Sudah tiga hari, Syahrul tidak berbicara dengan Bima. Keheningan di antara mereka begitu terasa, mengisi setiap sudut ruang kelas dan lorong sekolah yang biasanya riuh dengan candaan dan obrolan mereka. Bima pun sudah tidak ke rumah Syahrul lagi, kebiasaan mereka nongkrong bareng setelah sekolah sekarang tinggal kenangan. Di sekolah pun mereka diem-dieman, ga saling tegur sapa seperti dulu. Bahkan, pas berangkat sekolah, mereka udah ga bareng lagi.
Di kelas, Bima sering melirik ke arah Syahrul, berharap ada secercah tanda bahwa sahabatnya akan berbicara lagi dengannya. Tapi Syahrul tetap diam, tenggelam dalam dunianya sendiri. Setiap kali mata mereka bertemu secara tidak sengaja, Syahrul cepat-cepat memalingkan wajah, seolah Bima adalah sosok yang tak ingin dilihatnya lagi. Keadaan ini membuat Bima semakin tertekan. Dia rindu tawa dan canda Syahrul, rindu kebersamaan mereka yang dulu begitu akrab.
Syahrul juga merasakan hal yang sama. Meskipun dia berusaha keras untuk menghindari Bima dan tampak acuh tak acuh, di dalam hatinya dia merasa kehilangan sahabat yang selama ini selalu ada untuknya. Setiap kali dia melihat Bima berjalan sendirian di koridor sekolah atau duduk sendirian di kantin, ada rasa bersalah dan kerinduan yang menghantui dirinya. Namun, kemarahan dan kekecewaan masih terlalu kuat untuk diabaikan begitu saja.
Saat istirahat, Bima sering duduk sendirian di sudut kantin, memandangi piring makanannya tanpa nafsu. Teman-teman lain mencoba mengajak bicara, tapi Bima hanya menjawab seadanya, pikirannya melayang pada Syahrul. Di saat yang sama, Syahrul juga berada di kantin, tetapi memilih meja yang jauh dari Bima. Dia duduk dengan beberapa teman lain, berusaha tertawa dan bercanda, namun hatinya tak bisa sepenuhnya ikut bersenang-senang.
"Udah gue bilang Rul, kalo marahan tuh jangan lama-lama. Nanti putus beneran lho," kata ketua kelas di lain kesempatan. "Siapapun yang salah, minta maaf itu penting kalo mau pengen balikan. Emang, Bima itu tipe uke yang ga peka gitu ya?"
"Bima bukan uke! Elu kebanyakan baca doujin haram, fujo sialan!" Syahrul langsung menutup mulutnya, merasa salah bicara.
"Oh... jadi Bima itu seme ya? Berarti, kamu uke yang ngambekan dong?" Tuhkan, Syahrul salah bicara. Syahrul mengacak rambutnya dan pergi dari fujo sialan itu sambil mengomel tidak jelas.
Syahrul tidak tahu harus melakukan apa untuk memperbaiki hubungannya dengan Bima, meski dia tahu dia harus melakukan sesuatu. Namun, setiap kali dia ingin mengambil langkah, ada rasa berat hati yang membuatnya terus mengulur-ulur waktu. Dia merasa bingung dan cemas, takut menghadapi kenyataan dan dampak dari semua ini.
Sore itu, saat Syahrul hendak mengendarai motornya keluar dari parkiran dekat sekolah, matanya menangkap sosok Bima yang sedang berbicara dengan seseorang di dekat gerobak siomay. Penjual siomay itu baru saja mulai berjualan di dekat sekolah beberapa minggu terakhir, dan Syahrul sendiri belum sempat mencoba siomaynya.
Bima tampak akrab dengan penjual siomay itu, tertawa dan berbicara dengan semangat. Ada perasaan aneh yang timbul dalam diri Syahrul melihat sahabatnya bisa tertawa dengan orang lain sementara hubungan mereka sedang memburuk. Tanpa sadar, Syahrul meremas setang motornya, merasa campuran antara cemburu dan penasaran.
Setelah beberapa saat, Bima selesai berbicara dan berpamitan kepada penjual siomay. Dia kemudian menyalakan motor maticnya dan mulai melaju pergi. Syahrul, yang awalnya hanya berdiri memandang, tiba-tiba merasa dorongan kuat untuk mengikuti Bima. Entah kenapa, Syahrul merasa ini adalah kesempatan untuk memahami lebih banyak tentang sahabatnya, atau mungkin menemukan cara untuk memperbaiki semuanya.
Dengan cepat, Syahrul mengendarai motornya, mengikuti Bima dari kejauhan. Dia menjaga jarak agar tidak ketahuan, meski jantungnya berdetak kencang karena takut Bima menyadari keberadaannya. Jalanan mulai lengang saat mereka meninggalkan area sekolah, dan Syahrul tetap mengikuti, berharap tidak kehilangan jejak Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Name
Romance[TAMAT] Alya adalah anak yang berprestasi, cerdas, dan menjadi siswi teladan di sekolahnya. Sementara itu Bima, anak pindahan dari Jakarta adalah siswa yang malas, jarang masuk, sering telat dan sering dapat nilai rendah. Bima jatuh hati pada Alya...