Semua tim memutuskan pulang saat menyadari senja mulai memenuhi langit. Mereka berpamitan kepada keluarga Firman disana.
"Pulang dulu, Man. Kalo ada apa-apa langsung telpon! " ucap Mas Cahyo saat bersalaman dengan Firman.
Pria itu mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Ia menarik Mas Cahyo untuk dipeluk sebentar. Melampiaskan rasa takut juga cemas yang ia rasakan.
"Bisa, kamu pasti bisa!" Ucap Mas Cahyo sambil menepuk bahu Firman beberapa kali.
Pria itu mengangguk. Kini gantian Zidan yang berpamitan. Firman sempat melempar senyum untuk menutupi luka mendalam di hatinya kepada Zidan. Namun, pria itu tau bahwa temannya sedang berusaha menyembunyikan semua bebannya.
"Man, aku pulang dulu. Kamu kalo butuh apapun langsung telpon aku" ia memeluk Firman dengan gaya lelaki.
"Iya. Terimakasih, Zid" jawab Firman singkat. Ia membalas pelukan dari Zidan.
"Mas Man... " rengek Rayyan. Ia mendekati Firman sambil menunduk. Tanpa mengatakan apapun, Rayyan memeluk Firman cukup lama.
"Sudah, Rayy. Kamu gak malu sama Icang?"
Rayyan melihat Faisal yang ada di samping Firman. Lalu menggeleng.
"Untuk apa malu, aku kan adik kamu juga!" Firman tertawa kecil. Ia menepuk puncak kepala Rayyan, lalu menarik Faisal agar dapat dipeluknya juga.
"Iya kalian adek kembar aku!" Ucap Firman.
Setelah merasa cukup, Firman melepaskan pelukan dan menyuruh Rayyan agar segera menyusul tim yang sudah turun. Hanya ada Mas Cahyo yang setia menunggunya.
Semua tim pulang. Menyisakan sepi di ruang bernuansa putih yang kini mereka tempati. Bau obat menyengat dari segala penjuru bangunan ini.
Firman mendekati brankar dan menarik bangku untuk Ia duduki. Mee duduk di sofa sambil mengajak Maira bercerita. Mereka tampak serasi karna Mee seperti menggunakan jurus keibuan. Membuat gadis kecil itu terperangkap dalam pesonanya.
"Bu... Firman gak bisa, bu" ucap Firman sambil menggenggam tangan sang ibu.
Wanita paruh baya itu menatap luar jendela yang menampakkan langit Oranye yang cantik.
"Semua sudah ditetapkan, Man. Kamu cuma bisa memilih cerai atau madu. Itu saja, urusan menolak dan menerima sudah selesai" ucap ibu yang enggan menatap Firman.
"Tapi kenapa harus Alina, bu? Firman udah sering bilang, kalau dia gak sebaik yang kita lihat" Firman berkata hampir berbisik. Ia takut Mee mendengar perbincangannya.
"Cang... " bukannya menanggapi ucapan Firman, ibu malah memanggil Faisal agar mendekat.
"Dalem, bu" jawab Faisal saat berada di samping Firman.
"Tolong telpon Mbak Alina! Suruh kesini nanti, ya" ucap Ibu sambil tersenyum.
"Bu... " Firman meraih tangan ibu nya untuk memohon. Namun, sang ibu tidak mengindahkan nya.
Faisal mengangguk kecil. Ia menjauh dari sana dan segera menelpon Alina. Mee yang melihat Faisal menelpon seseorang hanya menatapnya sekilas dan kembali dengan dunianya bersama Maira.
"Malam ini harus dibicarakan, 𝘭𝘦. Ibu 𝘯𝘥𝘢𝘬 yakin, besok masih bisa lihat kalian atau tidak" ibu mengusap puncak kepala anak laki-lakinya yang menatapnya dengan tatapan memohon.
"𝘓𝘦, 𝘴𝘦𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘵 𝘰 𝘬𝘢𝘳𝘰 𝘸𝘰𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘰. 𝘕𝘦𝘬 𝘪𝘣𝘶 𝘯𝘨𝘰𝘮𝘰𝘯𝘨 𝘈 𝘰𝘱𝘰 𝘉, 𝘪𝘬𝘶 𝘸𝘦𝘴 𝘮𝘦𝘴𝘵𝘪 𝘰𝘯𝘰 𝘢𝘱𝘪𝘬 𝘦. 𝘒𝘰𝘸𝘦 𝘬𝘪 𝘮𝘶𝘯𝘨 𝘨𝘶𝘳 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘵. 𝘖𝘫𝘰 𝘢𝘯𝘨𝘦𝘭 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘪. 𝘔𝘢𝘯𝘶𝘵, 𝘵𝘦𝘬𝘰 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘵. 𝘈𝘭𝘪𝘯𝘢 𝘭𝘶𝘸𝘪𝘩 𝘢𝘱𝘪𝘬 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘤𝘢𝘩 𝘸𝘦𝘥𝘰𝘬 𝘱𝘪𝘭𝘪𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶!" ucap ibu dengan menekankan setiap katanya. Nada memaksa terselip di setiap kalimat yang terucap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ommee
Teen FictionBAB NYA GAK BISA DI PERBAIKIN GAIS, JADI KALAU MAU BACA MANUAL AJA YA LIAT DI DAFTAR ISI NYAAA Mencintai gadis dengan segala luka memang bukanlah hal yang biasa... Tapi, Ameelya menemui sosok pria yang bisa membuatnya kembali melihat dunia... Dia a...