EPS 21

5 0 0
                                    


Bima berdiri terpojok di sudut gedung yang gelap dan berdebu, napasnya berat tapi matanya tetap tenang dan tajam. Di sekelilingnya, geng motor Aldo mulai mengepung, wajah mereka penuh amarah dan kebencian. Mereka memang tangan kosong, tapi dipukul dengan tangan kosong orang sebanyak ini tetap mengkhawatirkan juga kan? Bima berdecak bibir, mulai resah.

Aldo maju ke depan, menatap Bima dengan tatapan yang penuh kebencian. "Mau lari ke mana lagi, anjing?!" teriaknya dengan suara menggeram, suaranya menggema di ruang kosong itu.

Bima tidak bergerak, hanya menatap Aldo dengan mata yang penuh ketegasan. Dia tidak menunjukkan rasa takut meskipun di dalam hatinya ada ketegangan yang luar biasa. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, siap untuk bertahan jika perlu.

Salah satu anggota geng Aldo (babunya Aldo di sekolah) maju selangkah, meninju telapak tangannya dengan keras tanda dia sudah tidak sabar mau memukul Bima. "Lo ga bakal keluar dari sini dengan selamat," katanya dengan nada dingin.

Bima melirik ke sekeliling, mencari celah untuk melarikan diri. Tapi dia tahu, tidak ada jalan keluar yang mudah. Dia hanya bisa bergantung pada ketenangan dan pikirannya yang cepat.

"Lo mau loncat? Jangan begitu dong, nanti lumpuh—mending lu gue pukulin, sama-sama lumpuh juga kan?" Aldo tertawa puas melihat buruannya terpojok, senyum sinis menghiasi wajahnya.

"Bukannya pukulan lu kaya anak kecil ya? Gue kan udah pernah coba, sama sekali ga berasa tuh, gimana buat gue lumpuh?" Bima dengan santai berbicara, membuat Aldo semakin geram. Nada bicara Bima yang tenang dan santai seakan mengejek kejantanan Aldo, memancing amarah yang membara di dalam dirinya.

"Berani juga lo buat gue marah lebih dari ini!" Aldo berteriak, suaranya menggema di ruang kosong gedung yang terbengkalai.

"Siapa orang yang takut sama orang suka ngeroyok kaya lu?" Bima balas dengan tenang, matanya tetap fokus menatap Aldo dan gengnya. Meskipun dikepung, dia tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Justru, keberaniannya semakin menyulut emosi geng Aldo.

"Banyak omong lu." Aldo mengangkat tangan, memberi isyarat kepada gengnya. Dalam sekejap, mereka mulai mengerubungi Bima, langkah mereka semakin mendekat, siap untuk menyerang.

Bima menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk serangan yang akan datang. Anggota geng Aldo mulai mendekat dengan tinju terkepal dan wajah penuh amarah. Bima tahu dia harus tetap tenang dan cepat berpikir jika ingin keluar dari situasi ini dengan selamat.

Serangan pertama datang dari sebelah kiri, sebuah tinju mengarah ke wajah Bima. Dengan refleks yang cepat, Bima menghindar, langkah kakinya ringan dan gesit. Namun, serangan itu hanya permulaan. Dalam hitungan detik, anggota geng lain menyerang dari berbagai arah. Pukulan dan tendangan datang bertubi-tubi, membuat Bima harus bergerak cepat untuk menghindari setiap serangan.

Meskipun jumlah lawannya banyak, Bima tidak menyerah begitu saja. Dia menggunakan setiap kesempatan untuk melawan, menangkis serangan dan memberikan balasan sekuat tenaga. Namun, jumlah lawannya yang banyak membuatnya semakin kewalahan. Sebuah pukulan keras menghantam perutnya, membuatnya terhuyung ke belakang. Tapi Bima tidak menyerah, dia tetap berdiri tegak, tatapannya penuh dengan tekad untuk tidak menyerah.

Aldo maju dengan senyum puas, melihat Bima yang mulai kelelahan. "Lihat, ini yang lo dapet karena berani lawan gue," katanya dengan suara mengejek, sebelum melayangkan pukulan keras ke wajah Bima. Pukulan itu membuat Bima terjatuh ke tanah, napasnya tersengal-sengal.

Anggota geng Aldo tidak memberikan kesempatan bagi Bima untuk bangkit. Mereka terus menyerang, memukul dan menendang tanpa ampun. Meskipun begitu, Bima tetap mencoba melawan, meskipun tubuhnya semakin lemah dan penuh luka. Darah mengalir dari luka di wajah dan tubuhnya, tapi semangatnya tetap menyala.

Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang