemah untuk berbicara seperti biasa.

Mendengar ucapan Mee yang begitu dalam, membuat semua orang disana menitikkan air mata. Begitu lembutnya hati Mee. Sehingga tidak ada secercah rasa marah saat dia menjawab semua perkataan ibunya. Jawaban Mee selalu menghasilkan kalimat yang indah.

"Nduk... Berhenti untuk selalu berkorban, jangan mau mengalah terus, Nduk. Dunia itu kejam kalau kita mengalah terus. Jangan sakitin diri kamu demi orang lain. Cukup kejadian ini aja. Kalau kamu beneran cinta sama Firman, jangan lakuin itu lagi. Kamu segalanya untuk anak saya, Mee... " ibu mengakhiri ucapannya dengan kecupan dikening Mee cukup lama.

"Tapi maafkan ibu, perjodohan itu tidak bisa dibatalkan, Nduk"

Air mata Mee mengalir, mengenai bantal putih yang menjadi penyangga lehernya. Sakit. Hati Mee sakit kala mengingat bahwa Firman harus membagi cintanya nanti.

Tapi lagi dan lagi, Mee tersenyum dan mengangguk. Sesakit apapun nantinya, Mee akan belajar ikhlas lebih giat. Setidak suka apapun Mee kepada Alina, Ia harus belajar menerimanya.

"InsyaAllah, Mee ikhlas... " bisik Mee diiringi air mata yang jatuh kian deras.

༶•┈┈⛧┈♛ 𝐹𝑀 ♛┈⛧┈┈•༶

𝑆𝐴𝐿𝐴𝑀 𝑆𝑅𝑂𝑇𝑂𝑃 𝐷𝐴𝑅𝐼 𝑂𝑀𝑀𝐸...

𝑎𝑢𝑡ℎ𝑜𝑟 ♡ 𝑓𝑖𝑟𝑚𝑎𝑛𝑏𝑜𝑦

𝐾𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑘 𝑏𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑎!

OmmeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang