(50) Dalang dibalik pesan teror

558 25 0
                                    

Mee sudah kembali dari rumah sakit dan bisa ikut serta membantu persiapan pernikahan itu. Hanya hitungan jari lagi. Kini rumah ibu ramai oleh beberapa keluarga besar yang datang.

Mee tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin. Perutnya sudah tidak sesakit kemarin karena menjalani perawatan yang benar. Namun, wajahnya tetap pucat. Ia kehilangan separuh jiwanya jika mengingat pernikahan itu.

"Mbak Mee... " suara panggilan disertai ketukan itu membuat Mee tersadar dari lamunannya.

Ia segera membuka pintu dan melihat siapa yang baru saja mengetuk daun pintu. Ternyata Rayyan dan Faisal. Mereka berdiri berjejer sambil menatap Mee.

"Lho kok belum berangkat? Nanti telat!" Ucap Mee sambil menutup pintu.

Kedua anak laki-laki itu sudah rapi dengan seragam OSIS. Namun, bukannya berangkat mereka malah mendatangi kamar Mee berbarengan.

"Kita bareng Mbak aja ya... Mau ke pasar kan?" Tanya Faisal dengan wajah polos.

"Oalah, nanti kalian malah gak jadi sekolah. Mbak males kalo gitu!" Mee mengajak mereka untuk keluar dari rumah.

"Nggak, Mbak. Janji deh. Iyakan, Cang?" Kini Rayyan yang membujuk Mee dengan mata memohon.

"Awas lho kalo bohong. Mbak aduin Mas Firman nanti"

"Iya Mbak Ku" jawab keduanya serempak.

Akhirnya Mee menuruti kemauan mereka berdua untuk berangkat bersama. Selain searah, ternyata kedua bocah laki-laki itu ingin meminta uang tambahan pada Mee.

"Kan, Mbak itu sudah curiga dari awal. Pasti ada maunya" omel Mee saat mereka turun dari angkot.

"Ayolah, Mbak. Kalo minta ke ibu pasti gak dikasih. Apalagi minta sama Mas Man. Bisa diamuk deh kami" Faisal sampai jongkok di depan Mee.

Rayyan juga ikut memohon pada Mee agar wanita itu memberikan uang lebih pada mereka.

Akhirnya Mee luluh. Ia paling tidak bisa jika melihat kedua bocah itu meminta kepadanya. Walaupun Rayyan bukan siapa-siapanya, tapi Mee sudah menganggap Rayyan seperti adik bahkan kadang menganggapnya seperti anak sendiri.

Mee mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dan memberikannya pada Rayyan yang berdiri paling dekat dengannya.

"Belajar yang bener. Jangan kebiasaan bolos apalagi keluyuran. Walaupun gak satu sekolah, tapi semua orang tau kalian itu siapa. Jangan bikin malu" pesan Mee pada bocah itu.

Mereka mengangguk dan bersalaman dengan Mee. Setelahnya menaiki angkot yang akan membawa mereka ke tempat menimba ilmu.

Mee melambaikan tangan pada mereka. Setelahnya ia masuk kedalam kerumunan pasar untuk membeli beberapa bahan yang diperlukan. Ia datang ke pasar sendiri karna Firman sedang mengurus sesuatu ke KUA.

Sampai sekarang, sakit itu masih ada. Mee tidak bisa membayangkan bagaimana nanti menyaksikan suaminya duduk di pelaminan bersama wanita yang paling menyakitinya. Bahkan Ia sempat berfikir, lebih baik dunianya berakhir daripada menyaksikan semestanya direnggut orang lain.

"𝘒𝘢𝘬𝘢𝘬, 𝘢𝘺𝘰 𝘫𝘦𝘮𝘱𝘶𝘵 𝘔𝘦𝘦. 𝘚𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘢𝘱𝘢𝘱𝘶𝘯, 𝘴𝘦𝘪𝘬𝘩𝘭𝘢𝘴 𝘢𝘱𝘢𝘱𝘶𝘯 𝘔𝘦𝘦 𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨, 𝘔𝘦𝘦 𝘵𝘦𝘵𝘦𝘱 𝘨𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘶 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘢𝘥𝘢 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘥𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘔𝘦𝘦, 𝘒𝘢𝘬. 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘢𝘺𝘰 𝘱𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭 𝘔𝘦𝘦. 𝘋𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘪𝘬𝘴𝘢 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘔𝘦𝘦 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘳 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢" pekiknya di setiap malam saat sedang mengadukan semua lelahnya pada sang Pencipta.

OmmeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang