(48)Terbongkar

557 38 9
                                    

Seminggu sudah waktu berjalan pasca operasi. Ibu juga sudah kembali ke rumah untuk rawat jalan dan melakukan aktivitas ringan seperti biasa.

Namun, seminggu lagi pula pernikahan itu akan diselenggarakan. Undangan sudah dicetak dan tinggal menunggu waktu untuk disebar. Tim GWSM juga hadir di rumah Firman saat ini untuk bantu-bantu.

Mee berjalan tertatih-tatih karena baru saja mengangkat ember air. Perutnya nyeri dan membuat wanita itu meringis kesakitan.

"Ya Allah, sakit banget" keluhnya sambil mengusap bagian yang nyeri itu.

Tadi pagi, Mee menemani Firman untuk mengurus surat-surat yang nantinya akan diperlukan saat pernikahan. Selain itu, Mee juga menemani Firman dan Alina untuk foto background biru.

"Mbak Mee... " Rayyan mendekat dan duduk disamping wanita itu.

Mee yang sedang meringis itupun langsung merubah raut wajahnya agar terlihat biasa saja. Ia tersenyum menatap Rayyan.

"Kenapa? "

Anak laki-laki itu melipat tangan sambil menekuk wajahnya. "Aku gak setuju Mas Man nikah sama mak lampir!"

"Huss. Saru kamu, Rayy. Gimanapun juga, ini udah jalan dari Allah. Harus ikhlas" Mee mengusap bahu Rayyan dengan lembut.

Laki-laki itu mendengus sebal. "Kok malah Mbak yang nenangin Aku, sih. Harusnya Aku" omelnya sambil menatap Mee dengan wajah sebal.

"Kenapa? Semua orang berhak jadi motivator, Rayy" Mee menyandarkan punggungnya.

"Mbak kenapa sih, sering banget megangin perut terus kayak kesakitan gitu?" Tanya Rayyan sembari menatap perut rata milik Mee.

"Jahitannya belum kering, Rayy" ucap Mee dalam hati. Karena kenyataannya, Mee mengucapkan hal lain.

"Hh kecapekan aja. Kadang suka keram gitu"

Dengan polos Rayyan mengangguk, Mempercayainya. Padahal, saat ini Mee mati-matian menahan sakit hingga punggungnya banjir keringat.

Tak lama setelahnya Rayyan pergi meninggalkan Mee untuk mendekati Faisal yang sibuk memindahkan kursi.

"Cil, capek ya?" Firman duduk sambil memberikan Mee secangkir air putih hangat.

"Enggak lah. Kan untuk kamu juga, masa capek" Mee menerima uluran gelas dari Firman.

"Cil, aku cuma sayang kamu. Cintanya aku cuma untuk kamu semua yang aku punya cuma untuk kamu seorang. Aku gak mau berbagi, kecuali sama kamu. Aku gak mau Alina, Cil" Firman menunduk lesu setelah mengatakan itu semua.

Dengan lembut dan halus, Mee mengusap pelan rambut hitam suaminya. Ia menatap wajah pria itu detail.

"Tumbuhnya cinta itu dari kebiasaan. Nanti kamu bakal terbiasa sama Alina, Mas. Cepat ataupun lambat. Kamu bakal bisa mengatur semuanya, termasuk perasaan" Mee memberikan penjelasan tanpa mengalihkan wajahnya dari Firman.

Pria itu menghembuskan nafas lelah. "Tapi Aku cuma mau kamu. Gak ada yang lain"

"Kita kuat, Mas. Kita jalanin semua bareng-bareng ya" ucap Mee dengan senyum tulusnya.

OmmeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang