(44) Pengorbanan Mee

517 31 2
                                    

Semalam, ternyata ibu kumat. Meraung kesakitan sampai harus memanggil dokter yang berjaga. Semua orang bangun dari tidurnya, termasuk Mee dan Firman yang ikut terjaga.

Kini, di pagi yang cerah dengan mentari bersinar terang di bumi timur, membersamai burung-burung yang kicauannya memenuhi langit, Mee berjalan mendampingi Firman dalam diam.

Keduanya baru saja keluar dari ruang dokter yang menangani ibu. Dokter mengatakan bahwa ibu harus cepat melakukan operasi. Dan mereka diharapkan bisa untuk segera mencarikan pendonor.

"Mas, gimana?" Alina mendekati Firman saat keduanya sampai di ruang rawat.

Namun, pertanyaan itu diabaikan oleh Firman. Ia mendekati kedua saudaranya dan mengatakan tentang apa yang dikatakan dokter tadi.

"Ya Allah, gimana ini? " Mbak Hanna duduk terkulai lemas setelah mendengarnya.

"Tapi aku bilang, kalo pihak rumah sakit bisa mencarikan apa enggak. Dan mereka bilang bisa. Jadi aku udah nyerahin masalah ini ke pihak rumah sakit" jelas Firman. Ia menarik Mee agar berdiri di sampingnya.

"Kapan operasinya?"

"Secepatnya. Makanya kita berdo'a supaya pendonornya cepat dapat" jawab Firman sambil melirik ibu yang tak sadarkan diri di brankar.

Setelahnya mereka semua terdiam. Begitu juga Maira yang menempel pada Mee, mendusel mencari kenyamanan.

Mee diam dengan tatapan kosong, hatinya masih sangat sakit. Apalagi kini ia melihat Firman yang sedang dipaksa untuk menemani Alina keluar.

"Aku mau nganterin Mee pulang" ucap Firman menolak.

Tapi tetap saja, pria yang merupakan Oom nya Alina memaksa dengan mengatakan bahwa Mee bisa diantar oleh Faisal. Mee yang mengerti keadaan hanya mengangguk.

"Gak papa, Mas. Kamu bisa anterin Alina. Lagian kamu juga gak boleh ninggalin rumah sakit terlalu lama" ucap Mee pelan.

Ia melirik Faisal, lalu mengode untuk segera keluar dari ruangan. Faisal menatap Mee lalu mengangguk dan cepat bangkit menyusul Mee yang sudah keluar dari ruangan.

"Mbak... " panggil Faisal saat tau Mee tidak mengarah pada pintu keluar. Melainkan menuju ruangan dokter.

Mee tersenyum lalu menyuruh Faisal untuk mendekat dan berbisik. "Kamu diem aja, ya. Ini jadi rahasia kita"

Faisal menggeleng. Ia menahan tangan Mee yang akan menyentuh gagang pintu. "𝘖𝘫𝘰 𝘯𝘨𝘢𝘸𝘶𝘳, 𝘔𝘣𝘢𝘬. 𝘖𝘱𝘰 𝘴𝘦𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘩 𝘵𝘢𝘬 𝘰𝘮𝘰𝘯𝘨 𝘯𝘨𝘬𝘰 𝘬𝘢𝘳𝘰 𝘔𝘢𝘴?"

"𝘒𝘰𝘸𝘦 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘯𝘨 𝘸𝘢𝘦. 𝘈𝘬𝘶 𝘞𝘦𝘴 𝘬𝘰𝘯𝘥𝘰 𝘬𝘢𝘳𝘰 𝘥𝘰𝘬𝘵𝘦𝘳, 𝘊𝘢𝘯𝘨!" Ucap Mee sambil membuka pintu. Menampakkan dokter cantik dengan kaca mata bulat yang melempar senyum pada mereka.

"Silahkan" ucapnya lembut.

Faisal masih menatap Mee dengan tatapan tak percaya. Ia berusaha menahan Mee yang akan masuk kedalam ruangan itu dengan tatapan memohon.

"Mbak, jangan... Kita tunggu dari pihak rumah sakit aja, ya" bujuk Faisal dengan suara melas.

"Operasinya harus dilakukan secepatnya kan? Kasian juga Mamas kamu, masih banyak yang harus disiapin untuk pernikahannya" Mee tersenyum dan menepuk bahu Faisal pelan.

Mee menarik Faisal agar mengikutinya masuk kedalam. Laki-laki itu terdiam seribu bahasa setelah mengetahui ide gila dari Mee. Tidak menyangka bahwa Mee lah yang akan berkorban disini. Lagi dan lagi, Mee rela terus mengalah demi keluarganya.

OmmeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang