EPS 10

5 0 0
                                    

"Hah... Syahrul anjing, gue harus bawa tas dia juga nih," Bima bergumam sendiri, tapi dia sadar salahnya juga. Syahrul sudah sering bilang buat jauhin Alya dan jangan macam-macam sama Aldo. Bima juga menyesali karena sudah bikin Syahrul marah, tapi Bima pikir ia harus melakukannya. Tiba-tiba, Bima diseret oleh dua babunya Aldo dan dibawa ke WC sekolah dan Bima pun langsung didorong kasar sama babunya Aldo.

"Woy, anak tolol!" di WC itu udah ada Aldo yang lagi marah.

"Apaan ni boss? Santai aja kali!" Bima mencoba meredakan emosi Aldo. Tubuhnya terlihat santai meskipun terdorong oleh seretan dua babu Aldo yang kuat.

"Masih bisa santai lu ya!?" Aldo semakin marah, wajahnya merah padam. Aldo hendak memukul Bima tiba-tiba tangannya berhenti karena ada suara dari salah satu bilik WC dan lalu keluarlah si pembuat suara itu, ternyata itu salah satu siswa. Dia menatap Aldo, Bima, dan dua babunya Aldo dan dengan santai ia berjalan ke wastafel dan mencuci tangan. Sudah begitu mencucinya lama banget, tapi sikapnya tenang banget (atau pura-pura tenang dan menganggap tidak terjadi apapun).

"Eh, gue kayaknya kenal ama lu?" kata Bima pada anak itu, tapi anak itu tiba-tiba menggelengkan kepalanya kuat-kuat, sekarang baru sikapnya tidak tenang dan mulai panik. Aldo berdecak bibir dan memberi gerakan untuk menyuruh babunya mengeluarkan anak yang entah siapa itu.

"Eh keluar lu!" kata salah satu babu Aldo.

"Bentar gue cuci tangan dulu!"

"Lama!" kedua babu langsung menyeret keluar anak itu dan kembali masuk ke WC.

"Masih bisa santai lu ya?!" teriak Aldo, sekali lagi.

"Hidup bukannya harus santai aja ga si?" Bima tetap mempertahankan sikapnya yang santai, meskipun Aldo semakin mendekatinya dengan penuh kemarahan.

"Halah, bacot lu!" salah satu teman Aldo mencoba mengintervensi dengan cara nonjok perut Bima. Namun, Bima justru malah tertawa, ekspresinya aneh campur geli.

"Apa yang lucu anjing!?" Aldo berteriak sambil menghantam pipi Bima dengan keras. Meskipun terkena pukulan itu, Bima masih tetap tertawa. Tawanya terdengar aneh, campur aduk antara geli dan mungkin sedikit kegembiraan. Matanya berbinar-binar, menunjukkan bahwa ia mungkin menikmati situasi ini lebih dari yang seharusnya.

Bima tampak tidak terpengaruh oleh serangan fisik Aldo. Bahkan, ia menghadapinya dengan sikap yang sangat santai, seperti sedang menikmati pertunjukan yang menghibur. Aldo semakin bingung dengan reaksi Bima yang aneh ini. Ia tidak mengerti bagaimana Bima bisa tetap tenang dan bahkan tampak senang di tengah-tengah situasi seperti ini.

Teman-teman mereka yang lain hanya bisa memandang dengan heran. Mereka tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Bima. Beberapa dari mereka merasa tidak enak melihat Bima diperlakukan seperti ini, tapi mereka tidak berani ikut campur. Suasana di sekitar mereka menjadi tegang dan canggung, tidak ada yang berani bicara atau bergerak.

Meskipun pipinya terasa sakit dari pukulan Aldo, Bima masih terus tertawa. Ia tidak bisa menahan diri, seolah menemukan sesuatu yang lucu dalam situasi yang seharusnya menakutkan ini. Aldo semakin frustrasi melihat reaksi Bima yang tidak wajar ini. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

"Ahhh.... Lu bisa pukul lebih kencengan dikit ga sih? Anak TK tetangga gue bisa lebih keras mukulnya." Bima mencoba memancing amarah Aldo dengan kata-kata provokatif, sambil menunjukkan senyum jahil. "Kalo gue keluar dari wc ini babak belur, kira-kira apa ya yang bakal terjadi?" Bima tersenyum lebar, menunjukkan bahwa dia tidak terpengaruh dengan ancaman tersebut, bahkan terlihat seperti menikmati situasi itu dengan caranya sendiri.

"Jangan dengerin Do, lu bisa habisin dia sekarang juga! Kita bisa bantu urus setelahnya," babu Aldo yang satunya memprovokasi.

"Jangan Do, dia dari Jakarta, orang luar. Mungkin agak sulit nantinya," babu Aldo yang satunya terdengar lebih logis. Aldo jadi kebingungan sendiri.

Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang