EPS 7

5 0 0
                                    

Alya sedang belajar di meja belajar di kamarnya, dikelilingi oleh buku-buku dan catatan persiapan olimpiade. Selanjutnya ia akan maju sebagai perwakilan daerah Cirebon di olimpiade matematika tingkat provinsi Jawa Barat. Pikirannya penuh dengan rumus dan teori ketika tiba-tiba suara ART dari luar kamarnya memanggil.

"Neng Alya, ada tamu buat Neng," kata ART.

Alya mengernyit, merasa bingung. "Tamu? Siapa?" Dia meletakkan penanya dan berjalan ke pintu. Saat dia membuka pintu, di depannya berdiri Bima dengan senyum lebar di wajahnya.

"Halo Alya, lagi belajar ya?" Bima menyapanya dengan santai.

Alya menatapnya dengan mata sedikit terkejut. "Kamu ngapain di sini? Kamu kok tahu rumah aku?"

Bima tertawa kecil. "Jangankan itu Al, aku juga tahu kamu lagi sebel sama pacar kamu itu. Kenapa? kamu mau tanya 'kok kamu tahu' lagi? Ya tahu lah Al, siang tadi..."

Alya mengerutkan kening, mencoba mengingat. Lalu, dia ingat melihat Bima siang tadi, bahkan sempat melihatnya melambai kiss bye ke arahnya. Bima melanjutkan sebelum Alya sempat berkata apa-apa.

"Bibir kamu, mata kamu yang indah itu, pipi kamu, dan gerakan tubuh lain, menunjukkan bahwa kamu sedang tidak nyaman dekat dengan Aldo. Khususnya situasi seperti siang tadi. Dan aku bisa tebak, itu bukan yang pertama apalagi terakhir, sudah sering kamu merasa tidak nyaman dengan Aldo kan?" Bima nyengir penuh kemenangan, seolah dia baru saja menemukan item langka di dungeon pada game yang sering ia mainkan.

Alya memutar bola matanya, mencoba menyangkal. "Apaan si sok tahu!"

Bima mengangkat bahu dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari balik tubuhnya. "Yaudah deh, lupain aja soal itu. Aku cuma ngasih coklat ke kamu aja. Semangat ya belajarnya, Alya."

Dia menyerahkan kotak coklat itu kepada Alya yang masih kebingungan. Bima lalu berjalan mundur, mengayunkan tangannya dengan gaya khasnya, dan memberi kiss bye lagi sebelum berbalik pergi. "Bye, Alya, jangan mimpiin aku malam ini ya! Mimpiin aku itu berat, biar aku saja yang mimpiin kamu malam ini!"

Alya menatap kotak coklat di tangannya dan menghela napas. "Kata-kata itu terlalu jijik untuk diucapkan, tahu ga!" gumamnya, tapi dia tidak bisa menahan senyum tipis yang muncul di wajahnya. Alya merasa, anak kota bernama Bima ini aneh dan terlalu berani.

"Oh iya, satu Lagi Al." Bima berhenti lalu berdiam lama. Hening, Alya menunggu apa yang mau dikatakan Bima, "kamu nungguin ya? Aku mau ngomong apa?"

"Ishhh apaan si! Ga lucu!" Bima tertawa melihat tingkah Alya yang sulit menahan senyum, sangat kontradiksi dengan ucapannya.

"Besok kamu bakal terkejut Al, percaya deh sama aku." Alya tak mau menanggapi lalu menggerakkan tangannya seperti mengusir Bima, Bima hanya tersenyum saja lalu pergi dari rumah Alya.

Alya membuka kotak coklat itu dan melihat berbagai bentuk coklat dengan desain lucu. Alya tertawa kecil, terkejut oleh perhatian yang diberikan Bima. Dia merasakan kehangatan yang aneh, sesuatu yang berbeda dari perasaannya saat bersama Aldo.

"Kenapa anak itu bisa bikin aku senyum?" gumam Alya sambil menatap ke arah pintu gerbang di mana Bima menghilang dengan motornya. "Aneh banget sih anak itu." Alya jadi bergumam sendiri. Aldo memang sering ngasih Alya cokelat, bahkan jauh lebih mahal, jauh lebih banyak dari cokelat yang Bima kasih malam ini. Tapi, yang Alya ingat, tidak ada satupun cokelat yang diberikan oleh Aldo yang membuat Alya jadi senyum kebingungan begini.

Perasaan dalam dirinya bercampur aduk. Di satu sisi, Alya merasa risih dengan cara Bima yang begitu blak-blakan dan sok akrab. Sikapnya yang selalu tampak santai dan cenderung tidak peduli sering membuat Alya jengah. Tapi di sisi lain, ada sesuatu tentang Bima yang membuatnya merasa unik dan berbeda. Dia adalah tipe orang yang tidak pernah bisa ditebak, selalu memiliki kejutan di balik setiap kata dan tindakannya.

Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang