(41) Senja dan kita

482 23 1
                                    

Firman menggandeng tangan Mee untuk menyebrangi jalan raya. Pria itu berniat untuk mengajak Mee makan sebelum malam tiba.

Warna oranye memenuhi langit, terutama bagian barat. Menyisakan kilau seperti emas yang nyaman dipandang mata. Belum lagi suara klakson saling bersahutan, berebut untuk bisa melaju duluan.

Lampu-lampu jalanan kota juga sudah mulai dihidupkan. Dengan ragam macam warna yang memanjakan mata. Mee sampai terkagum-kagum melihat indahnya sore ini.

"Mas... Sore ini cantik banget, ya? " Mee membenarkan kerudungnya yang tertiup angin.

"Iya. Tapi cantikan kamu, Cil!" Jawab Firman sembari tersenyum menatap depan

Mee tertawa kecil lalu berkata "Halah, malah gombal"

"𝘌𝘩 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯 𝘭𝘩𝘰" Firman ikut tertawa. Ia mengayunkan tangan Mee yang sedang ia genggam.

Wanita itu menatap Firman dari samping. Bulu matanya yang lentik, kulitnya semulus kertas baru. Dia tidak gendut, tapi memiliki pipi tembam seperti donat. Bibirnya plumpy dan itu selalu membuat Mee gemas. Apalagi ketika pria itu sedang mengomeli dirinya.

Mee kembali menatap pemandangan didepannya. Banyak pejalan kaki lain yang melangkah cepat dan terkesan buru-buru. Mungkin, mereka ingin cepat sampai rumah, dan berkumpul dengan keluarga.

Mee yang merasa sedang diperhatikan, menoleh dan mendapati mata teduh itu sedang menatapnya. Firman tersenyum manis sekali, membuat Mee menundukkan pandangannya. Ia tertawa melihat senyum lucu itu. Mee kembali menatap Firman.

"Kenapa kamu tuh, Mas? " tanyanya masih diselingi tawa kecil.

"Gak tahan. Gemes banget liat kamu tuh!" Jawab Firman sambil menarik Mee untuk dirangkul.

"Mas, lihat itu. Ada bintang padahal masih sore" wanita itu menunjuk langit barat yang mana ada setitik cahaya berkilau.

Firman tersenyum "Tuhan nyiptain semesta ini sempurna banget ya, Cil. Semua cantik, setiap waktunya indah terus. Semesta pamer terus ke kita!"

Mee diam dan mengangguk. Ia sibuk menatap keindahan kota sore itu. Entah kenapa hatinya merasa tenang sekali. Dan rasanya ia enggan untuk menyudahi semua ini.

"Cil, kesitu sebentar yuk! " Firman menarik tangan Mee untuk mendekati jembatan di depan sana.

Mee menurut saja. Tidak banyak bertanya dan hanya menyamai langkah suaminya yang lebar untuk segera sampai di tepi jembatan.

"𝘔𝘢𝘴𝘺𝘢𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, cantik banget senjanya kalau dari sini, Cil" Firman sampai lupa dan melepaskan genggaman tangan itu dari Mee. Ia merentangkan kedua tangannya.

"Bener kata kamu, Mas. Semesta pamer keindahannya terus ya. Tapi aku suka, senjanya cantik bangeettt" Mee menatap sungai yang memantulkan cahaya senja.

Airnya berubah warna menjadi keemasan, pemandangan sawah yang mulai menguning menambah keindahan jembatan ini.

"Sekarang gantian aku yang mau pamer sama semesta" ucap Firman sambil kembali menarik Mee kedalam rangkulannya.

Mee menatap Firman yang melepas pandangannya kearah sungai "Apa yang mau kamu pamerin ke semesta? Dia terlalu sempurna buat kamu ajak saingan"

"Cukup diri di sini selama lima menit" jawab Firman tanpa melihat kearah Mee.

Bola mata hitam itu kini memantulkan cahaya cantik dari oranyenya senja. Membuat Mee merasa candu saat menatapnya.

"Apaan sih, Mas? Kamu gak jelas banget ih" Mee menggelengkan kepalanya.

"Semesta punya senja yang sangat indah, juga punya langit luas yang menakjubkan. Dia selalu menunjukkan keindahannya agar manusia tau, bahwa Tuhan menciptakan semua keindahan ini untuk kita. Makhluknya" ucap Firman puitis. Bahkan pria itu tersenyum geli setelah mengatakannya.

OmmeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang