(45)Pemberian termahal

487 29 0
                                    

Setelah hampir lima jam menunggu, akhirnya operasi berakhir. Membuat semua orang yang ada di sana bernafas lega. Termasuk Firman yang langsung menangis tak bersuara.

Brankar ibu keluar lebih dulu, membuat keluarga langsung berjalan meninggalkan lorong tanpa udara. Iya, lorong tempat dimana mereka menunggu kabar dengan perasaan sesak luar biasa.

"Dok... " panggil Firman saat seorang dokter wanita keluar dari ruangan.

Dokter itu menoleh, tapi sebelumnya ia menatap Faisal yang berdiri di belakang pria itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Ucap dokter itu ramah. Ia membuka masker di wajahnya.

"Saya mau ketemu sama pendonor itu, Dok. Untuk bilang terimakasih" pintar Firman. Namun, dokter itu tersenyum.

"Maaf, Pak. Pendonor masih belum sadar karena pengaruh bius. Lagi pula, pihak keluarga melarang untuk bertemu. Bapak hanya bisa lihat surat identitasnya saja jika mau" ucap dokter itu dan menatap Faisal yang juga tengah menatapnya.

"Kenapa? Kalau nggak saya ketemu sama keluarganya aja, boleh?" Mohon Firman dengan nada sedikit memaksa.

"Kami mohon maaf, Pak. Ini sudah perjanjian antara dokter dan pasien. Maka, kami tidak bisa membantu lebih jauh setelah surat identitas itu. Terimakasih" ucap dokter sebelum pergi meninggalkan Firman.

Namun, tanpa Firman tau ternyata dokter itu membisikkan sesuatu pada Faisal. "Ikut saya sebentar!" Pintanya.

Faisal mengangguk lalu melangkah membuntuti dokter. Sedangkan, Firman melangkah dengan dihantui rasa penasaran luar biasa. Ingin sekali ia mengucapkan ribuan kata terimakasih kepada orang baik itu. Yang sudah mau mendonorkan ginjalnya untuk ibu.

Sesampainya di ruangan dokter yang tadi ia datangi, Faisal menarik nafas panjang. Ia duduk di depan meja dokter yang menangani Mee.

"Kamu adiknya? " Tanya dokter itu sambil menatap Faisal lembut. Tatapannya sama dengan Mee, teduh.

Faisal mengangguk "iya, saya adik iparnya"

Dokter itu tersenyum sambil membuka lembaran kertas. Lalu menyodorkan salah satunya. Membuat Faisal termenung sejenak lalu mengambilnya.

"Ameelya itu wanita hebat, ya. Operasi berjalan lancar, walaupun tadi Ameelya sempat kritis di tengah pembedahan tapi dia berhasil berjuang sampai akhir" ucap Dokter itu dengan nada bangga.

Faisal tidak menjawab dan meletakkan kembali kertas hasil operasi tadi. Di kertas itu dikatakan bahwa semua organ milik Ameelya normal.

"Dia sempat cerita tadi saat pemeriksaan. Tentang pernikahan suaminya sebentar lagi, saya heran kenapa dia bisa setegar itu. Saya yang bukan siapa-siapanya saja merasakan sakit luar biasa" Dokter dengan ber-𝘯𝘢𝘮𝘦 𝘵𝘢𝘨 Kahazza Luvviana itu menatap meja dengan tatapan sendu.

"Dia memang orang paling hebat yang aku kenal, Dok. Dia rela ngalah terus, demi orang lain" Faisal menunduk saat mengatakannya.

"Sebenarnya, perawatan pasca operasi itu sekitar lima hari. Tapi, Ameelya meminta agar perawatannya hanya sampai besok pagi. Dengan alasan dia masih bisa kesini setiap hari"

Faisal mengangkat wajahnya. Terkejut mendengar ucapan Dokter cantik dihadapannya. "Jadi... "

"Itu terlalu mengkhawatirkan. Tapi, kami para dokter sepakat untuk menyetujui permintaan Ameelya. Dengan catatan kami akan memantau dari jauh selama proses rawat jalannya"

Ruangan bercat putih itu hening beberapa saat. Menyisakan bunyi jam dinding yang berputar setiap detiknya. Juga bau obat yang menyengat menusuk hidung.

"Jadi, karna cuma kamu pihak keluarga yang tau tentang operasi ini. Kami mohon untuk membantu menjaga Ameelya dari jarak dekat" lagi, Dokter itu mengatakan dengan nada lembut juga senyum simpul.

Faisal mengangguk. Ia menipiskan bibirnya dan melirik kesamping. "Tapi kondisinya sekarang baikkan? "

"Baik. Sangat stabil bahkan. Ameelya hanya mengalami kritis saat proses bedah. Tapi ia bisa melewatinya dan sekarang hanya menunggu bius itu hilang" jawab dokter dengan menunjukkan kertas lain.

"Saya bisa nemuin Mbak saya, Dok? Sekedar nemenin, kasian kalau dia bangun gak ada yang nunggu" pinta Faisal dengan tatapan memohon.

Dokter mengangguk. "Silahkan, Dek. Terus support Ameelya, ya. Dia wanita kuat" ucap Dokter sebelum mempersilahkan Faisal untuk keluar.

Faisal melangkah menuju sebuah ruangan dimana Mee tergeletak tak sadarkan diri. Ia mendekati wanita yang sedang memejamkan matanya dengan tenang. Wajahnya terlihat lelah, senyumnya terlihat palsu. Tidurnya terlihat tenang. Itulah penampakan wajah Mee saat ini.

"Mbak, bangun. Aku gak tega ngeliat kamu kayak gini" ucap Faisal sambil mengusap bahu iparnya.

Sepi dan sunyi menjadi pelengkap suasana ruangan Mee saat ini. Hanya terdengar hembusan nafas berat dari Faisal. Laki-laki itu menelungkupkan wajahnya di kasur.

"Mas lihat pengorbanan istri kecil kamu. Dia hebat banget, sumpah. Disakitin kayak apapun masih tetep inget kalau kita keluarga. Mbak Mee kuat banget, Mas" lirihnya. Ia menatap wajah Mee dari bawah lalu tersenyum.

Apakah kalian berfikir bahwa Mee sempurna? Mungkin sebagian orang berfikir, beruntung sekali bisa hidup berdampingan dengan wanita ini.

Mee tidak sesempurna itu, dia banyak memplester lukanya sendiri. Menutupi semua lubang menganga dihatinya dengan tawa dan senyumnya. Mee hidup sebatang kara, Mee tidak memiliki tempat bercerita.

Hidup wanita ini hancur, sebelum Tuhan mempertemukannya dengan sosok Firman. Pria baik yang mampu mengumpulkan serpihan hati Mee dan menyatukannya kembali. Mampu untuk menjadikannya rumah sebagai tempat Mee pulang dan berlindung.

Firman pula yang mengingatkan Mee cara tertawa bahagia tanpa beban. Memberikan pelajaran agar Mee lebih bisa menerima semua kenyataan dari Tuhan.

Mee tidak sesempurna itu tanpa sosok yang menemaninya. Maka, untuk kali ini Mee yang rela berkorban demi mempertahankan rumahnya. Firman milik Mee, tidak ada yang bisa membuatnya kalah.

𝘋𝘥𝘳𝘳𝘳𝘳𝘳𝘳𝘵𝘵𝘵𝘵 𝘥𝘳𝘳𝘳𝘵𝘵𝘵𝘵𝘵

Faisal menatap panggilan dari Firman di layar ponselnya. Tombol hijau perlahan digeser sehingga langsung terhubung dengan suara diseberang sana.

"𝘒𝘰𝘸𝘦 𝘯𝘢𝘯𝘨 𝘯𝘥𝘪 𝘵𝘰? 𝘙𝘦𝘯𝘦 𝘰!" Ucap pria diseberang sana dengan nada rendah.

"Sebentar, Mas"

Terdengar hembusan nafas kecewa diujung sana. Faisal mendekatkan ponsel ke telinga Mee. Bermaksud agar wanita itu cepat sadar saat mendengar suara Firman.

"𝘔𝘣𝘢𝘬𝘮𝘶 𝘬𝘰𝘬 𝘨𝘢𝘬 𝘪𝘴𝘰 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘭𝘱𝘰𝘯 𝘺𝘰, 𝘊𝘢𝘯𝘨?"

Kini Faisal terdiam menatap wajah pucat dihadapannya. Mee disini, dihadapannya dengan wajah pucat terkulai lemah. Masih setia memejamkan mata, setelah lelah mempertaruhkan nyawa untuk memberikan secercah harapan kehidupan untuk ibu. Memberikan pemberian termahal dalam sejarah hidupnya.

༶•┈┈⛧┈♛ 𝐹𝑀 ♛┈⛧┈┈•༶

𝐷𝐴𝐿𝐴𝑀 𝑆𝑅𝑂𝑇𝑂𝑃...
𝐾𝐴𝐿𝐼𝐴𝑁 𝐾𝐸𝑁𝐴𝐿 𝐺𝑊𝑆𝑀 𝐺𝐴𝐾 𝐺𝑈𝑌𝑆
𝐽𝐴𝑊𝐴𝐵 𝐷𝐼𝐾𝑂𝑀𝐸𝑁𝑇𝐴𝑅 𝑌𝐴𝐴..
𝑛𝑎𝑛𝑡𝑖 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑏𝑖𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑚𝑢 𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎...

OmmeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang